Mohon tunggu...
Resti Sari
Resti Sari Mohon Tunggu... Perawat - tie

Penulis amatir, pengkhayal profesional

Selanjutnya

Tutup

Sosok

Demokrat Diterima Koalisi Umat, Wacana Duet Prabowo-AHY Kian Nyata

28 Juli 2018   10:46 Diperbarui: 28 Juli 2018   11:07 367
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) yang selama ini menjadi salah satu pilar kekuatan kelompok oposisi pemerintahan, telah membuka tangan selebar-lebarnya kepada Partai Demokrat untuk bergabung dalam koalisi keumatan. Ini merupakan pertanda, wacana duet Ketua Umum Partai Gerindra, Prabowo Subianto dengan politisi muda Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), tampaknya kian menjadi nyata.

Demokrat memang baru saja menyepakati dasar-dasar koalisi dengan Gerindra dalam menghadapi Pilpres 2019 mendatang. Pimpinan kedua parpol, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Prabowo, telah saling menyetujui lima poin kesepakatan. Di antaranya, bidang perkembangan ekonomi dan kesejahteraan rakyat, bidang Hukum dan keadilan, bidang politik dan demokrasi, sikap anti kapitalisme dan persatuan bangsa dan kerukunan sosial, dan terkait ideologi dan dasar negara.

Meski pembicaraan kedua tokoh ini belum menyentuh perihal kandidat pendamping Prabowo, namun spekulasi sudah beredar kencang di ruang publik. Rumornya, Prabowo meminta AHY sebagai cawapres. Alasannya cukup logis. Pertama, elektabilitas Komandan Kogasma Partai Demokrat itu paling tinggi dibanding tokoh nasional lainnya untuk kategori cawapres. Baik itu cawapres bagi oposisi maupun petahana.

Tingginya tingkat keterpilihan AHY itu setidaknya tergambar dari hasil survei terbaru dari tiga lembaga, Indo Barometer, Cyrus Network, dan Indikator Politik. Pada hasil survei Indo Barometer, AHY meraih suara 15,1 persen sebagai calon yang cocok menjadi cawapres. Ia mengalahkan Anies Baswedan yang mendapat suara 13,1 persen, dan Gatot Nurmantyo 7,9 persen.

Hasil serupa juga diperoleh AHY dari hasil survei Cyrus Network. Ia mendapat suara teratas dengan 15 persen. Uunggul dari Gatot yang meraih 10 persen dan Anies 9,1 persen. Sementara di survei Indikator, AHY menang telak dengan angka 22,4 persen, disusul Sri Mulyani 10,8 persen, dan Mahfud MD 8,4 persen.

Alasan kedua, AHY merupakan kandidat termuda yang pernah ada. Ia berpotensi meraup suara kaum milenial yang jumlahnya mencapai 40 persen dari total pemilih di Pilpres 2019. Terlebih lagi, tren pemimpin muda kini tengah menjalar di dunia. Banyak negara maju yang mulai mempercayai generasi muda mereka untuk memegang tampuk kendali pemerintahan. Emmanuel Macron misalnya. Pemuda yang masih berusia 39 tahun itu dipilih oleh rakyat Perancis sebagai presiden mereka.

Lalu ada juga Perdana Menteri Estonia, Juri Ratas yang berumur 38 tahun. Kemudian PM Ukraina, Volodymyr Groysman (38 Tahun), PM Kanada Justin Trudeau (44 Tahun), PM Yunani Alexis Tsipras (35 Tahun), Presiden Polandia Andrzej Duda (43 Tahun), Presiden Georgia Giorgi Margvelashvilli (44 Tahun), dan PM TunisiaYoussef Chahed (40 Tahun). Mereka semua telah menunjukkan kapasitas sebagai seorang pemimpin, meski dari segi usia masih terbilang muda.

Alasan ketiga, tentu saja karena faktor SBY dan Partai Demokrat. Keberadaan SBY di koalisi oposisi ini tidak bisa dipandang sebelah mata. Presiden RI ke-6 itu terkenal sebagai ahli strategi. Ia tak pernah kalah dalam kontestasi demokrasi di negeri ini. Dua kali berkompetisi, ia selalu unggul dengan meyakinkan.

Pada Pilpres 2004, ia menang atas petahana Megawati Soekarnoputri, meski saat itu ia hanya didukung sejumlah partai politik kecil yang baru berdiri. Hal serupa terulang di Pilpres 2009. Pada pemilu itu, SBY bahkan mendapat perolehan suara yang sangat tinggi, 60 persen atau 73 juta suara. Padahal kontestasi diikuti tiga pasang kontestan.

Begitu pula dengan keberadaan Partai Demokrat. Parpol besar yang mendapat 10,19 persen suara di Pemilu 2014. Hanya selisih sedikit dari Gerindra yang mendapat suara 11,81 persen. Jadi, dengan dirangkulnya AHY menjadi pendamping Prabowo, tentu kader-kader partai berlambang bintang mercy ini akan optimal mengerahkan dukungan.

Jadi, sangat tepat kiranya instruksi Ketua Dewan Pembina GNPF Habib Rizieq Shihab, yang menyerukan agar koalisi umat membuka pintu selebar-lebarnya bagi partai besar seperti Partai Demokrat untuk ikut bergabung. Dengan begitu, koalisi ini akan semakin kuat dan berpotensi besar memenangkan kontestasi demokrasi di 2019 nanti.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosok Selengkapnya
Lihat Sosok Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun