Mohon tunggu...
Cerpen

Akhir Zaman

18 Februari 2019   14:56 Diperbarui: 18 Februari 2019   15:33 62
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Kepada penduduk desa yang sedang mengantri mengambil air dari sumur ini. Perkenalkan aku Kasdi pemilik sumur ini. Aku adalah titisan dari sahabat Kanjeng Nabi Muhammad Saw bernama Utsman Bin Affan. Maka dari itu, untuk kelancaran air di sumur ini, saya sudah menyediakan kotak amal untuk bersedekah. Silahkan masukkan uang kalian di sini!" Warga yang mendengar laki-laki itu berbicara, langsung memprotes tindakannya dengan menyoraki bersama.

"Gila kamu, ya? Mana ada titisan Utsman Bin Affan." Seorang bapak paruh baya mengeluarkan protes.

"Jika tidak mengakui apa yang saya katakan. Jangan mengambil air dari sumur ini lagi!" Warga saling pandang dan berbicara satu sama lain. Sebagian pergi meninggalkan pemuda gila di depannya. Sebagian masih ada yang tetap bertahan di sana. Mengantri mengambil air, kemudian memasukkan uang pada kotak yang disediakan.

"Gila Si Kasdi. Ga ada kerjaan apa ya, ngaku sebagai titisan sahabat kanjeng Nabi." Celetuk istriku ketika di depan rumah berpapasan dengan Bu Laela.

"Kenapa, Bu?" ucap Bu Laela penasaran.

"Itu Si Kasdi, setiap orang yang mau ngambil air di sana harus bilang, terimakasih titisan Utsman Bin Affan. Terus masukin uang di kotak infak. Kan setress!" Nada bica istriku dibuat meliuk dengan  intonasi yang tinggi di akhir. Jari telunjuknya menyilang di dahi.

"Masa sih, Bu? Kirain Cuma ada di berita aja orang yang suka ngaku-ngaku begitu. Taunya di desa kita sendiri kejadian," timpal Bu Laela.  

Segera kuhampiri dua wanita yang asik berbincang tersebut, "Jangan mau, Bu. Bisa gugur akidah kita. Sini biar Bapak ambilkan air di Gunung Sukadana. Walau agak jauh, tapi ga sesat."

Selain kekeringan, kemarau berkepanjangan mengakibatkan penyakit mewabah. Diare merajalela, menghampiri anak dan dewasa. Penyakit kulit juga salah satu yang menghinggapi sebagian besar penduduk desa. Aku yang berprofesi sebagai mantri dengan sedikit pengetahuan untuk menanggulangi wabah penyakit tersebut, memiliki tanggung jawab untuk membantu mengatasinya.

Dengan surat perintah dari kepala puskesmas, aku menjalankan tugas untuk menangani wabah tersebut. Beberapa hari ini warga bergantian datang ke rumah, meminta diobati penyakitnya. Ada yang mengeluh pusing, demam, dan gatal-gatal. Semua telah diantisipasi dengan peralatan dan obat-obatan yang dibekali oleh poliklinik tingkat kecamatan.

Berita tentang pengobatanku sudah menjadi buah bibir di lingkungan masyarakat. Mereka berbondong-bondong memeriksakan diri dan keluarga yang terserang penyakit. Belum saja pintu terbuka, sejak jam enam pagi mereka sudah menunggu di halaman.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun