Mohon tunggu...
Resty Febiyanti
Resty Febiyanti Mohon Tunggu... Lainnya - penulis pemula

Writing curiousity, inspiring knowledge

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Melampaui Batas IQ : Mengapa Growth Mindset Menjadi Kunci Kesuksesan

17 Januari 2025   12:40 Diperbarui: 17 Januari 2025   11:45 26
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Pernahkah kamu mencoba melakukan test IQ? Apakah menurutmu test IQ itu penting dan relevan dalam menentukan jurusan kuliah, seleksi penerimaan mahasiswa atau pegawai sampai seleksi calon menantu idaman? Jika test IQ sangat penting, maka bagaimana pendapatmu kalau ada penelitian yang menyatakan tingkat IQ rata-rata manusia Indonesia ada di level 78,49 sebagai perbandingan IQ dari simpanse cerdas adalah 90, lalu apakah benar manusia Indonesia (termasuk saya dan kamu yang membaca ini) lebih bodoh dari simpanse?

IQ (Inteligence Quotien) adalah ukuran kecerdasan yang melibatkan masalah logika, konsep IQ ditemukan oleh Francis Galton yang kemudian dikembangkan oleh Alfred Binet pada awal abad ke-20. Sebenarnya sah-sah saja menggunakan IQ untuk mengukur kecerdasan kognitif seseorang, namun persepsi tentang ukuran ini sangat kuat dalam pikiran manusia, sehingga yang ditakutkan bukanya hasil dari pengukurannya, namun pemikiran, mindset dan mentality kita tentang nilai IQ tersebut.

Misalkan, Sizuka seorang adalah mahasiswi tingkat 4 yang memiliki IQ 130, ia tentu senang dan bangga karena ia memenuhi kriteria penerimaan pegawai di BUMN impiannya, namun karena merasa IQ nya lumayan tinggi, Sizuka mulai malas belajar hal baru dan enggan mengembangkan diri, alhasil saat masuk ke dunia kerja dia memiliki etos kerja yang rendah, tidak menonjol dan tidak memiliki pencapaian. Sebuah misal lainnya, Nobita seorang siswa SMA dengan nilai IQ 95 merasa rendah diri dan melepaskan semua mimpi dan cita-citanya sebagai dokter karena menganggap dirinya tidak mungkin dapat diterima di fakultas kedokteran. Kedua pengayaan tadi bukan tidak mungkin terjadi, kehidupan seseorang berubah hanya karena sebuah angka di atas kertas.

Hal yang paling menakutkan dari adanya test IQ adalah pola pikir yang dinamakan fixed mindset. Kedua contoh di atas adalah menggambarkan apa yang akan terjadi bila kita memiliki fixed mindset. Sekali kita diklasifikasikan sebagai 'sangat cerdas', 'cerdas', kurang cerdas' dsb, kita akan merasa label itu akan tetap melekat pada diri kita sampai nanti mati. Padahal ada banyak cara untuk meningkatkan kecerdasan dan merubah label diri kita, tentu dengan perubahan pola pikir menjadi growth mindset.

Konsep growth mindset dan fixed mindset diperkenalkan dalam buku berjudul 'Mindset' yang ditulis oleh Dr. Carol Dweck, profesor psikologi di Stanford University. Growth mindset adalah pola pikir yang berkebalikan dengan fixed mindset yang meyakini bahwa kecerdasan seseorang dapat berkembang melalui usaha, strategi, ketekunan dan bantuan orang lain.

Bagaimana kita dapat memiliki growth mindset? Hal utama yang perlu dilakukan adalah menumbuhkan keinginan untuk terus belajar, tidak takut pada kegagalan dan menghargai kritik. Memang bukan hal yang mudah untuk dilakukan, merubah mindset bukanlah hal yang dapat dilakukan dalam satu malam. Perlu konsistensi dalam motivasi dan kesadaran diri yang tinggi.

Manusia pada dasarnya memiliki kesadaran untuk berkehendak, itulah yang membedakan kita dengan binatang dan dengan Artificial Inteligence (AI). Kesadaran berkehendak ini termasuk memiliki kehidupan yang lebih baik, lebih nyaman, lebih mudah serta kelebihan lain yang menguntungkan kita. Misalnya jika kita ingin menuju ke titik B dari posisi kita saat ini di titik A, kita tentu perlu motivasi untuk bergerak atau berjalan, motivasi tersebut hanya muncul apabila kita punya kesadaran. Kesadaran ini adalah factor utama agar kita terus memiliki growth mindset.

Kita pasti pernah atau seringkali merasa bahwa kecerdasan kita lebih rendah dari orang lain sehingga kita sangsi pada kemampuan diri sendiri, padahal membandingkan diri kita dan orang lain tidak selalu baik. Jadi daripada kita sibuk minder, lebih baik kita focus pada pengembangan dan pertumbuhan diri kita sendiri, kalau mau membandingkan diri kita sekarang cobalah bandingkan dengan diri kita di masa lalu.

"Ability is what you're capable of doing. Motivation determines what you do. Attitude determines how well you do it." - Lou Holtz

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun