Mohon tunggu...
Retno Permatasari
Retno Permatasari Mohon Tunggu... Wiraswasta - Usaha Kecil

seorang yang senang traveling

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Bijaksana terhadap Remaja Keluarga Radikal

5 April 2019   11:38 Diperbarui: 5 April 2019   12:36 21
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mungkin kita ingat peristiwa sekitar tahun 2017 dimana beberapa keluarag Indonesia yang sebelumnya berangkat ke Suriah kembali ke Indonesia. Beberapa anak-anak dan bayi ikut dengan mereka. Diantara mereka mengatakan bahwa menyesal berangkat ke Suriah dan bergabung dengan ISIS karena ISIS tidak memberikan apa yang sebelumnya dijanjikan.

Pemerintah dan beberapa kalangan memberikan perhatian besar pada anak-anak yang ikut ke Suriah dan merekam banyak kekerasan dengan mata dan hatinya. "Rekaman" kekerasan itu biasanya ada di benak anak dalam jangka waktu lama.

Atau kisah lain soal pemuda ekstrem kanan. Diantara orang dan pemuda yang berangkat ke Suriah diantaranya adalah anak Imam Samudra, Umar Jundulhaq yang berangkat ke Suriah karena kegiatannya terus dipantau aparat keamanan Indonesia. Di Suriah , Umar diberi posisi strategis sebagai bagian dari ISIS dan berperang bagi ISIS meski akhirnya dia tewas.

Umar sendiri pernah dilatih dengan sangat disiplin oleh Imam Samudra ketika masih kecil dan hidup di Malaysia. Namun memang dia tidak pernah terlibat di pertempuran di Afganistan seperti ayahnya atau di Filipina. Umar dihargai oleh kaum terries karena sang ayah alah pelaku utama bom Bali yang sangat fenomenal itu.

Dari dua contoh ini kita tahu bersama bahwa terorisme juga mengkaitkan anak-anak dan remaja secara langsung atau tidak langsung. Anak Imam Samudra mendapatkan pendidikan dan latihan berperang dari sang Ayah ketika dia kecil. Karena hidup bersama dengan Imam beberapa waktu lamanya, dia juga akan menganggap bahwa terorisme dan kekerasan adalah salah satu pilihan jalan hidup. Dia berangkat ke Suriah dan tewas di sana menurut beberapa orang adalah salah satu bagian dari pilihan hidup.

Anak-anak dan remaja yang pernah dibawa orang tuanyapun punya preferansi yang nyaris sama dengan Umar Jundulhaq meski dengan versi berbeda. Anak-anak yang pernah  ke Suriah tentu pernah merasa bahwa perang untuk menegakkan sesuatu (meskipun radikal dan salah) adalah satu pilihan yang mungkin harusnya dihargai. Jika lingkungan (di Indonesia) punya perlakuan yang salah  kepada anak-anak dan remaja bisa jadi mereka punya preferensi kekerasan yang disimpan dalam beberapa tahun berikutnya.

Jadi meski ISIS runtuh, mungkin kita peru mewaspadai adanya kekerasan dalam bentuk lainnya di masa depan. Remaja dan anak-anak yang punya kaitan dengan keluarga teroris atau pernah diajak ke Suriah  memang punya "modal" soal kekerasan, yaitu rekaman kekerasan yang ada di benaknya. Agar rekaman itu tak perlu 'diulang'olehnya di masa datang.

Karena itu kita harus bijaksana memperlakukan anak-anak dan remaja eks Suriah atau yang punya kaitan dengan terorisme itu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun