Negara Indonesia pada tahun 2005 menandatangani letter of intent WCO SAFE FOS, berisi implementasi AEO di wilayah Indonesia. Presiden menindaklanjutinya dengan menerbitkan Inpres Nomor 1 tahun 2010 yang berisi instruksi implementasi AEO dan teknologi informasi guna mendukung iklim investasi. Selain itu Menteri Keuangan juga menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan nomor: PMK 219/PMK.04/2010 Tentang Perlakuan Kepabeanan terhadap Authorized Economic Operator, kemudian diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor: PMK 227/PMK.04/2014 Tentang Operator Ekonomi Bersertifikat (Authorized Economic Operator ).
Payung hukumnya adalah :
- Pasal 3 dan 4 UU Nomor 10 Tahun 1995 yang diubah dengan UU Nomor 17 Tahun 2006 tentang Kepabeanan, khususnya terkait implementasi pemeriksaan pabean secara selektif seperti direkomendasikan WCO SAFE FOS sebagai perlakuan kepabeanan secara khusus kepada AEO.
- Inpres Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2010 tentang Percepatan Pelaksanaan Prioritas Pembangunan Nasional 2010, bahwa salah satu wujud kebijakan dan pengembangan teknologi informasi kepabeanan yaitu penerapan AEO.
- PMK 227/PMK.04/2014 tentang Operator Ekonomi Bersertifikat (Authorized Economic Operator).
- Peraturan Direktur Jenderal Nomor PER-4/BC/2015 tentang Tata Cara Pemberian Pengakuan Kepabeanan Sebagai Operator Ekonomi Bersertifikat (Authorized Economic Operator).
Apa itu AEO?
Definisi AEO menurut SAFE FoS adalah operator ekonomi yang terlibat dalam pergerakan barang dalam rantai pasokan (supply chain) secara internasional dalam fungsi apapun yang telah mendapat pengakuan oleh atau atas nama administrasi pabean nasional karena telah memenuhi standar WCO atau standard keamanan rantai pasokan. Operator ekonomi yang dapat bergabung antara lain : , distributor, importir, produsen, eksportir, pengangkut, PPJK, konsolidator, otoritas pelabuhan, pihak perantara, pengelola terminal, dan pengusaha pergudangan.
Merujuk Peraturan Menteri Keuangan Nomor 227/PMK.04/2014, Operator Ekonomi Bersertifikat (Authorized Economic Operator) sering disebut AEO adalah Operator Ekonomi yang mendapat pengakuan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang mendapatkan perlakuan terhadap kepabeanan tertentu.
Operator Ekonomi dibagi dalam beberapa jenis, di antaranya:
- Importir
- Eksportir
- PPJK
- Pengusaha TPS
- Pengusaha TPB
- Pengangkut dan
- Pihak lainnya
Tata nilai dan budaya yang menjadi landasan pada penerapan Program AEO Indonesia perlu memperhatikan serta mengacu pada tata nilai sebagaimana tercantum pada SAFE FoS, yaitu:
- Partnership
- Mutual Trust
- Self Assesment
- Own Responsibility
Semua pihak baik DJBC dan Peserta AEO, harus memperhatikan apa yang menjadi tanggung jawabnya masing-masing guna menjamin tujuan dari Program AEO dapat tercapai.
Persyaratan dan kondisi AEO antara lain:
- Kepatuhan pada peraturan kepabeanan;
- Sistem pengelolaan data perdagangan;
- Kelangsungan keuangan;
- Konsultasi, kerjasama yang dilakukan serta komunikasi;
- Pendidikan, kursus, pelatihan serta kepedulian;
- Pertukaran informasi, akses, dan kerahasiaan yang terjamin;
- Keamanan cargo;
- Keamanan barang;
- Keamanan karyawan;
- Keamanan mitra kerja atau dagang;
- Manajemen krisis dan pemulihan insiden;
- Perencanaan , pelaksanaan pemantauan, analisis serta peningkatan system.
Implementasi AEO bermanfaat bagi:
- operator ekonomi, mempercepat proses pengeluaran barang dengan minimal penelitian dokumen dan/atau pemeriksaan fisik, dengan harapan dapat mengurangi biaya logistik.
- Perusahaan AEO diakui di seluruh dunia sebagai perusahaan yang safe and secure serta sebagai mitra bisnis yang patuh dan taat di dalam perdagangan internasional.
- DJBC, akan meningkatkan efektivitas pengawasan, pelayanan, dan efisiensi alokasi pada sumber daya.
- Negara, diakui sebagai trust worthy country dalam perdagangan internasional sebab sudah menerapkan safety and security dalam logistic supply chain, selanjutnya akan berdampak positif terhadap perekonomian nasional.
Pelayanan Khusus di Bidang Kepabeanan bagi Mitra Utama Kepabeanan