Sebentar lagi reuni 212 akan digelar. Rakyat akan kembali berbondong-bondong datang ke Ibu Kota. Mereka ingin memperingati hari bela Al Quran yang terjadi dua tahun silam. Saat jutaan rakyat menggugah hati penguasa untuk membela agama mereka.
Momentum ini seharusnya bisa dimanfaatkan dengan baik oleh penguasa. Jangan salah langkah lagi. Upaya mengembosan atau penghalang-halangan, hanya akan membuat gerakan ini semakin membesar. Kini waktunya untuk merangkul, agar bisa tercipta kedamaian.
Empat tahun belakangan, bangsa ini sudah terbelah oleh perbedaan pandangan politik. Media sosial memanas. Pendukung petahana dan oposisi tidak pernah bisa akur. Puncaknya, saat terjadi duel antara pendukung Joko Widodo-Ma'ruf Amin dengan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, di Sampang, Jawa Timur, yang berujung maut.
Diakui atau tidak, ada kesalahan penguasa dalam pertikaian ini. Yaitu, gagal merangkul semua kalangan. Selama berkuasa, Jokowi terkesan lebih memperhatikan pendukungnya. Sementara oposisi agak terabaikan. Benar atau tidak, tapi inilah yang dirasakan sebagian rakyat.
Kini saatnya untuk meredakan ketegangan. Bagaimana pun, Jokowi dan Ma'ruf Amin merupakan alumni 212. Tidak ada salahnya mereka hadir dalam reuni. Setidaknya hal itu bisa sedikit mengendorkan pertikaian, lantaran peserta alumni umumnya berasal dari kalangan oposisi.
Dulu, Presiden RI ke-6, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pernah meminta Jokowi untuk menerima aspirasi rakyat dengan lebih baik. "Rangkullah rakyat, pemegang kedaulatan yang sejati, dengan penuh kasih sayang," tulis SBY dalam artikel yang berjudul 'Pulihkan Kedamaian Dan Persatuan Kita' yang dimuat di RMOL, Senin (28/11/2016).
"Teduhkan hati mereka, jangan justru dibikin takut dan panas. Himbau mereka untuk tak perlu selalu menurunkan kekuatan massa jika hendak mencari keadilan, dengan jaminan pemerintah benar-benar menyelesaikan masalah yang ada secara serius."
Apa yang disampaikan SBY itu ada benarnya. Rakyat tidak membenci Jokowi, buktinya ia telah dipilih untuk menjadi pemimpin di negeri ini. Karenanya, balaslah kepercayaan rakyat itu dengan cinta dan kasih sayang, bukan dengan tangan besi, menghadap-hadapkan mereka dengan Polri dan TNI.
SBY juga menulis, dulu butuh 5 tahun untuk menyelesaikan konflik komunal berbau agama, etnis dan suku di Poso, Ambon dan Maluku Utara. Pertikaian yang telah memakan ribuan korban jiwa anak bangsa dan menjadi catatan sejarah yang kelam. Jangan sampai ini terulang kembali.
Karena itulah salah satu program Partai Demokrat jika memenangi Pemilu 2019 nanti adalah menjaga stabilitas negara. Menjaga kebhinnekaan dan kerukunan antar identitas (SARA) dan mencegah perpecahan bangsa.
Jadi, alangkah baiknya jika memontum reuni 212 ini bisa dijadikan ajang perdamaian. Bukan sebaliknya dengan kembali membuat aksi-aksi tandingan. Hal ini hanya akan semakin memperparah keadaan, karena bakal melukai hati dan pikiran rakyat.