Mohon tunggu...
Retno Asih
Retno Asih Mohon Tunggu... Administrasi - Retno Asih

Halo. Aku Retno,

Selanjutnya

Tutup

Parenting Pilihan

Sharenting atau Oversharing?

27 Januari 2025   16:52 Diperbarui: 27 Januari 2025   17:02 18
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi sharenting https://eleconomista.com.ar/actualidad/que-sharenting-n62296

Sharenting adalah istilah yang menggabungkan kata "sharing" dan "parenting", merupakan sebuah praktik dimana orang tua membagikan konten tentang anak-anak mereka di sosial media. Sharenting bisa mencakup foto, video, dan cerita tentang si anak di media sosial. Bisa dikatakan sharenting yang oversharing, jika orang tua terlalu berlebihan dalam membagikan informasi tentang si anak di media sosial, baik itu foto, video, ataupun informasi tentang anak itu sendiri.

Sharenting kini semakin populer, terutama di kalangan orang tua yang tumbuh di era digital. Mereka merasa terbiasa untuk berbagi momen-momen penting tentang si anak di media sosial. Situasi sharenting saat ini cukup kompleks dan sering kali menimbulkan pro dan kontra karena beberapa sudut pandang yang berbeda tentang hal ini.

Untuk beberapa orang tua, sharenting melambangkan kebahagiaan dan kebanggaan, karena si orang tua merasa bangga dan bahagia dengan pencapaian anak dan ingin berbagi momen spesial tersebut dengan teman dan keluarga di media sosial. Berbagi momen di sosial media memungkinkan orang tua tetap terhubung dengan keluarga dan teman yang mungkin berada di tempat yang jauh, sehingga mereka dapat melihat perkembangan si anak secara up to date. Terkadang, dari sosial media orang tua dapat menemukan komunitas dan dukungan dari sesama orang tua yang mengalami tantangan dan berbagi kebahagiaan dalam membesarkan anak-anak.

Meskipun praktik Sharenting sering dilakukan dengan niat baik untuk berbagi momen kebahagiaan, ada beberapa pertimbangan penting yang perlu diperhatikan.

  • Privasi. Membagikan informasi pribadi anak tanpa persetujuan mereka, dapat melanggar privasi anak dan beresiko terhadap keamanan anak.
  • Jejak digital. Konten yang dibagikan di sosial media membentuk jejak digital anak-anak yang dapat mempengaruhi mereka di masa depan, seperti saat mencari pekerjaan atau dalam kehidupan sosial mereka. Bahkan dapat berujung Eksploitasi oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab dan menjadi bahan bullying di antara teman-teman sebayanya.

Dalam konteks sharenting, banyak orang tua membagikan informasi pribadi anak, seperti foto, video, lokasi atau cerita pribadi secara brutal tanpa pertimbangan matang mengenai dampaknya terhadap privasi anak tersebut, dan berujung pada oversharing. Sehingga memicu sejumlah isu serius terkait hak-hak anak. Terutama dalam konteks perlindungan hukum yang diatur oleh Undang-Undang Perlindungan Anak (UU No. 23  Tahun 2002).

Jika tetap ingin melakukan sharenting, Ada beberapa langkah aman untuk melakukannya dengan bijak tanpa harus oversharing:

  • Hormati Privasi Anak.Pastikan untuk selalu menghormati hak anak atas privasinya. Hindari membagikan informasi pribadi yang bisa mengidentifikasi anak, agar tidak beresiko pada keamanan anak di masa mendatang.
  • Usahakan mendapat persetujuan anak. Jika anak sudah cukup berumur, diskusikan dengan anak sebelum memposting apapun tentang anak. Hal ini juga bisa menjadi peluang untuk mengajarkan kepada anak tentang pentingnya menjaga privasi dan memberikan persetujuan atau menolak memberikan persetujuan.
  • Pertimbangkan dampak jangka panjang. Pertimbangkan bagaimana konten yang akan dibagikan saat ini untuk dilihat di masa depan, serta apakah anak akan merasa nyaman jika hal tersebut di bagikan kepada publik.
  • Setting Privasi. Batasi konten publik hanya untuk dilihat orang terdekat atau ubah akun menjadi private, sehingga hanya orang-orang tertentu yang bisa mengaksesnya.
  • Selektif. Selektif dalam memilih momen atau informasi yang layak dibagikan kepada khalayak umum.

Ketika kita akan melakukan sharenting, coba lebih dulu tanya ke diri sendiri, "Apakah ini perlu?" "Apakah ini harus?". Pahami lebih dalam niat kita, jika hanya untuk sekedar pamer, lebih baik urungkan saja niat kita, jangan terlalu oversharing. Anak bukanlah trofi yang harus selalu dipamerkan. Renungkan lebih dalam lagi, bijaklah dalam memilah mana yang pantas dan tidak pantas. Dunia digital lebih luas dari apa yang kita bayangkan, jejak digital juga bisa lebih berbahaya tanpa kita duga.

Jika ingin mengabadikan momen sang anak, bisa dilakukan dengan cara yang lebih aman. seperti mencetak foto sang anak. Jika mencetak foto terlalu ribet, moms bisa juga membuatkan akun email khusus untuk si anak, jika email juga dirasa terlalu ribet, moms bisa membuatkan akun media sosial khusus untuk si anak, dengan catatan akun tersebut di setting private. Sharing lah kapanpun moms mau, atau saat ada momen-momen penting yang layak diabadikan, kirim kan ke email si anak, atau ke akun private media sosial si anak. Cara tersebut lebih aman,  daripada sharing ke media publik. Moms juga bisa bercerita random tentang apapun atau menceritakan kisah lucu si anak. Plus nya, akun yang berisi kenangan manis itu, bisa moms gunakan untuk hadiah si anak ketika sudah beranjak remaja atau dewasa, cukup manis bukan.

Membagikan momen anak memang menyenangkan, tetapi alangkah baiknya jika kita dapat menjaga keamanan dan privasi anak, itu jauh lebih penting. 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun