Tentu saja kita sudah tidak asing lagi mendengar kata kota Yogyakarta. Menurut KBBI, kota memiliki arti (1) daerah permukiman yang terdiri atas bangunan rumah yang merupakan kesatuan tempat tinggal dari berbagai lapisan masyarakat; (2) daerah pemusatan penduduk dengan kepadatan tinggi serta fasilitas modern dan sebagian besar penduduknya bekerja di luar pertanian.Â
Kota merupakan sebuah ungkapan yang kompleks karena pengertian kota dapat berubah menyesuaikan dari sudut pandang apa seseorang mengartikan kota. Kota dapat dibilang sebuah sistem yang terbuka, baik dilihat dari fisik maupun sosial ekonomi, serta bersifat dinamis. Kota sendiri memiliki fungsi yang disesuaikan dengan kemampuan pusat permukiman, antara lain sebagai pusat budaya dan pariwisata serta pusat kegiatan pariwisata seperti yang tercantum pada Peraturan Daerah Kota Yogyakarta Nomor 2 Tahun 2010 tentang RTRW (pasal 20 dan 21).
Seperti yang telah disebutkan di atas, kota Yogyakarta, yang dikenal akan budaya serta objek wisata yang menarik, para wisatawan tertarik untuk mendatangi kota Yogyakarta dikarenakan fungsi kota juga meliputi bidang pariwisata. Tak hanya wisatawan lokal, wisatawan dari negara asing pun cukup sering kita jumpai di beberapa kawasan di kota Yogyakarta. Tentunya wisatawan yang mengunjungi kota Yogyakarta akan membutuhkan sarana transportasi selama mereka mengunjungi kota Yogyakarta.Â
Terdapat berbagai jenis transportasi yang tersedia di kota Yogyakarta, baik kendaraan umum ataupun pribadi. Dengan datangnya para wisatawan tersebut, tak dapat dihindari bahwa kota Yogyakarta akan semakin padat. Pada hari-hari libur, terutama jika terdapat long weekend serta musim liburan, kota Yogyakarta sangatlah padat.
Selain menjadi objek wisata, kota Yogyakarta juga menjadi pusat perekonomian bagi wilayah DI Yogyakarta. Terdapat berbagai pasar sebagai penopang hidup masyarakat kota Yogyakarta. Dibutuhkan transportasi demi lancarnya kegiatan ekonomi yang ada. Keadaan tersebut juga berdampak semakin meningkatnya jumlah kendaraan yang ada di lingkungan kota Yogyakarta.Â
Meningkatnya jumlah kendaraan seharusnya diimbangi dengan infrastruktur yang memadai juga. Akses jalan yang ada serta lahan parkir sangatlah erat kaitannya dengan masalah tingginya jumlah kendaraan. Dapat kita jumpai ruas jalan yang sering dialihkan menjadi tempat parkir. Hal ini diakibatkan pesatnya kenaikan jumlah kendaraan yang tidak diimbangi dengan bertambahnya lahan parkir.
Salah satu contoh kasus yakni Pasar Prawirotaman yang berada di Jalan Parangtritis. Pasar Prawirotaman merupakan pasar tradisional yang masih aktif berkegiatan ekonomi di kota Yogyakarta. Masih banyak pengunjung yang mendatangi pasar ini untuk berbelanja dan terkadang terlihat juga wisatawan asing yang juga mengunjungi pasar ini walau hanya sekedar melihat-lihat.Â
Setiap pagi wilayah pasar ini akan sangat padat, tak hanya di dalam pasar namun juga di luar pasar. Ruas jalan yang berada di depan pasar (barat pasar) sangat ramai hingga terkadang jalan akan mengalami sedikit kemacetan. Yang menjadi faktor dari padatnya jalan yang berada di barat pasar adalah kendaraan yang diparkir di area pasar. Lahan yang seharusnya bukan lahan parkir dijadikan lahan parkir. Ruko serta penginapan yang dibangun di sekitar pasar juga mengurangi lahan parkir, bahkan menambah jumlah kendaraan yang membutuhkan tempat parkir.
Sebagian orang masih merasa hal ini mengganggu lalu lintas dan menyalahkan tukang parkir serta penyedia parkir yang berada di area tersebut. Hal ini tak bisa sepenuhnya menjadi salah dari tukang parkir tersebut. Adanya lahan parkir di ruas jalan tersebut merupakan hasil kesepakatan antara tukang parkir dengan pengendara yang ingin memarkirkan kendaraannya.Â
Hal ini dapat dikaitkan dengan ruang publik. Ruang publik (public sphere) sebagaimana yang dijelaskan Jürgen Habermas (1889) bukan hanya sekedar ruang yang terlihat secara fisik. Ketika antar individu saling berkomunikasi kemudian memunculkan opini, ruang publik pun telah tercipta. Lagipula, kendaraan yang memenuhi jalan akibat dari kegiatan pasar hanya akan berlangsung pada pagi hari. Setelah pukul sepuluh pagi, lingkungan tersebut pun tidak akan sepadat pada pagi harinya.Â
Area tersebut akan kembali padat saat malam, saat cafe serta bar yang berada di area prawirotaman mulai beroperasi dan juga saat weekend karena area tersebut dipenuhi dengan penginapan bagi wisatawan. Jika yang dipermasalahkan merupakan ruas jalan yang dijadikan lahan parkir, tidak seharusnya hanya mempermasalahkan pasar yang menjadi roda ekonomi di wilayah tersebut.