Kemanusiaan itu satu dan itu Ragam Bentuknya;
"Kemanusian itu satu , kendati berbeda bangsa ,asal usul ,dan ragamnya. Berlainan bahasa dan adat istiadatnya ,kemajuan dan cara hidupnya. Semua merupakan sebuah keluarga besar."
Kiranya begitulah yang Romo Soegija pernah katakan. Bukan tanpa sebab beliau mengatakan demikian . Romo yang juga seorang pejuang kemerdekaan telah mencontohkan bagaimana caranya menumbuhkan nilai cinta kasih dan toleransi untuk kita teladani di masa kini.
Ingatanku berkelindan jauh menerawang kembali ke masa kecil . Dahulu aku pernah mengikuti lomba mewarnai dan melukis tingkat kecamatan bersama anak-anak sepantaranku di sebuah unit sekolah milik Yayasan Seraphine Bakti Utama. Aku yang waktu itu masih di usia taman kanak-kanak sedikit kebingungan mencerna suasana tempat perlombaan yang dihadiri 'teman-temanku' dengan penampilan berbeda dariku yang berjilbab. Seolah mengerti kegelisahanku , almarhum Mamakku yang kala itu ikut mendampingi kemudian memberikan wejangan bahwa kita semua yang sedang berlomba disini tidaklah berbeda . Tidak perduli darimana kamu berasal yang diperlukan dalam lomba hari itu adalah belajar bersama.
"Mereka memiliki tempat ibadah yang gambarnya nempel di kamar . Mba Etu masih ingat kan ? Mirip sekolah Dulce ya ?" begitu kira-kira yang kuingat dari penjelasan Mamak dalam bahasa Jawa. Apalagi saat terdengar nama Dulce , tokoh dalam cerita telenovela terkenal pada dekade 2003-an yang sangat kunanti acaranya setiap pulang sekolah .Mataku berbinar mengingat penggalan memori itu . Pengalaman dan nilai toleransi yang diperkenalkan saat kecil itulah yang kemudian membantuku tidak lagi canggung pada saudara Simbah Kung yang memasang lukisan dewa-dewi dirumahnya yang kutemui manakala setiap silahturahmi Idul Fitri.
Setelah aku kemudian merantau jauh ke Kota Yogyakarta untuk berkuliah ,saat itulah aku belajar lebih jauh mengenai apa arti "menghargai" dan "menjunjung tinggi toleransi". Aku harus belajar beradaptasi dan juga berteman dengan banyak sekali kawan dari beragam latar belakang. Salah satu dari sekian kawan adalah Kabut , Desi ,dan Hanis.
Kami berempat kemudian terlibat praktik lapangan bersama di sebuah dusun di kaki Gunung Merapi ,awal tahun lalu . Kami berteman dan saling berbagi tak jarang juga bertukar argument. Tidak ada batas atau sekat yang sengaja terpasang apalagi dibuat-buat meski aku dan Kabut adalah seorang Muslim , sedangkan Desi adalah seorang penganut Hindu. Hanis sendiri seorang Katolik. Prinsip kami selaras yaitu ; toleransi .
Cerita mengalun ,semester demi semester telah dilalui. Kemudian , 'ndilalah' cobaan datang menghampiri. Wabah COVID-19 yang berskala global juga membuat kegiatan perkuliahan normal terhenti .Saat --saat beban perkuliahan yang semakin berat dan putusnya koneksi komunikasi membuat tahun 2020 terasa berat dan tak mengenakan. Hal ini juga berimbas pada kegiatan kami berempat yang juga tidak bisa bertemu secara langsung pada kegiatan kelas di kampus akibat adanya pembatasan kegiatan.
Waktu terus berlalu , tidak terasa nuansa "gegap gempitanya" hari perayaan untuk Hanis dan keluarga akan segera tiba. Hari itu ,terlintas dalam benakku untuk berbagi dengan mengirimkan bingkisan sederhana . Semua ini dilandasi semangat saling mengasihi sebagai umat beragama. Setelah menimbang-nimbang apa saja yang diperlukan diriku lantas mengemas kado kemudian ketika berkesempatan kembali berkunjung sebentar ke Yogyakarta, kupilih agen ekspedisi JNE yang sudah terkenal kualitasnya untuk membantuku mengantarkan "salam damai" ini.
Salam Damai dari JNE : Kado Manis untuk "Meisje" Dulce Hanis
Siang itu aku datang ke Kantor Cabang JNE Wilayah Sleman yang kantornya dekat dengan kampus almamaterku. Setelah mengantri dari dua orang yang saat itu sama-sama datang ,petugas lalu ramah menanyakan apa yang bisa dibantu. Saat itu , aku terlupa belum menuliskan alamat rumah Hanis dan petugas dengan cekatan membantuku menyalin alamat ke dalam surat keterangan. Petugas lalu memastikan alamat pengiriman dan memberitahuku estimasi pengiriman sekitar 2 hari untuk jangka waktu paling lama sekaligus sebagai waktu antisipasi tersendatnya paket akibat wabah pandemi. Petugas juga membantuku ketika kesulitan mencari bentuk pengemasan. Alhasil , karena bingkisan yang akan kukirim termasuk benda noncair dan pekat ,petugas lalu menyarankan pengemasan dua lapis menggunakan buble wrap setelah tas kecil pembungkus kadonya kemudian terakhir ditutup plastic hitam dan dipacking dengan rapih. Dengan pelayananannya yang prima dan terjamin seperti ini ,aku merasa puas dan aman serta merasa tenang dengan bantuan dan kapabilitas ekspedisi JNE.
Ekspedisi JNE sendiri merupakan salah satu ekspedisi terkemuka. Aku tidak terlalu asing dengan jasa ekspedisi besutan Soeprapto Suparno ini. Pengalaman menerima belanjaan online yang dikirim dari luar wilayah Jawa Tengah dengan kondisi yang tetap prima selama musim pandemi ini juga karena kupilih menggunakan jasa JNE.
Terakhir , pada perayaan hari Ibu 22 Desember kemarin aku juga memilih bantuan JNE untuk mengirimkan gift sederhana . Nilai kebersamaan ,toleransi dan semangat berbagi juga dijunjung oleh perusahaan jasa layanan antar ini . Dari berita-berita positif yang aku baca ,dalam rangka merayakan 30 tahun perjalanan bisnisnya JNE berbagi dengan para yatim dan dhuafa. Semangat dan semarak berbagi juga dilakukan di tingkat regional ,salah satunya Pekan Raya Komunitas (PERAK ) 2019 yang diadakan oleh JNE wilayah Kebumen-Magelang di GOR Manunggal Gombong sebagai agen JNE lokal yang setia mengantarkan pesananku. Pengalaman malang melintang selama hampir 30 tahun ,membuat JNE masuk rekomendasi top list jasa ekspedisi dengan salah satu ciri khasnya yaitu kental dengan nilai humanis.
Alhamdulilah ,satu hari setelah pengiriman gawaiku berbunyi pertanda notifikasi pesan masuk. Kabar dari Hanis kalau bingkisanku mendarat dengan aman. Lega sekaligus bersyukur . Berbagi dan memberi bingkisan kepada Hanis semacam ini seperti mengulang memori lama mengenal telenovela 'Carita de Angel' dengan tokohnya seorang "meisje " cantik ( Bahasa Belanda : Nona) yang pada era itu begitu kugandrungi karena sifatnya yang pantang menyerah dan selalu ceria serta tabah , si Dulce Maria .
Aku mengucap syukur dapat menutup tahun ini dengan pengalaman menyantuni lintas umat bersama JNE untuk menyebarkan salam damai ke penjuru negeri. Seperti pelita yang akan meredup apabila tidak ulang disulut , teriring doa semoga kedamaian dan ketabahan senantiasa menaungi kita semua. Seperti apa yang pernah diucapkan salah satu penyair favoritku , Seno Gumira Ajidarma ; "... orang yang bijak akan menerima segala bentuk perbedaan sebagai kekayaan karena keseragaman pikiran sungguh-sungguh memiskinan kemanusiaan".
Almarhum Gusdur juga pernah mengingatkan dalam potret bahasa kebinekaan yang menjadi ciri khas beliau ; bahwa tidak penting apa pun agama atau sukumu .Kalau kamu bisa melakukan sesuatu yang baik untuk semuaorang ,orang tidak pernah tanya apa agamamu.
Akhir kata ; Helle Warme Gezellige Kerstdagen en een heel gelukkig nieuwjaar vol met liefde gezondheid .
Damai natal untuk kita semua dan selamat menyongsong langkah baru di tahun baru .Berkah dalem , Salam Rahayu . Salam Damai . Insyallah Gusti Allah selalu menaungi.
Bersama JNE #berbagikebahagiaan ; Semangat berbagi ,memberi ,dan menyantuni .
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H