Mohon tunggu...
retno selasih
retno selasih Mohon Tunggu... -

Pejuang suara hati yang luka

Selanjutnya

Tutup

Politik

"Harga Mati Netralitas TNI dalam Pemilu"

20 Februari 2014   22:45 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:37 133
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_313045" align="alignnone" width="767" caption="ilustrasi gambar pribadi"][/caption] Pemilu yang merupakan pesta demokrasi yang sudah tidak asing dan pastinya dinantikan oleh segenap rakyat Indonesia, baik dengan dukungannya maupun dengan penolakannya, dimana masing-masing pihak ini sama-sama gencarmenyuarakan suara untuk menguatkan pendapatnya yang tentunya dengan alasan masing-masing. Sebagai penyelenggara pemilu pastinya pemerintah merupakan pihak yang sangat menganjurkan dan mendukung dilaksanakannya pemilu dengan lancar, selain itu sebagian pihak lain dari rakyat Indonesia masih tetap percaya akan penting dan sakralnya pelaksanaan pemilu sebagai ajang seleksi adil para calon pemimpin bangsa (pro), akan tetapi sebagian pihak lainnya merasa pemilu tidak lagi menjadi pesta demokrasi ajang kebebasan berpendapat secara adil dan merakyat, melainkan pemilu berbalik menjadi ajang pamer dan " penghamburan" uang rakyat yang sangat parah dengan pesta pora yang menghabiskan begitu banyak biaya dan tidak kritis terhadap krisis kehidupan rakyat yang semakin terpuruk (kontra).

Idealnya pemilu menjadi public area yang bersifat momentumuntuk merealisasikan kebebasan menyuarakan pilihannya secara langsung bebas dan rahasia (LUBER) tanpa mendapatkan intimidasi ataupun pengaruh dari orang lain. Istimewanya Pemilu 2014 mendatang akan dilaksanakan dua kali yaitu Pemilu Legislatif pada tanggal 9 April 2014yangakan memilih para anggota dewan legislatif danPemilu Presiden pada tanggal 9 Juli 2014 yang akan memilih Presiden dan Wakil Presiden sehingga dapat dibayangkan betapa akan sangat "meriah" nya pesta demokrasi tahun ini.

Munculnya pro dan kontra dalam hal menyikapi masih ideal atau tidaknya pelaksanaan pemilu semestinya karena tidak lepas dari tingkat kedewasan secara politik dan pola pikir dari masyarakat Indonesia, dimana tingkat ke kritisan dan kepedulian terhadap fenomena perkembangan politik dan para pelaku nya sudah semakin tinggi, sehingga sudah semestinya para elit dan aktivis politik lainnya pun harus semakin sadar dan mawas diri bahwa sebagai pigur yang di soroti masyarakat luas harus selalu berlaku sesuai dengan peran dan kapasitas yang sudah dilekatkan pada dirinya. Sudah bukan fenomena asing lagi ketika Perdebatan dan persaingan politik yang sengit dan bahkan "kotor" antar partai sering kali terjadi dan bahkan telah menjadi tontonan menarik bagi rakyat di media elektronik (TV, Radio, Internet) maupun cetak.

Selain masalah besarnya biaya untuk setiap kali pelaksanaan pemilu dan kualitas hasil pemilu yang diangga tidak sepadan, fenomena lain yang dianggap menarik untuk di kritisi oleh masyarakat adalah terkait munculnya sejumlah Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden dari kalangan mantan TNI/Militer. Tentunya sudah bukan rahasia umum lagi bahwa rantai komando dalam kesatuan militer sangat lah kuat dan berakar, bahkan biasanya masih akan melekat terhadap figur - figurnya meski sudah pensiun sekalipun

Sesuai dengan UU Nomor 34 tahun 2004 TNI yang secara jelas menerangkan peran dan fungsi TNI hanya dalam bidang pertahanan, sudah sepatutnya menjauhi politik praktis untuk menjamin netralitasnya, akan tetapi berapa pelaku dan kekuatan politik seolah menggoda TNI untuk kembali bermain politik praktisdengan mengajak jenderal-jenderal aktif masuk kedalam jajaran partai, termasuk menarik Panglima TNI aktif menjadi calon presiden. Berdasarkan pada fenomena-fenomena ini, hal yang pastinya muncul adalah di pertanyakannya netralitas kesatuan TNI/Militer dalam hal memberikan dukungannya terhadap salah satu pasangan calon yang berhelat di pemilu Presiden 2014 dan kekhawatiran bahwa TNI akan per politik praktis.

Sudah semestinya jajaran TNI dan kalangannya, memang benar-benar mawas diri dan konsisten membuktikan netralitasnya pada pelaksanaan pemilu 2014 yang akan datang dan menjauhi secara tegas politik praktis. Sebaliknya sanksi-sanksi jika terjadi pelanggaranpun harus di sosialisasikan, dimengerti dengan jelas dan ditegakan secara tegas terhadap setiap individu nya tanpa terkecuali termasuk sanksi pemecatan dari kesatuan. Sejatinya, iklim demokrasi dan kebebasan yang sehat di era reformasi ini akan sangat efektif dalam pengawasan seluruh komponen bangsa untuk segera menyikapi terjadi penyelewengan peran dan fungsi yang menyimpang dengan cepat dan tepat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun