[caption id="attachment_342208" align="aligncenter" width="300" caption="Panji Kuning harus mengakui kedigdayaan Putri Handaya"][/caption]
MENUJU KOTA RAJA
Kabar di-kebon-kannya Permaisuri Kencana Wungu tersiar sampai Pamekasan. Bupati Pamekasan yang terkenal berperangai keras bagaikan ditampar mukanya mendengar kabar berita tersebut. Wajahnya yang merah berubah hitam padam. Giginya bergemeretak di balik kumisnya yang tebal melintang.
Untung saja salah seorang putrinya, yakni Putri Handaya dapat meredam kemarahan ayahnya. Putri yang terkenal cerdik dan cekatan ini bisa meyakinkan bahwa dirinya sanggup dan bisa mengatasi masalah itu. Untuk itu, dirinya mohon kepada ayahnya untuk pergi ke kota raja, Surakarta.
Walau dengan berat hati akhirnya Bupati Cakraningrat melepas Putri Handaya seorang diri. Pagi-pagi benar Putri Handaya sudah siap menyeberang selat menuju Ujung Galuh, Gresik. Perjalanan air menempuh sungai Bengawan yang berjarak lebih dari beribu-ribu laksa bukan merupakan suatu pekerjaan yang mudah dan aman bagi seorang wanita seperti Putri Handaya. Apalagi harus bepergian seorang diri. Memang, Putri Handaya bukan wanita sembarangan. Ia memiliki ilmu bela diri yang mumpuni. Selain itu juga otaknya yang cemerlang akan membantu dan cepat tanggap apabila di tengah perjalanan menghadapi masalah atau bahaya.
Pada masa itu sungsi Bengawan juga merupakan sarana transportasi yang sangat vital. Setiap hari banyak perahu hilir mudik membawa dagangan dari Ngawi ke Cepu, Jawa Tengah. Sebelum ada trem dari Gundih ke Surabaya, banyak dijumpai perahu-perahu mengangkut dagangan sampai pasar-pasar di Kalitidu, Bojonegoro, Babad hingga Sedayu dan Gresik. Lebih dari seratusan perahu hilir mudik setiap harinya.
Selain itu, mulai dari Cepu ke timur banyak sekali kayu jati yang diangkut melalui jalur Sungain Bengawan secara dibuat rakit kemudian dihanyutkan di sungai. Para juragan Tionghoa yang memborong kayu jati dengan cara dibuat rakit dan menyewa beberapa centeng untuk menghadapi beberapa kemungkinan di perjalanan.
Sebagaimana alat transportasi lainnnya. Di sungai Bengawan juga terdapat perampok atau begal yang setiap saat mencari mangsa. Sasaran empuk adalah para saudagar kaya yang sering berlayar di situ. Para rampok biasanya bergerombol di titik-titik tertentu. Akan tetapi ada satu rampok yang sangat disegani. Ia hanya seorang diri dan tidak pernah kenal dengan para perampok lainnya.
Dialah Panji Kuning seorang pemuda keturunan Tionghoa. Ia memiliki ilmu bela diri yang pilih tanding. Jangankan para pengguna jalur sungai Bengawan, para perampok pun juga gentar mendengar namanya. Tempat operasi Panji Kuning juga berpindah-pindah dengan cepat. Bukan hanya orang-orang yang berlayar di sungai Bengawan saja yang menjadi sasarannya tetapi juga penduduk-penduduk kampung. Anehnya, setiap melakukan aksinya tidak pernah lupa menyebutkan namanya.
Pernah suatu kejadian di siang bolong ketika Panji Kuning merampok saudagar kaya di sebuah perkampungan. Karena yang dirampok teriak-teriak minta tolong maka warga sekitar berdatangan untuk memberikan pertolongan. Mereka bersenjatakan seadanya. Puluhan orang ada yang membawa sabit, cangkul, linggis atau peralatan tukang lainnya seperti palu, pecok dan lain-lain.
Panji Kuning sudah terkepung rapat dan mustahil untuk bisa lolos. Alih-alih si perampok dapat dilumpuhkan, justru banyak warga yang menjadi korban dan si perampok melenggang pergi dengan cepat.
Panji Kuning juga menjadi buron dari pihak Keraton Kasunanan. Sudah puluhan prajurit bahkan tamtama diutus secara khusus untuk menangkap Panji Kuning, dia diyakini sebagai pengikut setia Geger Pacinan yang belum lama dipadamkan.
Bahkan pihak keraton meyakini bahwa Panji Kuning tidak seorang diri. Panji Kuning diperkirakan memiliki banyak pengikut. Ibaratnya api dalam sekam yang hanya kelihatan asapnya saja, tetapi sebenarnya yang tidak kelihatan adalah bara yang panas. Kekuatan tersembunyi ini harus segera dilumpuhkan. Jika tidak, tidak mungkin bakal terjadi pemberontakan lagi yang dilakukan oleh keturunan Tionghoa.
Akan tetapi Panji Kuning bukan hanya seekor binatang buruan yang mudah ditaklukan. Selain memiliki kanuragan yang pilih tanding, ia cepat sekali menghilang dan berganti-ganti tempat. Panji Kuning layaknya belut saja, licin dan cepat menghilang. Namun, sepandai-pandai tupai melompat, suatu saat akan jatuh pula. Demikian jua dengan Panji Kuning.
Malam itu ia mengendap-endap di sebuah hutan. Kabar adanya putri dari Madura yang hendak pergi ke Surakarta didengarnya. Kali ini niat Panji Kuning bukan untuk merampas harta benda milik sang Putri. Akan tetapi Panji Kuning ingin menyatakan dengan mata kepala sendiri bahwa gadis Pamekasan itu memiliki kecantikan yang luar biasa.
Konon, sudah menjadi rahasia umum di antara para pencoleng atau perampok bahwa wanita Madura itu memiliki pesona yang tiada taranya.
Panji Kuning telah melompat dengan tali yang telah dipersiapkan sebelumnya ketika perahu yang dinaiki Putri Handaya lewat. Semua yang ada di dalam perahu sigap. Terjadilah pertarungan yang sangat sengit. Panji Kuning dikeroyok lima orang anak buah kapal. Akan tetapi pertarungan itu tidak berlangsung lama karena lima orang anak buah kapal dengan mudah dapat dilumpuhkan. Kini Putri Handaya berdiri di antara orang-orang yang meraung menahan sakit. Putri Handaya berkacak pinggang.
“Hentikan...!” teriak Putri Handaya.
“Rupanya kau Putri Pamekasan itu.... Hmmm... Benar kata orang bahwa kamu memang cantik. ”
“Lancang betul kau kisanak.... Kamu ini siapa dan punya maksud apa membuat keonaran di perahu ini, he?!”
“Apa kamu belum tahu siapa aku?”
“Jangan merasa sok terkenal...!”
“Tanya saja semua orang di perahu ini, pasti mengenalku semua.”
“Tak perlu banyak bicara, siapa namamu tidak penting. Yang lebih penting enyahlah dari perahu ini jangan ganggu perjalananku!”
“Untuk apa pergi jauh-jauh ke Surakarta. Ayo lah manis ikut aku saja pasti hidupmu akan bahagia.”
Perang mulut akhirnya tak bisa dihindari. Bahkan sejenak kemudian terjadilah pertarungan dengan perjanjian. Mereka sepakat; jika Putri Handaya kalah bertarung harus bersedia menjadi istri Panji Kuning. Sedangkan apabila Panji Kuning yang kalah, maka dirinya harus tunduk dan menjadi anak buah Putri Handaya. Dan pertarungan pun terus berlangsung.
Mungkin karena meremehkan musuh, kali ini Panji Kuning benar-benar dibuat malu. Karena kurang hati-hati akhirnya dirinya dikalahkan Putri Handaya di hadapan para penumpang perahu lainnya. Sorak-sorai membahana.
“Bunuh saja pengacau itu....!” teriak salah seorang penumpang.
“Penggal saja kepalanya perampok keji itu....” teriak yang lain.
“Sabar kisanak.... maafkan aku karena telah membuat kalian kecewa karena kami telah membuat kesepakatan. Panji Kuning sudah tobat. Ia akan menjadi anak buah saya. Untuk itu Panji Kuning akan kulepas. Pergilah Panji, tunggulah aku di tempat yang kita sepakati tadi!” kata Putri Handaya sambil memberikan sebuah panji kecil lambang Kadipaten Pamekasan.
Panji Kuning melangkah dengan malu. Walaupun dirinya seakan tidak bisa menerima kekalahan ini, tetapi ia berusaha berbesar hati. Bagaimanapun pula jiwa lelaki harus mengakui bahwa kesepakatan harus ditegakkan. Ia tidak mau dikatakan sebagai lelaki pengecut.
Sementara itu Putri Handaya sudah memasuki gerbang kraton Surakarta. Dua penjaga hendak memeriksa, tetapi setelah Putri Handaya mengeluarkan sebuah lencana emas pertanda Kadipaten Pamekasan maka penjaga mempersilakan Putri Handaya melanjutkan langkahnya.
Sunan Paku Buwono IV menerima Putri Handaya dengan senang hati. Dan mempersilahkan Putri Handaya tinggal di kraton sesuai keinginan, dan bahkan disediakan sebuah pesanggrahan mewah baginya. Akan tetapi ada sesuatu yang membuat Putri Handaya merasa tidak nyaman. Ternyata kebaikan Sinuhun punya maksud tertentu, yakni ingin mengambil Putri Handaya sebagai istrinya.
Putri Handaya tidak mau dimadu dengan kakaknya. Ia marah dan protes kepada Sinuhun. Akan tetapi Sinuhun tetap dalam pendiriannya. Sinuhun telah benar-benar jatuh cinta kepada adik iparnya itu.
Putri Handaya berusaha mencari jalan keluar. Ia kemudian teringat siapa kerabat yang dirasa dapat membantunya. Putri Handaya kemudian menemui RM Sugandhi. RM Sugandhi adalah putra Sinuhun Paku Buwono IV ketika Sunan masih menjadi Adipati Anom Sudibya Rajaputra.
Bagi Putri Handaya, RM Sugandhi adalah keponakannya juga karena ibunda RM Sugandhi adalah kakak sulungnya.
Sebagaimana mengawali kepedihan Sinuhun Paku Buwono IV setelah dinobatkan menjadi Raja karena Sinuhun Paku Buwono III wafat, sepekan kemudian harus kembali menanggung duka karena istrinya BRAy Adipati Anom meninggal dunia dan dimakamkan di Astana Laweyan dan mendapat sebutan Kanjeng Ratu Pakubuwana.
Untuk itu, sejak kecil RM Sugandhi diasuh dan dan dididik oleh Mpu Brajaguna yang ketika itu masih mesanggrah di kraton Surakarta sebagai salah seorang senopati.
Dan dalam keseharian RM Sugandhi juga diasuh oleh ibu tirinya Permaisuri Kencana Wungu, sehingga RM Sugandhi terbiasa memanggilnya dengan sebutan ibu.
Adapaun Permaisuri Kencana Wungu yang waktu mudanya bernama Sukaptinah adalah adik dari BRAy Adipati Anom, yakni ibundanya RM Sugandhi. Dalam istilah Jawa, Sunan Paku Buwono IV melakukan ngarangulu atau menikahi adik dari istrinya yang telah meninggal dunia.
RM Sugandhi menyanggupi permintaan Putri Handaya walaupun dalam dilema. Bagaimanapun pula keinginan Raja bisa dikatakan suatu keharusan. Menentang Sinuhun bukan hanya sekedar menentang orang tua tetapi juga menentang titah raja.
Sebaliknya, tidak menyanggupi permintaan Putri Handaya artinya juga akan menyiksa batin ibu tirinya, Permaisuri Kencana Wungu. Disamping itu, RM Sugandhi berpendapat kurang elok ketika Ramandanya harus ‘ngarangulu’ untuk kedua kalinya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H