Mohon tunggu...
Resty
Resty Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

Penikmat fiksi dan non-fiksi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Bahagia Versiku: Berbagi dengan Cara Sendiri

31 Desember 2020   11:23 Diperbarui: 31 Desember 2020   11:41 236
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Apa itu kebahagiaan? Rasanya pertanyaan ini sangat sulit dijawab dengan pasti meskipun semua orang pernah merasakan kebahagiaan dalam hidupnya. Dalam Stanford Encyclopedia disebutkan bahwa para filosofis mengaitkan definisi kebahagiaan kepada dua hal yaitu keadaan pikiran (state of mind) atau kehidupan yang berjalan baik menurut orang yang menjalaninya. Definisi kebahagiaan mungkin saja bisa dipersempit seperti ini, namun hal-hal yang bisa membuat bahagia berbeda-beda bagi setiap orang sebab setiap orang memiliki versi kebahagiaannya masing-masing. Ada yang bahagia karena hal-hal besar seperti harta berlimpah dan prestasi banyak, namun ada pula yang bahagia karena hal-hal kecil seperti mendapat paket melalui JNE.

Saya pribadi memiliki perjalanan cukup panjang mengenai kebahagiaan. Saya menghabiskan waktu bertahun-tahun bergulat dengan trauma, menyalahkan diri sendiri, menyalahkan lingkungan, menyalahkan orang lain, dan menyakiti diri sendiri. Selama bertahun-tahun, saya sibuk berambisi besar, ingin mencapai ini-itu agar bisa bahagia. 

Tapi nyatanya, semua itu hanya membuat saya semakin tenggelam dalam ketidak-bahagiaan. Ternyata, semakian banyak yang saya capai, saya malah semakin merasa tidak puas dan tidak berarti. Namun, perjalanan membawa saya melewati hal-hal yang membuat saya lebih menghargai hal-hal kecil di sekitar yang tanpa saya sadari menjadi bagian dari proses kesembuhan diri (self-healing).

Sejak kecil, saya suka menulis, sebuah hobby yang tidak pernah cukup saya hargai, tidak pernah menjadi bagian dari mimpi atau ambisi besar. Padahal, kegemaran ini mungkin adalah alasan terbesar mengapa saya bisa melewati masa-masa sulit. Kesedihan, kebahagiaan, pengalaman selalu saya tuangkan dalam tulisan, apapun bentuknya, entah itu cerpen, puisi, atau hanya sekedar curhatan. Mungkin karena menulis bagi saya terasa begitu alami, berjalan begitu saya, berkembang sejalan waktu. Belum begitu lama, saya baru menyadari bahwa menulis sudah menjadi bagian besar dalam hidup saya. Bahkan kini, menulis membuat saya bertahan, dari segi moril dan materiil selama masa pandemi, memasuki masa quarter life crisis.

Bagi saya pribadi, saya merasa bahagia saat bisa berbagi pemikiran dan pandangan secara bebas dan dewasa tanpa judgement. Dan menurut saya, menyampaikan pemikiran dan pandangan lewat tulisan adalah cara paling nyaman dan menyenangkan. Mengapa berbagi pandangan begitu penting bagi saya? 

Pertama, setiap orang tentu memiliki pemikiran dan pandangannya masing-masing, entah itu pandangan dari hasil pemikiran panjangnya sendiri atau pandangan yang dipengaruhi oleh lingkungan atau gabungan keduanya. Sudah hal alami bagi manusia untuk menyuarakan pandangan itu. 

Kedua, pemikiran itu adalah basis dari perilaku seseorang yang tentunya pada akhirnya mempengaruhi interaksinya dengan orang lain dan terbentuklah budaya tertentu dalam masyarakat. Dari sanalah muncul isu sosial. Isu sosial yang mungkin merenggut kebahagiaan orang banyak, seperti kekerasan seksual, perundungan, kekerasan terhadap anak, dll. Sebegitu pentingnya sebuah pandangan, bisa menentukan bahagia atau tidaknya sebuah masyarakat.

Contoh spesifiknya, pandangan orang terhadap perempuan tentunya mempengaruhi hidup perempuan, mulai dari bagaimana perempuan dibesarkan hingga bagaimana ia diperlakukan dalam masyarakat.  Nantinya, hal ini akan berpengaruh pada kehidupan perempuan secara keseluruhan, termasuk dalam menggapai mimpinya. Jika masyarakat berpandangan bahwa perempuan tidak harus berpendidikan tinggi dan tidak boleh bekerja di luar rumah, maka kehidupan perempuan selamanya akan menjadi masyarakat kelas kedua (second class citizen) yang tidak setara dengan laki-laki. 

Jika masyarakat berpandangan bahwa pelecehan seksual terjadi karena cara berpakaian perempuan dan bukan karena kejahatan pikiran pelaku, maka selamanya kekerasan seksual tidak akan selesai dari akarnya. Sebab, menyalahkan korban justru akan semakin membuat korban takut melapor dan para calon pelaku semakin berani.

Permasalahan di atas adalah masalah sosial besar yang harus diubah. Jalan panjang untuk mengubahnya adalah dengan mengubah pola pikir atau pandangan masyarakat. Sebagai perempuan, saya tentu ingin memberi kontribusi bagi pergerakan ini, sekecil apapun itu dengan kemampuan saya. Dalam hal ini dengan cara berbagai pandangan melalui tulisan. Oleh karena itu, tulisan saya banyak mengangkat isu perempuan dan kesetaraan gender.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun