Cerita ini bermula dari acara jalan-jalan saya ke sebuah mal di Malang, saat itu saya mengunjungi booth dari WWF (World Wildlife Fund). Volunteer WWF menjelaskan berbagai progam WWF untuk kelestarian alam dan satwa namun juga memberikan informasi yang penting bagi masyarakat awam. Indonesia menempati urutan kedua setelah Tiongkok sebagai negara produksi sampah plastik yaitu 5,4 juta ton per tahun. Tak terlalu mengejutkan, karena kebiasaan masyarakat Indonesia yang cenderung konsumtif dalam kehidupan sehari–hari begitu erat dengan penggunaan kantong plastik tanpa diiringi perilaku bijak dalam mempergunakannya. Jadi, sudah tahukah anda, per tanggal 21 Februari 2016 mulai diberlakukan “Kebijakan Kantong Plastik Berbayar” atau “Pay for Plastic” di Indonesia?! Hmm, kebijakan ini akan dibebankan konsumen dengan membayar tiap kantong plastik yang dipergunakan pada ritel–ritel modern. Waah. jadi tidak ada kantong plastik yang gratis nih?!
Apa sih tujuan dari Kebijakan Kantong Plastik Berbayar? Kenapa kita diwajibkan membayar untuk kantong plastik? Apa yang dapat kita lakukan untuk mendukung Diet Kantong Plastik?
Saat kita berbelanja di ritel modern, coba sejenak perhatikan tulisan seperti gambar di bawah ini
“Tas ini dapat hancur dengan sendirinya” atau “Tas plastik ini akan hancur dengan terurai dalam waktu 2 tahun saja”. Tentu saja kekhawatiran kita untuk mencemari lingkungan menjadi berkurang. Karena kita meyakini kantong plastik yang kita pergunakan termasuk kategori ramah lingkungan. Kan kantong plastik itu akan hancur, toh pergunakan saja. Maka, makin rendahlah kesadaran masyarakat untuk menggunakan kantong plastik secara bijak. Dari berbagai sumber yang saya baca, nyatanya kantong plastik itu tak kan terurai dengan sendirinya. Dibutuhkan suhu tinggi atau lebih dari 500C, radiasi cahaya matahari hingga paparan udara menjadi syarat agar plastik tersebut bisa terurai. Butuh waktu ratusan tahun agar kantong plastik tak mudah untuk teruraikan oleh tanah. Kondisi tanah yang tercemar plastik akan menurun kesuburannya. Pemusnahan kantong plastik dengan cara membakar malah menimbulkan penyakit bagi manusia akibat asap dari bahan–bahan kimia berbahaya sebagai penyusun kantong plastik.
Namun bagaimana jika kantong plastik yang kita kira “ramah lingkungan” itu terbawa hingga ke laut? Mampirlah ke youtube sebuah animasi sederhana dari National Geographic berjudul “Are you eating plastik for dinner?” dengan durasi + 4 menit akan menyajikan dampak dari penggunaan plastik bagi lingkungan dan manusia. Plastik yang terurai menjadi mikroplastik seukuran plankton tertelan biota laut dan masuk ke rantai makanan. Biota laut seperti ikan, kerang, cumi dan lain–lain yang tak sengaja menelan mikroplastik itu, kita konsumsi. Tentu hal ini menimbulkan permasalahan kesehatan jika kita secara kontinu mengkonsumsinya.
Diet Kantong Plastik merupakan langkah yang baik bagi kita untuk mengubah mindset dan gaya hidup. Pergunakan kantong plastik yang sama secara berulang. Saat berbelanja, berusahalah untuk kita membawa tas pakai ulang. Langkah kecil ini, selain kita berhemat dari pembayaran kantong plastik juga menghemat penggunaan kantong plastic yang akan berujung pada limbah. Pada awalnya pasti sulit, tapi tentu patut dicoba bukan.
Pay for plastic. Sudah siapkah kita sebagai konsumen untuk membayar tiap kantong plastik yang kita pergunakan, namun wujudkan kesadaran kita untuk mengubah mindset dan perilaku dengan mempertimbangkan dampak terhadap lingkungan. Karena masalah lingkungan adalah tanggung jawab bersama. Pay for future. Siapkah kita menghadapi berbagai masalah kesehatan, lingkungan, kelestarian makhluk hidup jika kita tidak mengubah mindset dan gaya hidup kita. Let’s change for better future.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H