Mohon tunggu...
Retno Permatasari
Retno Permatasari Mohon Tunggu... Wiraswasta - Usaha Kecil

seorang yang senang traveling

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pahlawan Muda, Pemberi Inspirasi Damai

11 November 2022   21:01 Diperbarui: 11 November 2022   21:03 167
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: ayo semarang

Radikalisme dan terorisme adalah musuh nyata yang harus dihadapi banyak negara, termasuk Indonesia. Kita tahu terorisme terjadi tak hanya di negara kita tapi juga Filipina, Malaysia, sampai negara Eropa seperti Inggris dan Jerman serta Amerika Serikat. Mereka melakukan itu dengan beberapa motivasi.

Indonesia juga tak lepas dari radikalisme dan terorisme. Di negeri ini terorisme biasanya berawal dari radikalisme yang berawal dari sikap-sikap intoleransi yang diperlihatkan oleh banyak kalangan, termasuk generasi muda. Kita menjadi terbiasa untuk tidak merasa satu dengan pihak yang berbeda (baik suku maupun agama). Satu kelompok sering mengkafir-kafirkan kelompok lainnya yang tidak seiman.

Atau jika itu menyangkut dunia pendidikan, keadaannya berdampak lebih luas lagi. Semisal beberapa pengajaran yang justru mengenalkan sikap intoleransi. Sikap-sikap ini sering ditekankan di mata pelajaran, bahkan muncul menjadi soal dalam ulangan atau ujian. 

Hal-hal seperti ini sering muncul di beberapa berita televisi. Bahkan beberapa tahun lalu, muncul sebuah berita yang memperlihatkan sejumlah anak PAUD yang sedang mengikuti karnaval tapi memakai pakaian mirip pejuang ISIS. Hal ini menimbulkan reaksi yang neatif mengingat PAUD ini adalah milik sebuah Yayasan pemerintah.

Kenyataan ini tentu memiriskan kita semua. Karena akar bangsa kita adalah keberagaman alias kemajemukan. Perbedaan memang menjadi pembeda kita dengan  bangsa lainnya. Ahli budaya dunia mengatakan bahwa negara kita adalah laboratorium keberagaman yang paling kaya di dunia. Karena tidak saja menampilkan perbedaan etnis, tapi juga bahasa bahkan warna kulit.

Sehinggga jika kita mengingkarinya sama saja tidak sadar bagaimana bangsa ini terbentuk. Kita sama saja mengingkari bahwa pemuda yang mendeklarasikan Sumpah Pemuda tidak pernah melakukannya. Bahkan jika kita mengingkarinya, fatwa KH Hasyim Asyari soal jihad mempertahankan kemerdekaan juga tidak ada.

Kita yang hidup saat ini tentu tidak bisa mengingkari semua sejarah yang membuat kita berada pada kondisi seperti sekarang ini. Keinginan beberapa pihak yang menginginkan dasar negara menjadi syariaat Islam adalah contoh actual / fakta bagaimana mengingkaran sejarah itu ada. Sehingga tak heran mereka melakukan banyak cara untuk mewujudkannya.

Cara-cara yang mereka pilih tentu sangat meresahkan karena merugikan orang lain. Penyerangan ke markas polisi, mengebom tempat hiburan atau rumah ibadah umat lain adalah cara mereka yang tidak mencerminkan ajaran agama. Cara-cara yang mereka pilih adalah nyata radikalisme.

Momentum hari pahlawan sejalan untuk menggugah generasi muda melawan radikalisme. Generasi muda bisa menjadi sosok pahlawan ketika mereka dengan gigih mencegah radikalisme di sekitar mereka. Generasi muda harus menjadi sosok yang memberi wajah agama dengan inspirasi  kedamaian.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun