Kisah SubuhÂ
Oleh : Retno Qren
Semburat warna putih dan kemerahanan mewarnai langit. Lampu jalanan memendarkan cahaya kuning, bersatu dengan kabut yang turun. Tidak gelap, tidak begitu terang. Rembulan masih setia menemani langit. Pencampuran warna hitam, biru, putih, dan merah membentuk lapisan warna atmosfer. Indahnya lukisan alam di langit subuh.
"Ashsalatu khairum minan naum ...."
Tabuh berbunyi. Gemparkan alam sunyi. Berkumandang suara azan. Mendayu, memecah sepi. Selang-seling sahutan ayam. Memanggil jiwa-jiwa yang masih terlelap di alam mimpi. Mengoyak keheningan alam sunyi. Keriangan subuh dimulai.
Orang-orang bergegas menuju surau, menghadap Sang Pencipta. Menyembah Sang Khalik. Beradu ke tempat aduan. Dengan kondisi berbagai rupa. Ada yang berjalan dengan gontai, mata sayu jelas terlihat di sana. Tidak sedikit yang terlihat segar selepas mandi.
Di kamar yang luas, dengan kasur empuk dan sprei lembut. Eno masih terpejam memaksakan mimpi yang seharusnya purna. memberingsutkan badan ke kanan dan kiri, menyembunyikan kebencian terhadap gangguan keramaian. 'Mengganggu saja suaranya.' desisan sinis keluar dari lisannya.
Susah payah menangkupkan bantal menutupi kepala agar suaranya tak sampai ke gendang telinga. Percuma, karena suara itu bisa merambat melalui perantara udara yang masuk melawati pori-pori sekecil apapun.
Padahal sudah berkali-kali Abah mengulang mengenai keutamaan subuh. Bahwa malaikat turun pada waktu subuh dan malam hari. Maka, shalat subuh adalah shalat yang langsung disaksikan oleh malaikat.
"Dirikanlah shalat sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam, dan dirikanlah pula shalat subuh, sesungguhnya shalat subuh itu disaksikan malaikat." (QS. Al Isra : 78)
Bukan hanya itu. "Nak, jangan pernah meninggalkan shalat lima waktu, terutama shalat isya dan subuh. Laksanakan di awal waktu!" pesan Ummi ketika Eno masih kecil.