Mentari tampak cerah seperti biasanya, ramai orang berlalu-lalang di tengah kota. Di sisi trotoar terlihat seseorang sedang duduk sembari menundukkan kepala dengan mangkuk kecil berada di depannya. Banyak orang yang merasa iba sehingga seringkali memberikannya uang. Aku pun mendekatinya, ternyata ia tidak memiliki tangan dan jari, kakinya pun terlihat tidak normal. Ia terlihat sangat malu saat mengemis di jalanan karena ia terus menutupi wajahnya dengan pakaiannya. Seperti yang kita ketahui mungkin tidak hanya satu dua penyandang disabilitas yang mengemis di jalanan.
Sebagai manusia normal, kita tidak boleh mencemooh mereka apalagi sampai merendahkan mereka karena kekurangannya. Mungkin kita tidak tahu, sebenarnya banyak dari mereka yang ingin bekerja seperti orang normal lainnya. Seorang tuna netra, Bapak Widodo warga Dusun Tegalrejo, Desa Maguwoharjo Kecamatan Depok, Sleman mencoba melamar pekerjaan ke kantor Departemen Agama Sleman. Namun, ia mendapat penolakan dari Pemerintah Kabupaten Sleman untuk tidak mengikuti tes karena keterbatasan fisiknya.Â
Padahal sudah jelas dalam UU. Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas sudah mewajibkan untuk mengedepankannya. Bagaimana kaum difable akan maju, jika diperlakukan diskriminatif? Mereka ingin hidup normal dan diperlakukan adil seperti yang lainnya. Mereka selalu bersemangat, tetapi banyak yang melunturkan semangatnya bahkan untuk mencari pekerjaan pun sulit.
Dalam hal ini, seharusnya pemerintah lebih mempertegas lagi kebijakannya mengenai para penyandang disabilitas. Kita semua tidak tahu apa yang ada di balik kekurangan mereka, yang pasti di balik kekurangan pasti ada kelebihan yang luar biasa. Jangan mengganggap orang lain lebih rendah dari kita karena belum tentu kita lebih baik daripada mereka. Jika seperti itu, maka tidak akan ada lagi kata "Diskriminasi".
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H