Mohon tunggu...
Retno nuraini
Retno nuraini Mohon Tunggu... Mahasiswa - saya retno berstatus mahasiswa. saat ini saya sedang menempuh S1 pendidikan di salah satu ptn di pekalongan

mengenai hobi, untuk saat ini hobi saya ada di bidang olahraga, yaitu badminton

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Menciptakan Dunia yang Lebih Baik Untuk Anak Inklusi

1 Juni 2024   23:07 Diperbarui: 1 Juni 2024   23:09 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Apa itu anak inklusi/anak berkebutuhan khusus? Nah, Banyak orang yang masih salah mengartikan istilah anak berkebutuhan khusus (ABK) sebagai padanan kata dari istilah anak berkelainan atau anak penyandang cacat dalam percakapan sehari-hari. Itu pasti tidak benar, karena ABK memiliki arti yang lebih luas. anak-anak dengan hambatan perkembangan dan hambatan belajar, termasuk anak-anak penyandang cacat. Secara lahiriah, ABK mengalami kelainan atau penyimpangan.

Baik itu fisik, emosional, mental-intelektual, sosial, dan lainnya, sehingga dalam proses tumbuh dan berkembangnya diperlukan pendidikan khusus. Namun ABK bukanlah anak-anak yang tidak memerlukan pendidikan khusus. Bab ini memberikan penjelasan tentang konsep ABK agar kita memahaminya dengan jelas, memiliki sikap positif terhadap keragaman setiap anak, dan kemudian dapat membantu anak-anak belajar.

Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) adalah anak yang memerlukan perawatan khusus karena memiliki ciri-ciri yang berbeda dari anak biasa. Dengan kendala yang dimiliki ABK, layanan pendidikan khusus diperlukan untuk memenuhi kemampuan dan potensi masing-masing anak. ABK termasuk tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras, kesulitan belajar, gangguan perilaku, anak berbakat, dan anak yang mengalami masalah kesehatan. yang masih dikenal sebagai anak-anak luar biasa dan cacat (ABK). 

Dengan hambatan tersebut, ABK membutuhkan pendidikan khusus yang disesuaikan dengan kemampuan dan potensinya.  Contohmya, anak autisme belajar menghafalkan informasi apa adanya (rote learner), menghafalkan  kalimat secara keseluruhan dengan cepat apabila diberi bantuan seperti gambar visual, dll. 

Anak Autis memerlukan bantuan dan bantuan tambahan karena mereka adalah ciptaan Allah SWT. Oleh karena itu, anak ini memerlukan perawatan khusus karena mengalami kesulitan dalam berinteraksi dan beradaptasi sosial dengan lingkungannya. Seperti disebutkan sebelumnya, sekolah adalah tempat bersosialisasi dengan berbagai aspek budaya, perilaku, dan karakter. Karena orang tua dan masyarakat tidak memahami pentingnya pendidikan, banyak anak autis masih tidak mendapatkan kesempatan pendidikan yang layak. 

Oleh karena itu, pandangan ini kadang-kadang membawa skeptisisme terhadap kehadiran Anak Autis di lingkungannya dalam proses sosial yang terjadi terhadap orang tua dan masyarakat. Selain itu, anak-anak autis relatif diterima di masyarakat umum, terutama anak-anak biasa yang pergi ke sekolah umum. Dalam kaitannya dengan Dunia pendidikan yang ideal yang menerima pluralitas individu dan memanfaatkannya sebagai sumber belajar sehubungan dengan potensi dan kebutuhan sosial tersebut. 

Gaya pendidikan inklusif menjadi pilihan dan skala prioritas utama karena hubungannya dengan kurikulum pendidikan yang berdasarkan kebutuhan dan kontekstual yang berfokus pada mengubah, membangun, dan mencegah diskriminasi dan rasis terhadap kelompok sosial tertentu. Tidak diragukan lagi, inklusif di sini dapat diartikan secara luas, bukan hanya hubungan antara anak ABK dan anak normal lainnya. 

Selain itu, memenuhi kebutuhan unik anak dalam hal fisik, emosi, dan sosial, serta perbedaan bahasa, budaya, dan agama yang alami. Jadi, pendidikan inklusif sangat bergantung pada kemauan dan kemampuan orang-orang yang terkait dalam proses pembelajaran untuk bekerja sama dengan ide dan praktik yang sesuai dengan kebutuhan. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menemukan informasi tentang "Interaksi Sosial Anak Autis di Sekolah Inklusi (Studi Sosiologi pada Sekolah Inklusi di Kota Makassar)."

Dalam hal interkasi, sebagaimana manusia pada umumnya, demikian pun Anak Autis dalam kehidupan sosialnya, mereka memiliki pertanyaan tentang hubungan interkasi dan kelainan dalam menjalin proses sosial, tetapi mereka memiliki hak dan perhatian untuk diarahkan dan dididik di keluarga, sekolah, dan masyarakat. Pola interaksi yang dilakukan Anak Autis dan anak pada umumnya berbeda, dan ini merupakan bentuk perhatian khusus.

Anak autis didefinisikan sebagai tidak ada kontak lingkungan atau anak yang mengalami hambatan atau kesulitan dalam berkomunikasi sehingga mereka tidak mampu beradaptasi dengan lingkungannya . Gejala ini terlihat dalam perilaku Anak Autis. karena anak-anak autis cenderung terlalu sibuk dengan dunia mereka sendiri tanpa memperhatikan orang lain. Karena pikiran, perasaan, dan perilaku anak Autis sulit dipahami oleh orang lain, proses sosial yang mereka alami menjadi sulit. Selain itu, hal ini akan memperparah kesulitan bahasa dalam memahami komunikasi yang dialami Anak Autis dan orang lain di sekitarnya. Anak autis biasanya memiliki gejala komunikasi selain ciri dan kelainan lain, seperti gangguan pencernaan dan sensitivitas yang tinggi terhadap bunyi, sentuhan, penglihatan, dan persepsi.

Anak autis mempunyai masalah dalam komunikasi sosial, seperti keterlambatan dalam berbicara dan tidak berusaha berkomunikasi non verbal, cara bermain yang monoton, dan kurang berkomunikasi sosial. Namun demikian, gejala autisme tidak selalu buruk. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun