Dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007, pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Dari definisi ini, terlihat bahwa negara berhak untuk memungut pajak dari rakyat, namun kembali lagi digunakan untuk memakmurkan rakyat. Dalam hal ini, Direktorat Jenderal Pajak adalah pihak yang bertugas untuk menghimpun pendapatan pajak sebesar-besarnya.
Namun, di awal tahun 2020 terdapat pandemi yang mewabah di hampir seluruh negara di dunia, tak terkecuali Indonesia. Hal ini tentu saja menimbulkan dilema di dalam pemerintahan. Di satu sisi, pemerintah harus menghimpun penerimaan negara. Namun, di sisi lain jika pemerintah tetap menarik pajak dari rakyat, rakyat juga akan tertekan karena pandemi menimbulkan efek yang merata di dalam masyarakat, terutama menengah ke bawah. Selain menghimpun pendapatan dari sektor pajak, pemerintah juga harus memperhatikan kesejahteraan rakyatnya.Â
Hal ini menjadi meomentum bagi kita semua untuk menjadi lebih peduli dengan keadaan sekitar kita. Saatnya bagi seluruh masyarakat untuk saling bahu-membahu dan kembali mengingat landasan berdirinya negara kita, yaitu Pancasila. Seluruh lapisan masyarakat juga mengalami hal yang serupa. Kita semua mengalami masalah yang sama. Dalam hal ini, pemerintah juga tidak hanya tutup mata. Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah yaitu banyak menerbitkan insentif perpajakan untuk meringankan beban pajak, salah satunya adalah insentif pajak terhadap pengusaha UMKM. Hal ini tentu saja sejalan dengan sila kelima pancasila yang berbunyi "Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia"
Selama masa pandemi covid-19, pemerintah melalui Kementerian Keuangan telah menerbitkan PMK 44/PMK.03/2020 tentang Insentif Pajak untuk Wajib Pajak Terdampak Pandemi Corona Virus Disease 2019. Dalam PMK tersebut disampaikan bahwa pemerintah akan menanggung PPh Final PP 23 UMKM hingga September 2020. Namun, terlihat bahwa hingga 10 Juli 2020 baru sebanyak 201.880 pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang telah memanfaatkan insentif pajak tersebut. Jumlah ini tentu saja masih sangat jauh dari target, yaitu pengusaha UMKM yang membayar PPh final 0,5% yang berjumlah 2,3 juta wajib pajak.
Banyak faktor yang menjadi penyebab minimnya pemanfaatan insentif pajak bagi UMKM ini. Yang pertama adalah kurangnya sosialisasi dari pihak DJP sendiri kepada pengusaha UMKM mengenai insentif tersebut. Hal ini menyebabkan banyak wajib pajak UMKM yang tidak mengetahui bagaimana cara mendapatkan insentif tersebut. Banyak yang mengira bahwa program ini otomatis akan didapatkan oleh pengusaha UMKM. Padahal, wajib pajak harus mendaftarkan secara mandiri untuk memperoleh insentif ini. Maka sudah selayaknya kita sebagai warga negara saling bersatu dan mengingatkan mengenai adanya insentif ini sehingga banyak pengusaha UMKM bisa bertahan di tengah pandemi ini. Â
Ada situasi dimana pengusaha yang terpaksa menutup usahanya sehingga memutuskan untuk tidak memanfaatkan insentif pajak ditanggung pemerintah yang diberikan oleh DJP. Ada juga WP yang memiliki profit minus sehingga tidak merasa perlu melapor ke kantor pajak. Jadi pendataan yang dilakukan oleh DJP pun juga mengalami kesulitan karena sistem yang kurang memadai.
Lalu, halangan lain adalah banyaknya UMKM yang tidak memiliki NPWP. Dari 64 juta UMKM di Indonesia, baru sekitar 2,3 juta UMKM yang memiliki NPWP dan membayar pajak ke negara. Jumlah ini baru sekitar 3,5% dari total UMKM di Indonesia. Di sini terlihat bahwa kesadaran dari pengusaha UMKM untuk membayar pajak masih rendah. Ini tentu saja menjadi pekerjaan rumah bagi DJP untuk lebih merata dan intensif dalam melakukan sosialisasi tentang pentingnya pajak dan produk yang diterbitkan oleh kemenkeu. Jadi untuk kedepannya produk-produk yang ditawarkan kemenkeu seperti insentif di atas dapat menjangkau target yang lebih luas. Karena sekecil apapun bantuan yang datang di saat seperti ini sangat berarti dan dapat meningkatkan rasa persatuan di tengah masyarakat.
Selanjutnya, masih banyak wajib pajak yang merasa takut akan adanya insentif tersebut. Banyak pengusaha yang langsung defensif ketika mendengar kata "pajak". Ini menyebabkan banyak wajib pajak yang memilih menunda atau malah tidak memanfaatkan insentif tersebut dan tetap membayar PPh final sebesar 0,5%. Hal ini disebabkan oleh kurangnya penerimaan informasi tentang insentif ini di dalam masyarakat. Di satu sisi, pemerintah mendapatkan penerimaan negara yang bisa digunakan untuk menyejahterakan masyarakat. Namun, bukan itu target dari insentif yang diberikan pemerintah ini. Harapannya, seluruh pengusaha UMKM dapat mengetahui dan memanfaatkan insentif yang diberikan pemerintah ini, sehingga timbul rasa "kemanusiaan" diantara semua pengusaha UMKM, karena semua pasti merasakan hal yang sama ketika dihantam badai pandemi corona ini.Â
Seharusnya, untuk informasi sepenting ini pemerintah maupun DJP bisa lebih informatif dan tepat sasaran dalam pemberian sosialisasi terhadap masyarakat, khususnya wajib pajak pelaku usaha UMKM dalam kasus ini. Pemberitahuan mengenai adanya insentif ini seharusnya bisa mencapai lebih banyak masyarakat sehingga tidak ada keraguan dalam memanfaatkan insentif seperti ini. Para pengusaha UMKM juga bisa saling membantu sehingga lebih banyak yang mengetahui informasi sepenting ini. Tidak ada salahnya saling membantu dan berbuat kebaikan, karena sebagai manusia yang "berketuhanan" pasti semua orang mengetahui bahwa berbuat baik merupakan sesuatu yang benar.
Informasi bisa diberikan melalui sosialisasi melalui platform online seperti webinar melalui zoom atau google meet dan disiarkan langsung melalui youtube. Selain itu, seharusnya DJP memiliki sistem yang memadai sehingga bisa mengirimkan email pemberitahuan kepada semua wajib pajak yang telah melaporkan penggunaan PP23 di tahun sebelumnya. Dengan notifikasi langsung seperti ini wajib pajak diharapkan bisa lebih aware dan mengetahui informasi ini secara penuh, tidak hanya setengah-setengah.
Teknologi Informasi yang lebih canggih juga bisa dimanfaatkan DJP dalam melakukan sosialisasi kepada wajib pajak. Dari sebanyak 2,3 juta WP yang telah melaporkan PPh final 0,5% terlihat hanya sedikit yang memanfaatkan insentif dari kemenkeu tersebut. DJP sendiri tentu saja akan kesulitan melakukan pendataan jika hanya menunggu keaktifan dari wajib pajak. Padahal, pendaftaran insentif ini bisa dilakukan secara online dan tahapannya pun tergolong mudah. Namun kurangnya informasi justru menyebabkan program insentif ini menjadi sesuatu yang kurang menarik dan bahkan menakutkan di sebagian masyarakat.