Generasi muda adalah generasi yang kelak akan memimpin negeri ini. Masa depan negara terletak di tangan generasi muda, oleh karena itu generasi muda diharapkan berperan aktif dalam pembangunan negara. Namun di era globalisasi saat ini banyak bermunculan pemikiran-pemikiran baru, diharapkan generasi muda mampu menyaring mana pemikiran yang berdampak positif dan mana yang negatif. Salah satu pemikiran yang berdampak negatif adalah radikalisme, dimana suatu kelompok atau orang menginginkan suatu perubahan atau pembaharuan baik sosial maupun politik dengan cara kekerasan.
Radikalisme juga adalah sesuatu pemikiran yang menginginkan jalan pintas untuk menggapai suatu tujuan. Para penganut paham ini selalu menganggap bahwa dirinya merasa adalah yang paling benar dan yang lain salah. Cikal bakal lahirnya radikalisme adalah sikap intoleransi. Intoleransi terdiri dari dua kata, yaitu kata “in” yang berarti “tidak”, dan kata “tolerance” yang berarti rasa hormat atau tenggang rasa. Dapat disimpulkan bahwa intoleransi merupakan suatu sikap tidak menghargai. Atau sekelompok orang yang menolak memberikan toleransi atau menghormati kelompok lain dalam masyarakat, baik dari sudut pandang agama, ideologi, atau budaya, dengan keyakinan bahwa kelompoknya benar dan kelompok lain salah ada.
Generasi muda sangat diharapakan untuk mampu hidup berdampingan dengan sesama lainnya. Hal ini dapat timbul dari berbagai aspek kehidupan, mulai dari aspek sosial, politik, budaya, dan agama, sehingga seringkali ditandai dengan perbedaan-perbedaan yang berbeda sehingga memerlukan rasa saling menghormati dan saling memenuhi. Seringkali, perasaan egoisme sepihak dan keinginan kuat untuk mempertahankan ideologi seseorang dapat mengarah pada pemahaman yang sangat fanatik tentang sesuatu, sehingga mendorong kekerasan.
"Masa depan bangsa ada pada pundak kalian (para pelajar) untuk memenangi kompetisi global", demikian diungkapkan oleh Presiden Republik Indonesia Joko Widodo dihadapan sekitar 4,500 pelajar dalam acara Bela Negara Tanpa Narkoba, Pornografi, dan Kekerasan Menuju Kejayaan Indonesia yang digelar Organisasi Aksi Solidaritas Era (OASE) Kabinet Kerja di Jakarta (Kompas, Kamis, 12 Oktober 2017).
Selain itu, Presiden juga mengimbau pelajar untuk menghindari kekerasan dan perundungan, mulai dari intimidasi fisik hingga intimidasi psikologis. Hal ini harus dilakukan karena kekerasan dalam bentuk apapun merugikan. Oleh karena itu, pelajar dan pemuda harus menjadi manusia terpelajar dan harus mempunyai budi pekerti yang santun, santun dan beradab agar generasi muda menjadi generasi yang tangguh, baik dan tangguh.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H