Mohon tunggu...
Retno Arieswanti Hapsarini
Retno Arieswanti Hapsarini Mohon Tunggu... lainnya -

Dopamin, Keajaiban Cinta.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Kaderisasi Anak Pada Usia Golden Age Menuju Indonesia Lebih Baik

15 Juli 2013   13:03 Diperbarui: 24 Juni 2015   10:31 1051
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh Retno Arieswanti Hapsarini

Kalau harus jujur, Indonesia saat ini tengah dalam krisis kebangsaan yang sangat serius. Problem sosial, masalah kesenjangan dan kesejahteraan menjadi masalah menahun yang terpampang nyata di negeri ini. Mirisnya, kebanyakan dari pemimpin kita yang diharapkan bisa menjadi solusi problem bangsa, entah mengapa justru sibuk untuk kepentingan pribadinya sendiri. Indonesia seolah tengah mengalami kemunduran dalam karakter dan kepribadian anak bangsa, sebuah krisis generasi yang mengglobal.

Keistimewaan Perkembangan Anak Pada Usia Golden Age

Bayi-bayi yang baru lahir tak ubahnya seperti sebuah kertas putih dan suci. Pada generasi-generasi baru inilah tersimpan harapan besar akan adanya Indonesia yang lebih baik di masa depan. Pemahaman dan penanaman nilai-nilai moral yang baik akan lebih efektif jika ditanamkan sejak dini. Menurut para ahli, pada usia 0-5 tahun (Golden Age) anak mengalami fase tumbuh kembang yang sangat signifikan. Pada usia ini otak anak mampu menyerap informasi yang sangat tinggi. Informasi sekecil apapun akan berdampak besar bagi masa depannya di kemudian hari. Di masa inilah momen terbaik bagi para orangtua untuk membentuk karakter dan kepribadian anak. Pada periode golden age, anak mengalami lompatan kemajuan luar biasa baik secara fisiologis, psikis maupun sosialnya. Mereka sangat potensial untuk belajar apa saja. Termasuk berbagai nilai-nilai moral yang luhur. Namun, periode ini juga masa yang kritis. Anak juga mudah menerima dan menyerap nilai-nilai globalisasi yang tak selalu baik. Beberapa bahkan sangat bertentangan dan mengikis nilai-nilai luhur budaya bangsa. Pada konteks ini, kita dihadapkan pada sebuah pertempuran nilai : nilai-nilai moral yang luhur VS globalisasi. Persaingan yang sangat ketat karena globalisasi hadir melalui cara-cara yang kreatif dan menyenangkan. Oleh karenanya sebagai orangtua kita harus bisa lebih kreatif dalam menanamkan nilai-nilai moral yang baik kepada anak dengan cara-cara yang fun.

Anak Sebagai Individu

Seorang anak, berapapun usianya, dia mampu menyerap dan mengerti apa saja yang dilihatnya. Orangtua yang bijak akan sangat berhati-hati dalam bersikap di depan anak. Kadang, faktor kurangnya pengetahuan orangtua menyebabkan mereka sering memperlakukan anak hanya sebagai objek. Sering orangtua, secara sadar atau tidak sadar, memperlakukan anak tak ubahnya ‘robot’ yang bisa diperintah dan harus menjalankan setiap perintah yang diberikan kepadanya. Mereka melupakan bahwa seorang anak juga merupakan suatu individu dalam bentuk lebih kecil yang memiliki pikiran, perasaan, keinginan, dan tindakan. Seorang anak membutuhkan perhatian dan kesabaran orang tua dalam menghadapinya. Orangtua sebagai role model yang baik bagi anak-anaknya, akan menjadi cara yang efektif dalam membentuk kepribadian anak.

Indonesia Butuh Generasi Pendobrak

Indonesia butuh generasi pendobrak. Sebuah generasi baru yang bisa menggulingkan sistem carut marut yang tengah melanda negeri ini. Generasi pendobrak yang bermoral baik dan bersih dari korupsi untuk memimpin Indonesia memasuki zona baru yang menjadi awal kebangkitan peradaban. Kita tidak bisa tinggal diam dan hanya menunggu terjadinya perubahan yang bisa menandai kembalinya kebangkitan peradaban bangsa Indonesia. Sebagai orangtua, kita bisa berperan aktif dalam perubahan ini, yaitu dengan mencetak anak-anak kita menjadi generasi Indonesia baru, new generation yang bermoral baik, cakap dan berilmu pengetahuan tinggi, juga bebas dari korupsi. Dengan begitu, terciptanya Indonesia yang lebih baik di masa depan tidak hanya sebatas mimpi. Semoga.

Artikel Opini ini sedang diikutkan dalam Kompasiana-World Vision Blog Competition

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun