Kita berjumpa lagi
pukul 00.00 yang menuju pagi
dimana riak angin malam berpadu alunan gitarku yang berdawai
bukan wajahmu, bukan juga bayangmu
tetapi kenangan tentangmu
dan gitarku terus berdawai...
bersatu dengan elemen elemen imajiku tentangmu
kau dengan segala impian dan pikiranmu
tentara atau atlet
musisi atau politisi
kau berbicara tentang negaramu
kau berkata tentang pengabdianmu
walaupun negaramu selalu mendustaimu
dan gitarku terus berdawai...
menemani lamunanku dibawah semesta yang temaram
bila aku menyertai mimpimu, kau bawa untuk menjadi selamanya
kau yang sebagai tentara negaramu
tubuhmu yang tegap sempurna dibalut pakaian tugas berlencana
dan aku akan menggosok lembut senapan dan pelurumu
melepasmu pergi untuk hari-hari yang panjang
bertempur dalam ganasnya medan perang
membela kehormatan negaramu
menjaga kibaran suci benderamu
dan gitarku terus berdawai...
Merayu tetes airmataku tanpa bisa ditopang
membayangkan sejuta asa menyertaimu dalam setiap takdir yang kau pilih
bilamana kau menjadi seorang atlet
bermandikan peluh dan lebam di kaki tanganmu
tanpa mengurangi ketampanan dan pesonamu sebagai seorang pengabdi
kau bertarung dalam luasnya bentang lapangan
dan aku akan terjaga dikursi terdepan
tanpa sedetikpun melepas pandanganku dari gerak tubuhmu
lalu mendatangimu dengan derasnya pelukku
menyapukan tetesan peluh yang membanjiri tubuhmu yang panas
kau berkobar demi harumnya nama negaramu
dan gitarku terus berdawai...
Memuji semesta dengan misterinya yang tingkat tinggi
membentuk partikel-partikel nyata sebagai proses alami dalam fananya sebuah kehidupan
dimana setiap aku berpikir, dan itu hanya tentangmu
berkhayal bila aku yang menjadi abadimu
menemani hari harimu sebagai seorang musisi
menjalani setiap detikku dengan alunan syairmu
mengalun lembut membangkitkan desir desir cintaku
kau dengan gitarmu, atau dengan pianomu
mengabadikan setiap keindahan yang semesta berikan
dalam untaian nada nada yang agung
dengan inilah sebuah pengabdianmu
mengisi indahnya negaramu
menjaga negaramu dari virus virus disintegrasi
dan gitarku terus berdawai...
Memikirkan pemikir seperti dirimu
yang terus berbicara tentang abdi dan hanyalah pengabdian
bila kelak jalanmulah menjadi seorang politisi
dengan bijaknya kau melayani jutaan rakyatmu dengan mulutnya yang lebar menganga
menyelamatkan ribuan rakyatmu dari ancaman kebodohan dan kemiskinan
yang hingga kini begitu melekat pada negaramu
lalu aku melihatmu mengetuk pintu dengan lelah
menyambutmu dengan antusiasme yang membuncah
menanyakan kabar rakyat diluar sana, masihkah mereka menjerit jerit kelaparan?
kau menjawab dengan senyum tampanmu
dengan senyummu aku tahu, kini jeritan itu telah berubah menjadi alunan merdu nyayian nyanyian kecil penuh kebahagiaan
dan inilah bentuk pengandianmu
bersua dengan rakyat jelata tanpa secuilpun hasrat memperkaya tubuh kurusmu
dan gitarku terus berdawai....
Menyingkap sayup angin yang bernyanyi malu malu
menghantarkanku pada pejaman mataku
pada indahnya mimpi merangkul mimpimu
dan inilah dawai terakhir gitar usangku
menjemput semesta mengamini setiap harapan menyertaimu
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H