Lima tahun berlakangan ini Pemerintah Indonesia menerima beberapa Warga Negara Indonesia (WNI) yang dideportasi Turki karena terkait ISIS (dari Suriah dan ingin masuk ke Turki) atau WNI yang di Turki dan berusaha masuk ke Suriah untuk bergabung dengan ISIS.
Jumlah yang dideportasi mencapai puluhan ditambah belasan warga dan tiba ke Indonesia sebanyak beberapa kali. Kebanyakan mereka diterbangkan dari Turki dan dikawal oleh aparat keamanan.
Diantara mereka terdapat beberapa keluarga yang punya beberapa anak berkisar tiga sampai belasan tahun.Background ekonomi mereka cukup baik. Menteri Sosial waktu itu yaitu Khofifah Indar Parawansa yang ikut mengikuti proses deportasi tersebut mengatakan bahwa anak-anak yang sempat dibawa oleh orangtuannya itu harus ditangani secara khusus.
Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) punya program deradikalisasi untuk para deportan ini. Program terdiri atas beberapa tahap. Tapi pemikiran ibu Khofifah memang layak diperhatikan karena memory anak kecil biasanya merekam semuanya dengan baik dan panjang.
Kekerasan dan konflik akan berada di otak mereka selama beberapa waktu. Mungkin akan tenggelam sementara,tapi tidak dipungkiri pada suatu saat memory tentang kekerasan itu akan muncul lagi di benaknya.
Ini adalah salah satu bibit kekerasan yang mungkin akan tumbuh kemudian jika tidak segera diatasi. Anak kecil itu tumbuh dengan semangat heroik yang salah, terutama karena orangtua mereka juga terlibat. Orangtua mungkin tidak serta merta bisa melepaskan diri dari pikiran radikal, terlebih mereka dengan kesadaran sendiri pergi ke Turki atau Suriah untuk bergaung dengan ISIS dengan alasan menegakkan agama Islam. Padahal itu bertentangan dengan yang semangat Islam itu sendiri.
Alasan ini adalah sebagian dari alasan yang membuat pendidikan anti radikalisme harus ada sejak dini. Selain juga beberapa alasan lain yang membuat pendidikan anti radikal ini penting. Pendidikan ini harus menjadi salah satu landasan utama untuk mempersiapkan generasi muda untuk jauh dari kekerasan dan radikalisme.
Memang tidak semua orang terlibat dalam aksi pergi ke Suriah. Tapi kita tak bisa menutup mata pada pengaruh-pengaruh radikalisme yang dibawa oleh pihak-pihak tertentu dan dipermudah dengan adanya kecanggihan teknologi.
Sehingga persoalan ini mau tidak mau menjadi perhatian kita bersama. Jangan menunggu lebih banyak orang yang berangkat ke Suriah karena pandangan yang salah soal menegakkan Islam. Banyak terpaan radikalisme melalui banyak cara.
Mau tidak mau, suka atau tidak suka, pendidikan anti radikal harus dimulai sejak dini. Mulai sekarang juga.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H