Mohon tunggu...
Retna Pangesti
Retna Pangesti Mohon Tunggu... Psikolog - Psikolog klinis

Bermanfaat bagi orang lain

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Penerapan Psikologi Islami dalam Kehidupan dan Psikoterapi

18 Januari 2023   06:59 Diperbarui: 18 Januari 2023   07:11 1144
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Manusia hadir di dunia dimaksudkan untuk beribadah kepada sang Pencipta. Seorang muslim/muslimah berkewajiban menaati perintah dan menjauhi larangan-Nya. Begitu halnya dengan muslim/muslimah yang berkecimpung di dunia psikologi. Mereka wajib menerapkan psikologi sesuai dengan ketentuan agamanya.

Beberapa ahli telah menerangkan definisi mengenai psikologi islami.  Psikologi islami diartikan sebagai perspektif Islam terhadap psikologi modern dengan membuang konsep-konsep yang tidak sesuai dengan ajaran Islam.  Pandangan lain mengungkapkan psikologi islami adalah ilmu tentang manusia yang konsepnya benar-benar dibangun dengan semangat Islam dan berdasarkan pada sumber-sumber formal islam, yaitu  Al-Qur'an dan  sunnah Nabi (Al-Hadits), yang dibangun dengan memenuhi syarat-syarat ilmiah. (Ancok dan Nashori, 1994).   

Menurut Bastaman ( 1995), psikologi islami adalah corak psikologi berdasarkan citra manusia menurut agama Islam, yang mempelajari keunikan dan pola perilaku manusia sebagai pengungkapan pengalaman interaksi  dengan diri sendiri, lingkungan sekitar, dan alam kerohanian dengan tujuan meningkatkan kesehatan mental dan kualitas keberagamaan.

Wacana psikologi islami mulai bergaung semenjak tahun 1978. Pada tahun itu di Universitas Riyadl, Arab Saudi berlangsung simposium internasional tentang psikologi dan Islam. Setahun setelahnya (1979) di Inggris, diterbitkan The Dillema of Muslim Psychologist yang ditulis Malik B Badri. Di Indonesia pada tahun 1994,  buku berjudul Psikologi Islami karya Djamaludin Ancok dan Fuad Nashori Suroso diterbitkan bersamaan dengan berlangsungnya Simposium Nasional Psikologi Islami I.

Dalam konteks yang luas, kehadiran psikologi Islami dimaksudkan untuk menghadirkan sumbangan Islam bagi pengembangan serta penyempurnaan ilmu pengetahuan dan peradaban manuasia pada umumnya ( Nashori, 2002). Psikologi islami bermaksud menjelaskan manusia dengan merumuskan apa kata Tuhan tentang manusia. Psikologi islami menyadari adanya kompleksitas dalam diri manusia di mana hanya Sang Penciptalah yang mampu memahami dan mengurai kompleksitas itu (Ancok dan Nashori, 1994).

Psikologi islami mengakui adanya hembusan ruh-Nya ke dalam diri manusia (seperti tertera dalam Al-Qurn pada Al-Hijr 15: 29,  dan Al-A'raaf7: 172).  Pemahaman ini bertujuan agar mereka mempunyai hubungan ruhaniah dengan Sang Pemilik Ruh itu, yakni Allah Swt. Dengan demikian, dalam pandangan psikologi islami, ada  4 dimensi yang terpadu pada diri manusia selama manusia itu hidup, yaitu dimensi ragawi (fisik-biologi), dimensi kejiwaan (psikologis), dimensi lingkungan (sosiokultural), dan dimensi ruhaniah (spiritual), (Bastaman, 1995).

Metode pengkajian dan pengembangan psikologi islami dapat ditempuh melalui 2 cara, yaitu metode pragmatis dan metode idealistis. Metode pragmatis adalah metode pengkajian atau pengembangan psikologi islam yang lebih mengutamakan aspek praktis dan kegunaannya. Bangunan psikologi islam dapat diadopsi dan ditransformasikan dari kerangka teori-teori Barat Kontemporer yang sudah mapan. 

Teori-teori tersebut dicarikan legalisasi atau justifikasi dari al-nash (wahyu Allah) atau diupayakan pen-tazkiyah-an (penyucian) sehingga kesimpulannya bernuansa islami. Metode ini akan menghasilkan rumusan yang lazim disebut dengan "psikologi islami". Sementara itu, metode idealistis adalah metode yang lebih mengutamakan penggalian psikologi islam dari ajaran Islam. Melalui metode ini, terciptalah apa yang disebut dengan "psikologi islam" ( Mujib dan Mudzakir, 2002).

Sehubungan dengan 2 metode psikologi islami tersebut, Ikhrom (2009) menyampaikan bahwa kerangka pikir metodologi eklektik hendaknya menjadi pilihan terbaik  dalam usaha pengembangan psikologi islami. Metode eklektik adalah mengambil jalan tengah antara metode pragmatis dan metode idealistik dengan menerima semua aspek positif dan membuang semua aspek negatif. Apapun bentuk kerangka pikir metodologinya nanti, tampilan akhir disiplin ilmu psikologi islami haruslah lebih mengutamakan nilai kewahyuan Al-Qur'an dan Al-Hadist sebagai panduan kajian.

Baharuddin (2005) mengemukakan adanya 6 karakteristik dari psikologi islami. Pertama, Teisme dan Transendental; kedua, ruh sebagai unsur utama struktur psikis (kepribadian) manusia; ketiga, dibangun dengan epistemologi fitrah yang mencakup empiris-rasional-intuitif; keempat, anthropo-religius sentris; kelima, kesatuan antara manusia, alam, dan Tuhan; dan keenam, mencari ridha Allah.

Penerapan psikologi islami dalam hal psikoterapi, disampaikan Reza (dalam Rusdi dan Subandi, 2019), terdapat 3 dasar penerapan psikoterapi islam. Ketiga penerapan tersebut yaitu Al-Qur'an, Al-Hadist, dan pengalaman manusia (orang saleh dan ulama). Bentuk metode psikoterapi islam meliputi psikoterapi melalui iman, psikoterapi melalui ibadah, dan psikoterapi melalui ruqyah. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun