Banjir yang menerjang Jabodetabek dan beberapa wilayah lainnya di Indonesia bisa berdampak terhadap kesehatan masyarakatnya.Â
Seperti yang dikeluhkan korban banjir kepada Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto, bahwa berbagai jenis gejala dan penyakit mulai dirasakan. Salah satu penyebabnya adalah karena masyarakat masih kesulitan mendapatkan air bersih.
Air luapan sungai yang bisa saja tercampur dengan air sumur atau bahkan air dari got bisa menjadi wadah untuk bersarangnya berbagai macam bakteri dan virus pembawa penyakit.Â
Terawan menghimbau untuk berhati-hati terhadap beberapa penyakit yang bisa ditimbulkan dari air kotor tersebut. Salah satu yang dirasakan oleh warga terdampak banjir adalah masalah pencernaan.
Dilansir dari Harianjogja.com, Terawan menyebut pihaknya akan memusatkan perhatian pada penyakit leptospirosis akibat banyaknya bangkai tikus yang bertebaran di kawasan terdampak banjir.Â
"Penyakit pencernaan leptospirosis karena itu kita lihat bangkai tikus banyak. Saya kemarin meninjau itu saya langsung melihat langsung. Sumber-sumber air misalnya sumur yang tenggelam itu harus segera kita surveillance, skrining, kita awasi terus daerah darah itu juga harus segera dapat terpenuhi masalah kebutuhan air bersih," tutupnya.
Sebenarnya, apa Leptospirosis itu?
Leptospirosis merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri patogen Spirochetes dari genus Leptospira, yang ditularkan secara langsung maupun tidak langsung dari hewan ke manusia, sehingga penyakit ini digolongkan dalam zoonosis (WHO, 2009).
Di Indonesia, penularan paling sering terjadi melalui tikus pada kondisi banjir. Keadaan banjir menyebabkan adanya perubahan lingkungan seperti banyaknya genangan air, lingkungan menjadi becek dan berlumpur, serta banyak timbunan sampah yang menyebabkan meningkatnya ketersediaan makanan, tempat bersarang, berlindung dan berkembang biak tikus sebagai reservoir leptospirosis. Dinas kesehatan Provinsi Jakarta (2003) menyebutkan bahwa tikus  merupakan sumber penularan Leptospirosis yang paling potensial diantara hewan lainnya.
Penyebaran penyakit ini dapat meningkat sebesar 37 kali sepada saat curah hujan tinggi. Kemampuan Leptospira untuk bergerak dengan cepat dalam air dan dapat bertahan hidup di dalam air bersifat basa sampai 6 bulan lamanya menjadi masalah yang signifikan. Iklim yang sesuai untuk perkembangan Leptospira ialah udara hangat (25C), tanah basah/lembab, dan pH tanah 6,2-8.