Mohon tunggu...
Retno Permatasari
Retno Permatasari Mohon Tunggu... Wiraswasta - Usaha Kecil

seorang yang senang traveling

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Pengajaran Agama dan Hakekat Thogut

18 Maret 2022   10:05 Diperbarui: 18 Maret 2022   10:13 69
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kira-kira sehathun lalu, kita dikejutkan dengan penyerangan seorang wanita muda yang membawa senjata soft air gun di Mabes Polri. Meski hanya bersenjata air soft gun ,namun tindakannya yang membahayakan nyawa orang lain dan institusi negara, maka wanit itu kemudian dilumpuhkan dengan menembak mati.

Sebelumnya, tepatnya tahun 2019 kita juga pernah dikejutkan dengan seorang yang berpakaian ojol masuk ke halaman polwiltabes Medan Sumatera Utara  di bagian pengurusan Surat Kelakukan Baik, seakan akan mengurus surat serupa. Namun apa yang terjadi yaitu tiba-tiba orang itu meledak dan tubuhnya tercerai berai. Beberapa polisi dan orang sipil lainnya terluka.

Setahun sebelumnya, Surabaya juga diguncang bom serupa. Selain tiga gereja dan di satu apartemen di Sidoarjo, bom juga meledak di halaman Poltabes Surabaya jalan Sikatan Surabaya. Saat itu juga terjadi pagi hari dan dilakukan oleh sebuah keluarga (plus satu anak kecil) yang sedang mengendarai motor masuk ke kantor itu. Empat bom itu serta merta membawa masyarakat Surabaya yang terkenal egaliter sadar akan bahaya terorisme ada di sekitar mereka.

Peristiwa terorisme dari tahun ke tahun memang mengalami perkembangan. Jika di awal tahun 2000-an banyak kejadian terorisme yang ditujukan untuk menyerang simbol-simbol asing untuk menggambarkan mereka memerangi kafir, seperti yang terjadi pada bom bali satu dan dua. Begitu juga bom di beberapa kedutaan di Jakarta, hotel milik asing dan lain sebagainya.

Terorisme kemudian bergeser menyerang tempat-tempat ibadah, seperti gereja di berbagai daerah. Gereja di Jakarta, Makassar, Surabaya, di beberapa kota di Jawa Timur adalah salah satu contoh bagaimana kaum radikalis menyerang kaum yang berbeda keyakinan.

Lalu bangsa kita masuk dalam masa di mana terorisme juga menyerang aparat dan simbol kebangsaan kita dengan dalih para aparat (Polisi, TNI dan aparat lainnya) dan negara adalah thogut.

Salah seorang Rais Syuriah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Ahmad Ishomuddin mengatakan bahwa kaum radikalis sering menganggap bahwa pemerintahan yang berdasarkan demokrasi Pancasila, UUD 1945 dan UU-nya buatan manusia dan bukan berasal dari Allah atau perintah Allah. Karena itu negara termasuk aparat harus dibenci, dimusuhi, ditumbangkan dan diganti dengan sistem pemerintahan Islami atau khilafah.

Faham ini juga sering didengungkan oleh para penceramah garis keras. Mereka mengajarkan hal-hal yang melenceng kepada umat. Padahal pengajaran seperti ini tidak seharusnya ada dan tidak mencerminkan agama Islam itu sendiri.  Penceramah garis keras amat berbeda dengan penceramah yang mengindahkan aspek-aspek kebangsaan.

Karena itu, mungkin kita harus lebih selektif dalam memilih pengajaran agama. Mungkin perlu juga untuk mengkritisinya. Karena tujuan utama kita berbangsa adalah kehidupan yang aman, damai. Kita melaksanakan fungsi agama, sosial dan kebangsaan sekaligus, dengan baik.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun