Mohon tunggu...
Retno Permatasari
Retno Permatasari Mohon Tunggu... Wiraswasta - Usaha Kecil

seorang yang senang traveling

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kita dan Swaradikalisme

10 Agustus 2024   21:09 Diperbarui: 10 Agustus 2024   21:15 22
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 Kita sekarang hidup pada zaman yang serba nyaman. Revolusi industri yang berlangsung sejak abad 20 membuat banyak perubahan. Mesin-mesin diciptakan sehingga mempermudah orang untuk bekerja dibanding sebelumnya. Karena itu anak-anak yang lahir pada masa itu disebut dengan baby boomer sebagai gambaran banyaknya anak yang lahir karena orangtua tak bekerja sekeras sebelumnya sehingga mereka punya waktu untuk keluarga dan anak-anak banyak lahir.

Pada masa ini dimana revolusi teknologi begitu canggih, apa yang jadi masalah di masa lalu kini tidak ada lagi. Semua orang menjadi terkoneksi dan informasipun menjadi transparan. Nyaris tidak ada lagi hal yang bisa ditutupi pada masa kini karena semua orang terkoneksi dengan internet dan memiliki media sosial.

Media sosial kini tidak saja menjadi sarana hiburan dan komunikasi , tapi juga medan tenpur indeologi ekstrem yang mengincar segmen tertentu termasuk kaum muda.

Dalam beberapa rahun ini kita bisa melihat bagaimana generasi Z yang merupakan generasi setelah generasi  millenials banyak mengambil peran dalam interaksi sosial melalui teknologi.  Pada masa Covid 19, teknologi memerankan peran penting karena menjadi aatu-satunya alternatif untuk terkoneksi dengan orang lain termasuk dalam hal pendidikan.

Hanya sayangnya kemudahan ini beberapa melenceng ke beberapa hal semisal radikalisme terorisme, pornografi dan judi online. Kita bahas di sini adalah bahaya radikalisme dan terorisme yang memang dipermudah karena teknologi dan media sosial. Kita bisa melihat bagaimana ISIS menggunakan media sosial secara massif sehingga banyak orang tertipu.

Kasus penangkapan seorang wanita di depan istana yang menurut media ingin bertemu dengan Presiden RI untuk meminta penggantian dasar negara Pancasila dan UUD 1945 menjadi syariat Islam adalah salah satu bukti yang harus diperhitungkan.

Begitu juga dengan penangkapan seorang mahasiswa Universitas Negeri di Malang beberapa tahun lalu karena terkoneksi dengan ISIS dan mencari dana bagi perjuangan mereka. Yang paling mutakhir adalah kasus penangkapan dua orang terduga teroris masing-masing di Solo dan Malang. Mereka masih muda dan masuk dalam generasi Z dan menjadi target empuk konten-konten radikal ekstremis.

Inilah yang menjadi tantangan kita semua. Bagaiamanapun teknologi itu memang perlu, namun kita harus menjaga jangan sampai generasi muda kita itu terjerembab pada swaradikalisasi yang membahayakan banyak orang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun