Mohon tunggu...
Retno AsihSetyoningrum
Retno AsihSetyoningrum Mohon Tunggu... Dokter - Dokter Spesialis Anak Konsultan Respirologi FK Universitas Airlangga/RSUD Dr. Soetomo

Dokter Spesialis Anak Konsultan Respirologi FK Universitas Airlangga/RSUD Dr. Soetomo

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

TBC dan Anak Indonesia

21 Maret 2023   09:01 Diperbarui: 21 Maret 2023   09:05 110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Tuberkulosis (TBC) bukanlah penyakit baru. Bakteri penyebab TBC, Mycobacterium tuberculosis, telah ditemukan oleh ilmuwan Jerman, Dr. Robert Koch, pada 24 Maret 1882. Tanggal inilah yang kemudian kita peringati setiap tahunnya sebagai hari TBC sedunia. TBC menular melalui droplet yang dikeluarkan oleh orang yang terinfeksi saat sedang batuk, bersin, maupun berbicara. Di Indonesia sendiri, sejak tahun 1949, pemerintah telah membentuk Balai Pemberantasan Penyakit Paru-paru (BP4), sebuah lembaga yang khusus menangani penyakit TBC. Tujuh puluh empat tahun berlalu, tetapi TBC masih merupakan tantangan kesehatan di Indonesia. Pada tahun 2021, WHO menyatakan bahwa Indonesia menempati peringkat kedua sebagai negara penyumbang kasus TBC terbanyak di dunia setelah India. Jumlah kasus TBC di Indonesia diperkirakan sebesar 969 ribu kasus, naik sebesar 17% dari tahun 2020. Dari estimasi kasus tersebut, yang benar-benar ditemukan hanyalah 45,7% saja, sedangkan 54,3% kasus lainnya belum ditemukan dan dilaporkan.

Dari seluruh kasus TB di Indonesia, proporsi kasus TBC anak dan remaja diperkirakan sebesar 11%, yaitu sebanyak 100 ribu. Pandemi COVID-19 memberikan efek negatif pada deteksi kasus TBC anak, yaitu penurunan penemuan kasus sebesar 24% dibandingkan tahun 2019. Masyarakat awam sering mengenali TBC pada anak sebagai “silent disease”, yaitu penyakit yang tidak menunjukkan gejala khas, sehingga sering kali terlambat didiagnosis dan diobati. TBC pada anak dapat memberikan gejala sistemik, yaitu satu dari 4 gejala di bawah ini: batuk selama lebih dari 2 minggu, demam lebih dari 2 minggu, BB turun atau stagnan selama 2 bulan berturut-turut, dan anak lemas lebih dari 2 minggu. TBC juga bisa menyerang organ-organ tubuh secara spesifik, seperti TBC kelenjar dengan gejala umum munculnya benjolan di leher anak, TBC tulang dengan gejala nyeri pada tulang dan timbulnya tonjolan pada tulang belakang, sampai dengan TBC otak dengan keluhan demam dan nyeri kepala, yang pada akhirnya menyebabkan gangguan kesadaran pada anak.

Ketika menemukan gejala TBC, sebaiknya orangtua segera membawa anaknya ke penyedia layanan kesehatan terdekat untuk dilakukan pemeriksaan dan tes lebih lanjut untuk mengonfirmasi kecurigaan TB. Apabila diagnosis sakit TBC sudah ditegakkan, pengobatan TBC pun dapat dimulai. Salah satu hal yang sulit diterima orangtua adalah lamanya durasi pemberian obat anti TBC (OAT), yaitu kurang lebih selama 6 bulan. Durasi pengobatan ini diperlukan untuk dapat membunuh bakteri penyebab TBC sampai tuntas. Apabila terjadi penghentian obat di tengah jalan, terdapat risiko resistensi bakteri, yaitu keadaan dimana bakteri membentuk kekebalan terhadap obat TBC. 

Selain pengobatan anak yang terdiagnosis TBC, perlu juga dilakukan investigasi kontak terhadap keluarga anak tersebut, karena umumnya anak tertular dari orang dewasa yang berkontak erat dengannya. Apabila tidak dilakukan investigasi kontak, dikhawatirkan orang dewasa tersebut masih bisa menularkan bakteri TBC ke orang lain di sekitarnya, termasuk anak-anak lain. Ketika telah ditemukan orang dewasa yang merupakan sumber penularan, pengobatan TBC pada orang dewasa tersebut harus segera dimulai. Selain itu, salah satu hal yang sering terlewat adalah pemberian TPT (Terapi Pencegahan Tuberkulosis) khususnya pada balita sehat (tidak sakit TBC) yang berkontak dengan kasus sumber. Pemberian TPT ini merupakan salah satu usaha untuk mencegah terjadinya sakit TBC pada anak.


Ikhtiar lainnya yang dapat dilakukan oleh orangtua adalah memastikan imunisasi anak lengkap, termasuk imunisasi BCG yang dilakukan pada bayi berusia kurang dari 1 bulan. Imunisasi BCG merupakan imunisasi dasar yang disediakan secara gratis oleh pemerintah dan tersedia di Puskesmas. Imunisasi BCG dapat mengurangi risiko sakit TBC berat pada anak. Mari bersama kita lindungi anak-anak kita dari sakit TBC!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun