Mohon tunggu...
Retno Permatasari
Retno Permatasari Mohon Tunggu... Wiraswasta - Usaha Kecil

seorang yang senang traveling

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Perkuat Pondasi Toleransi di Indonesia

17 Mei 2024   19:07 Diperbarui: 17 Mei 2024   19:23 56
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 Hampir 80 tahun setelah kemerdekaan Indonesia, kita masih saja dihadapkan pada banyak kasus soal intoleransi. Padahal mungkin sepanjang hidup kita, kita dibesarkan dalam suasana toleran karena banyaknya perbedaan di sekitar kita.

Di Bali yang toleransinya cenderung tinggi, masih saja ada kasus-kasus intoleransi, meski bisa dibilang kasus minor (kasus kecil). Ini dilakukan justru oleh wakil rakyat yang merasa gerah dengan pakaian para teller dan petugas garda depan yang menggunakan jilbab. Kasus ini sempat mencuat namun berhenti setelah sang senator minta maaf.

Lalu ada beberapa kasus anak sekolah yang diwajibkan untuk menggunakan jilbab ketika di sekolah menengah. Ketika dipersoalkan, sang kepala sekolah menepis hal itu sebagai pemaksaan karena tertuang dalam Perda. Sehingga murid yang non muslim pun punya kewajiban sebagai warga daerah tersebut untuk patuh pada peraturan itu.

Lalu baru-baru ini ada kasus intoleransi atau lebih tepatnya persekusi terhadap jemaat GPIB Benowo yang sedang melakukan ibadah (doa bersama) di rumah. Yang melakukan himbauan untuk menghentikan nyanyian adalah seorang ibu yang tidak merasa senang dengan kegiatan itu. Hal yang sama juga terjadi di Pamulang dimana ibadah dalam rangka kenaikan Isa Almasih dipaksa hentikan oleh beberapa orang yang merasa tidak suka.

Beberapa kejadian itu menunjukkan bahwa toleransi dan kerukunan di beberapa wilayah Indonesia masih rapuh dan gampang runtuh. Bali, Sulawesi Utara dan jawa Timur memang punya indeks kerukunan umat beragama yang tinggi , namun angka itu tidak menjamin adanya persekusi dan intoleransi.

Pendidikan dan penyadaran memang tidak semudah yang diperkirakan. Akar budaya yang beragam juga tidak menjamin adanya pemahaman yang baik terhadap perbedaan. Namun bagaimanapun, sejarah telah berbicara bahwa secara moral dan etika, warga Nusantara punya etika dan cukup menghargai perbedaan. Sejak Islam , Kristen dan Katolik masuk ke tanah air, itulah yang terjadi.

Kita harus saling menjaga agar keragaman tidak menjadi sumber konflik. Keberagaman budaya, agama dan kepercayaan seharusnya menjadi pondasi kokoh bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun