Dalam kehidupan sehari-hari, pasti pernah kita temui atau bahkan kita alami yang namanya “ngomong sendiri” alias “monolog”. Biasanya dalam hal ini, kita cenderung memainkan peran yang banyak, namun hanya kita sendiri yang memerankannya. Sampai usia sekarang pun, mungkin diantara kita masih ada yang seperti itu, termasuk saya sendiri. Ketika mata kuliah Pendidikan Anak Usia Dini yang lalu, hal ini sempat dibahas dan menjadi perbincangan yang menarik. Sebelum ke masalah tersebut, akan diulas sedikit mengenai bentuk-bentuk permainan yang mempengaruhi perkembangan anak usia dini, sebagai berikut:
1.Bermain Sosial, yaitu dimana anak melakukan bermain dengan kelompok dan melakukannya dengan berinteraksi antara individu satu dengan individu yang lainnya.
2.Bermain Seorang Diri, yaitu dimana anak bermain tanpa menghiraukan apa yang dilakukan oleh anak yang lain disekitarnya.
3.Bermain Paralel, yaitu dimana sekelompok anak bermain dengan menggunakan alat permainan yamg sama tetapi, masing-masing anak bermain sendiri-sendiri.
4.Bermain Asosiatif, yaitu dimana beberapa anak bermain bersama, tetapi tidak ada suatu organisasi (pengaturan).
5.Bermain Kooperatif, yaitu dimana masing-masing anak mempunyai peran tertentu untk mencapai tujuan bermain.
6.Bermain Soliter, yaitu kegiatan bermain dimana anak tanpa memperhatikan apa yang dilakukan oleh anak yang lain yang ada didekatnya.
7.Bermain sebagai Penonton, yaitu kegiatan anak yang sedang bermain sendirian seklaigus melakukan pengamatan apa yang terjadi ditempat anak tersebut berada.
8.Bermain dengan Benda, yaitu bentuk bermain dimana anak melakukan berbagai kemungkinan mengeksploitasi objek yang dipergunakan.
9.Bermain Sosio Dramatik, yaitu permainan yang:
a.Bermain dengan melkukan imitasi, anak bermain pura-pura dengan melakukan peran orang disekitrnya dengan menirukan tingkah laku dan pembibaraanya.
b.Bermain pura-pura, anak melukakn gerakan dan menirukan suara sesuai dengan objeknya. Misalnya anak bermain seperti mobil dengan menirukan suara mobil.
c.Bermain dengan menirukan gerakan. Misalnya anak bermain menirukan pembicaraan guru dan murid atau orang tua dengan anak.
Bermain sosio dramatik sangat penting dalam mengembangkan kreativitas, pertumbuhan intelektual, dan keterampilan sosial.
Nah, kembali pada pembahasan awal mengenai anak yang berbicara sendiri, apakah normal? Ternyata, anak yang berbicara sendiri itu wajar. Mengapa demikian? Karena mengingat imajinasi anak-anak yang sangat tinggi. Selain itu, anak yang berbicara sendiri itu biasanya disebabkan karena mereka merasa kesepian dan tidak ada teman bermain. Namun perlu diwaspadai juga dalam hal ini, bahwa tidak semua anak yang berbicara sendiri itu normal/wajar. Sebaiknya, orang tua menyisihkan lebih banyak waktu untuk anak-anak mereka untuk meminimalisir ketidaknormalan anak karena berbicara sendiri yang disebabkan kesepian.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H