Hingga saat ini dunia pendidikan tengah merasakan perubahan di masa pandemi ini. Sejak kemunculannya pada awal maret di tanah air, sejumlah sekolah maupun perguruan tinggi terpaksa ditutup dan mengubah metode belajar menjadi Pembelajaran Jarak Jauh. Pembelajaran Jarak Jauh sendiri memerlukan suatu pendekatan yang berbeda dalam hal perencanaan, perancangan, penyampaian kursus dan komunikasi. Siswa membutuhkan motivasi diri untuk memulai dan mengembangkan persistensi dan keahlian-keahlian dalam tugas yang bersifat mandiri (self-directing work).
Setelah dalam waktu hitungan bulan, pemerintah telah membuat kebijakan untuk membantu kegiatan belajar ataupun mengajar agar berjalan efektif meski dari rumah. Kebijakan yang dikeluarkan adalah  Surat Edaran No. 27 Tahun 2020 oleh Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta. Namun dalam implementasinya, berbagai permasalahan muncul seiring berjalannya proses PJJ (Pembelajaran Jarak Jauh)  tersebut. Banyak guru, siswa, dan orangtua yang baru mengetahui  metode pembelajaran jarak jauh ini. Sebab sistem ini lebih menekankan siswa dalam belajarnya menggunakan gadget. Hal ini membuat respon dari guru, siswa, dan orangtua sangat variatif. Ada yang menyambut baik, ada yang terpaksa, ada pula yang kebingungan. Hal ini jelas saja menimbulkan sejumlah dampak, positif maupun negatif untuk siswa dan guru.
Suatu dampak yang paling terlihat atas perubahan dunia pendidikan di tengah pandemi Covid-19 adalah keefektifan proses belajar-mengajar. Karena tidak semua siswa mampu beradaptasi dengan program metode pendidikan yang baru ini, terlebih pada jenjang di TK maupun SD. Anak-anak yang berada pada jenjang ini sangat rentan dalam tidak mendapatkannya materi belajar yang merata, jika tidak adanya kerjasama yang baik antara guru maupun pihak orangtua. Masalah lainnya disebabkan tidak ada sistem yang jelas, membuat siswa menjadi bingung. Walaupun Kemendikbud sudah merekomendasikan beberapa portal untuk pembelajaran, tetapi itu sifatnya hanya pilihan, bukan menjadi suatu ketetapan. Hal ini berdampak dengan banyaknya aplikasi yang harus diunduh di ponsel/gadget siswa, jika kebijakan dari sekolah menyerahkan sepenuhnya sistem pembelajaran kepada gurunya. Sebab bisa saja di lapangan, metode pengajaran setiap guru berbeda, semisal melalui Grup Whatsaap, Email, Google Classroom, dan sebagainya.
Tetapi sosialisasi yang kurang begitu merata mengakibatkan informasi ini tidak sepenuhnya  tersampaikan kepada guru-guru. Hal ini tentu berdampak dalam proses Pelajaran Jarak Jauh. Kurangnya sosialisasi, membuat guru tetap melaksanakan Pelajaran Jarak Jauh dengan caranya sendiri.
Apabila sekolahnya kurang cepat dengan hal ini, maka sekolah tersebut akan menyerahkan sistem pengajaran kepada guru bidang studi masing-masing. Pastinya hal ini menjadi celah bagi guru yang kaget terhadap Pelajaran Jarak Jauh, sehingga guru tersebut hanya terus membebani siswa dengan tugas setiap harinya sebagai formalitas demi mengikuti kebijakan pemerintah.
Jika sistem pembelajaran jarak jauh (PJJ) masih menjadi pilihan, pemerintah sudah seharusnya melakukan evaluasi. Apakah sistem PJJ yang diterapkan dalam beberapa bulan terakhir ini bener efektif atau tidak?. Evaluasi yang ini sangat penting dilakukan agar kualitas pendidikan nasional tidak lagi merosot. Apalagi, pendidikan adalah investasi yang penting bagi sebuah bangsa untuk jangka panjang. Kita tak boleh bermain-main soal kualitas pendidikan. Ini menyangkut masa depan bangsa.
Pemerintah harus memastikan sistem PJJ ini berlangsung dengan baik. Maka itu, perlu disiapkan bahan ajar Jarak jauh yang benar-benar bisa dipahami para guru dan siswa. Para guru harus menguasai dan melek teknologi. Para guru jangan sampai hanya melempar tugas kepada para siswa melalui media sosial. Namun, guru harus menyampaikan materi pelajaran secara menarik agar siswanya memiliki pemahaman yang baik.
Tetapi, pemerintah juga perlu memperhatikan kondisi ekonomi para orang tua, siswa, juga guru. Tidak semua siswa memiliki laptop dan ponsel untuk belajar jarak jauh. Di tengah kondisi ekonomi yang sedang merosot, banyak orang tua yang kesulitan untuk membelikan anak mereka kuota internet. Sudah seharusnya pemerintah juga memperhatikan nasib sekolah swasta yang didera kesulitan keuangan.
Seharusnya, pemerintah membuat  agar para guru tidak hanya fokus dalam mengejar target kurikulum saja. Namun juga membekali siswa dengan kemampuan hidup yang diperkuat dengan nilai-nilai karakter. Negara atau pemerintah harus hadir juga di tengah kesulitan ini. Untuk bisa memberikan pendidikan maupun segi ekonomi yang merata.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H