Tak dipungkiri, bibit Radikalisme terus bermunculan dan berkembang menyesuaikan zamannya. Kaum muda yang mempunyai semangat tinggi, justru banyak yang menjadi korban. Hal ini di sebabkan karena mereka belum punya fondasi yang kuat, dan merasa dirinya paling benar. Akibatnya, semua orang lain yang berbeda dengan dirinya dianggap salah.Â
Dan pada titik tertentu, orang yang salah tersebut harus diingatkan dengan cara perilaku yang intoleran dan radikal. Misalnya menebar kebencian, melakukan persekusi, hingga melakukan aksi teror.
Untuk itulah diperlukan berbagai upaya pencegahan dari semua pihak. Tidak boleh semua orang berpangku tangan. Karena bibit radikalisme saat ini sudah menyebar kemana-mana. Membiasakan budaya baca adalah salah satu cara untuk meredam bibit radikalisme. Dengan membaca kita bisa mendapatkan informasi secara valid dan obyektif. Budaya baca juga membiasakan kita melakukan cek dan ricek terhadap informasi apapun.Â
Bibit radikal menyusup melalui berbagai cara. Era medsos seperti sekarang ini seringkali mereka gunakan untuk melakukan propaganda. Apalagi medsos mendapat tempat dikalangan generasi milenial. Dari anak hingga dewasa sudah tergila gila dengan media sosial. Jika budaya literasi tidak diterapkan sejak dini, propaganda radikalisme dikhawatirkan akan masuk dalam pikiran generasi kita.
Budaya literasi harus ditularkan dalam keluarga dan lingkungan sekitar. Jika budaya literasi sudah menjadi kebiasaan, diharapkan perbedaan dan keberagaman tidak dimaknai sebagai persoalan. Karena Indonesia adalah negara yang sangat beragam, semestinya rasa saling mengerti dan memahami itu bisa terjalin antar sesama. Tidak ada lagi ujaran kebencian dan saling caci maki. Yang ada adalah ekspresi yang mempunyai pesan-pesan positif. Tidak ada ada sentimen SARA yang akhir-akhir ini sering muncul.
Kondisi inilah diinginkan semua pihak. Sayangnya, hanya karena ulang segelitir orang, membuat provokasi SARA dan sentimen kebencian terus bermunculan. Apalagi jelang pilkada serentak dan pilpres pada 2019 mendatang, diperkirakan akan terus memunculkan ujaran kebencian di media sosial. Bahkan ada pihak-pihak yang secara sengaja memproduksi informasi hoax dan ujaran kebencian, untuk menjatuhkan elektabilitas pasangan calon. Perilaku semacam ini semestinya tidak terjadi lagi. Jika merasa sebagai seorang Indonesia, semangat yang muncul seharusnya saling mengerti, saling tolong menolong, dan bukan saling membenci ataupun saling menghancurkan.
Mari kita perkaya diri dengan berbagai macam informasi. Jangan menutup diri dan bersikap eksklusive seperti yang dilakukan oleh kelompok radikal. Sebagai generasi penerus bangsa, semestinya anak muda berpikir terbuka dan penuh toleransi. Mari kita lihat sejarah. Banyak literatur yang menjelaskan bagaimana perjuangan para pendahulu merebut kemerdekaan.Â
Banyak juga literatur bagaiamana generasi selanjutnya mempertahankan dan mengisi kemerdekaan. Jika era milenial seperti sekarang ini masih diisi dengan caci maki dan saling membenci, tentu sangat merugi. Karena Indonesia adalah negara yang kaya. Dan kekayaan itu harus terus dijaga oleh generasi berikutnya. Karena itu pula, pentingnya kerukunan antar umat yang beragam itu tetap terjaga. Dan salah satu upaya untuk memperkuat kerukunan itu adalah, dengan cara memperkuat literasi media.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H