Sobat Kompasiana, merayakan kemenangan saat Hari Raya Idul Fitri atau lebaran menjadi momen yang dinanti-nanti umat Islam. Saat selesai menunaikan sholat sunah Idul Fitri, biasanya umat Islam di seluruh penjuru nusantara melanjutkan dengan tradisi halal bihalal atau saling memaafkan dengan teman, tetangga, keluarga maupun sanak saudara.
Istilah halal bihalal sendiri menurut situs detik.com berasal dari kata "halal behalal", dalam kamus Jawa-Belanda karya Dr. Th. Pigeaud 1938 diartikan sebagai "dengan salam (datang, pergi) untuk (saling memaafkan di waktu Lebaran)". Sedangkan dalam bahasa Arab, halal bihalal berasal dari kata "hadza halalun bihalalin" yang artinya "ini kebaikan ditukar dengan kebaikan", kemudian bisa ditafsirkan dengan saling memaafkan.
Tradisi saling memaafkan biasanya dimulai dari keluarga inti, saudara, dilanjutkan dengan tetangga dan teman. Acaranya pun beragam, ada yang berwujud Halal Bihalal di masjid, kantor, reuni keluarga, reuni teman, maupun berkunjung dari rumah ke rumah.
Namun, saat ini Ibun Enok merasakan vibes serunya berkunjung dari rumah ke rumah menjadi berkurang karena adanya acara Halal Bihalal di masjid. Warga sepertinya jadi enggan berkunjung dari rumah ke rumah seperti dulu, karena merasa sudah bertemu di halal bihalal. Berbeda dengan kampung atau desa yang tidak menyelenggarakan halal bihalal, justru masih saling berkunjung dari rumah ke rumah, lebih terasa vibes silaturahim di hari raya Idul Fitri.
Ibun Enok pun tergelitik penasaran, sebenarnya sejak kapan tradisi ini ada dan bagaimana hukumnya?
Menurut historinya, ternyata tradisi halal bihalal dimulai pada masa kerajaan Mangkunegaran, Mangkunegara I atau Pangeran Sambernyawa mengadakan pertemuan antara raja-raja Jawa untuk saling sungkem dan memaafkan. Selanjutnya pada masa kepemimpinan Presiden Soekarno, pada Hari Raya Idul Fitri tahun 1948, K.H. Wahab menyarankan kepada Bung Karno untuk mengumpulkan para tokoh politik yang berseteru untuk meredakan konflik juga mendamaikan suasana Lebaran (www.detik.com).
Dari sisi hukum halal bihalal, setelah mencari tahu dari berbagai sumber, ternyata saling memaafkan di saat Idul Fitri tidak ada tuntunan haditsnya secara khusus. Para ulama berpendapat bahwa saling memaafkan saat Idul Fitri hukumnya tidak harus, tidak sunah, namun juga tidak dilarang. Dengan kata lain, hukum saling memaafkan di Hari Raya Idul Fitri adalah mubah atau diperbolehkan. Selain itu, tidak ada dalil yang mengharuskan untuk mengucapkan mohon maaf lahir batin saat Idul Fitri. Sebaliknya tidak ada dalil yang melarangnya pula.
Sejumlah hadits meriwayatkan bahwa Rasulullah dan para sahabatnya di saat Idul Fitri hanya saling mendoakan dengan berkata "taqabbalallahu minna wa minkum" saat bertemu yang artinya "Semoga Allah menerima amalan kami dan kalian".
Kesimpulannya, meskipun tidak ada tuntunan haditsnya secara spesifik dan hukumnya mubah atau diperbolehkan, tradisi saling memaafkan perlu untuk terus dilestarikan. Saling memaafkan merupakan hal yang sangat dianjurkan dalam ajaran agama Islam, seperti dalam Al Qur'an Surat Al A'raf ayat 199 yang artinya: “Jadilah pemaaf, perintahkanlah kepada apa yang ma'ruf, serta berpalinglah dari orang-orang yang belum mengerti.”
Mengingat juga bahwa tidak ada manusia yang sempurna, semua pasti pernah melakukan salah dan khilaf. Oleh karena itu, harus saling memaafkan, tidak hanya sekali setahun, sebisa mungkin begitu melakukan kesalahan bersegeralah meminta maaf dan maafkan kesalahan orang lain.