Mohon tunggu...
Hanna RessicaPutri
Hanna RessicaPutri Mohon Tunggu... Mahasiswa - Ocean Engineering Student of Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya

With a fury on oil and gas responsibility likewise shifting energy. adept at leadership and scientific research especially on ocean utilization. Proven credential in internship and competition related and committed to driving success through her public speaking. Open to collaboration and new opportunities

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Pengembangan Industri Garam di Indonesia Menuju Produksi Efisien dan Berkelanjutan

21 Mei 2024   08:58 Diperbarui: 9 Desember 2024   20:25 169
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Badan Pusat Statistik

Perkembangan Sejarah Industri Garam

Industri garam telah menjadi bagian integral dari sejarah manusia sejak zaman prasejarah. Awalnya, garam diproduksi secara alami melalui penguapan air laut di daerah-daerah yang kering. Peran garam sebagai bahan pengawet makanan, penyedap rasa, dan bahan perdagangan berharga membuatnya sangat penting dalam kehidupan manusia. Di Mesir Kuno, garam digunakan dalam proses mumifikasi, sementara di Romawi Kuno, mereka mengembangkan sistem pengumpulan garam dari air laut yang rumit. Garam menjadi simbol status sosial dan kekayaan, menjadi faktor penting dalam perdagangan dan ekonomi di Eropa pada Abad Pertengahan. Revolusi Industri di abad ke-18 membawa perubahan besar dalam industri garam dengan adopsi teknologi baru seperti mesin uap, meningkatkan produksi garam secara signifikan. 

Di Indonesia, perkembangan industri garam memiliki sejarah yang panjang dan kaya. Sejak zaman prasejarah, masyarakat pesisir Indonesia telah menggunakan garam sebagai komoditas vital, diproduksi melalui metode tradisional penguapan air laut. Pada masa Hindu-Buddha, garam menjadi penting dalam perdagangan dan upacara keagamaan. Pada era kolonial Belanda, industri garam berkembang pesat dengan pembangunan tambak-tambak di Jawa, Madura, dan Bali. Pasca-kemerdekaan, pemerintah Indonesia aktif mengembangkan industri garam, membangun pabrik-pabrik untuk meningkatkan produksi. 

Hingga kini, industri garam terus berkembang dengan metode produksi yang semakin modern, meskipun tetap ada produsen garam kecil yang menggunakan metode tradisional. Produksi garam Indonesia dapat memenuhi kebutuhan domestik dan diekspor ke luar negeri, menjadikan industri garam sebagai bagian penting dalam perekonomian Indonesia.


Fluktuasi Kebutuhan Garam di Indonesia

Indonesia merupakan negara yang memiliki luas perairan â…” dari total keseluruhan wilayah. Akan tetapi, produksi kebutuhan garam di Indonesia masih belum mencukupi. Sehingga masih diperlukan impor dari negeri lain (Pakaya, 2015). Perjanjian perdagangan antara Indonesia dan Australia, yang dikenal sebagai IA-CEPA (Indonesia-Australia Comprehensive Economic Partnership Agreement), industri garam di Indonesia terpengaruh sehingga impor garam menjadi lebih ekonomis dan praktis. Hal ini terlihat dari lonjakan jumlah impor garam Indonesia dari Australia, yang mencapai 1.621.594 ton pada tahun 2010 dan meningkat menjadi 2.473.716 ton pada tahun 2011 (Khairunnisa, 2015). Aktivitas impor garam menimbulkan kontradiksi dari dampak kebijakan atau peraturan terhadap produksi garam nasional. Salah satu dampak negatif nya adalah menurunya kesejahteraan petani dan harga garam rakyat sehingga menimbulkan petani garam kesulitan untuk perolehan modal guna produksi garam nasional (Ghozali, A.B., 2022). Maka dari itu, pemerintah harus membuat kebijakan yang menempatkan garam sebagai komoditas strategis di Indonesia. Karena garam digunakan oleh semua orang sebagai kebutuhan, tidak dapat digantikan dengan komoditas lain, dan komoditas yang berperan dalam mobilisasi ekonomi (Khairunnisa, 2015).

Perjanjian Indonesia-Australia Pada Comprehensive Economic Partnership Agreement (IA-CEPA)

Diluncurkan sejak 5 Juli 2020, IA-CEPA atau Indonesia-Australia Comprehensive Economic Partnership Agreement adalah bentuk kerja sama Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Australia yang menawarkan peluang dua arah dalam perdagangan barang dan jasa, penanaman modal, dan peningkatan kapasitas sumber daya manusia Indonesia, diantaranya:

  • Trade (Perdagangan)

Meliputi: barang, jasa (Australia eliminasi semua pos tarif menjadi 0%)

  • Investment (Investasi)

Meliputi: meningkatkan investasi dua arah antara Indonesia dan Australia

  • Economic Cooperation (Kerjasama Ekonomi)

Meliputi: IA-CEPA memberikan fasilitas peningkatan perdagangan yang berkelanjutan

  • Human Capital (Sumber Daya Manusia)

Meliputi: meningkatkan daya saing tenaga kerja Indonesia sehingga mampu meningkatkan standar kualitas yang bertaraf internasional

Untuk mendorong optimalisasi IA-CEPA, dalam forum Pertemuan Menteri Perdagangan dan Investasi Indonesia dan Australia pada 6 Juli 2021 lalu, Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Australia meluncurkan Katalis, program yang menghubungkan dunia usaha, akademisi, dan sektor publik dari kedua negara untuk bisa berkolaborasi secara efektif. Katalis berperan sebagai pendorong kolaborasi dan keikutsertaan Indonesia dalam rantai nilai global, searah dengan Visi Indonesia 2045 yang menargetkan Indonesia sebagai negara dengan ekonomi terbesar kelima di dunia pada 2045.

Regulasi Pemerintah Terhadap Industri Garam di Indonesia

Sejalan dengan visi Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) untuk menjadikan Indonesia sebagai produsen produk kelautan dan perikanan terbesar pada tahun 2015, dengan misi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang bergerak di sektor kelautan dan perikanan, KKP telah menetapkan prioritas dalam pembangunan ekonomi kelautan, salah satunya adalah pemenuhan kebutuhan garam konsumsi nasional. Untuk mencapai peningkatan produksi garam nasional, KKP akan melakukan berbagai upaya seperti optimalisasi lahan garam yang memiliki potensi, membangun kemitraan, dan memperkuat kapasitas lembaga antar instansi.

Peraturan Presiden (Perpres) No. 126/2022 tentang Percepatan Pembangunan Pergaraman Nasional menetapkan kebutuhan garam nasional. Baik garam konsumsi dan industri, harus dipenuhi dari garam produksi dalam negeri paling lambat tahun 2024. Namun, Indonesia masih mengimpor garam hingga 2,75 juta ton pada tahun 2022 (BRIN, 2023)

Secara umum, industri garam di Indonesia didominasi oleh usaha skala kecil, dengan luas rata-rata kepemilikan lahan kurang dari 3 hektar per petani garam, kecuali ladang garam milik PT. Garam di Pulau Madura. Produksi garam nasional cenderung terpusat pada beberapa sentra produksi di Indonesia, meskipun potensi lahan pergaraman tersebar luas di seluruh wilayah Indonesia. Sentra produksi utama garam terletak di 6 provinsi, yaitu Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, NTB, dan NTT.

Tantangan dan Peluang Produksi Garam di Indonesia

Permasalahan industri garam di Indonesia ialah pemanfaatan lahan garam potensial belum 100% dari total 68.754,16 Ha. Lahan garam potensial pada tahun 2009 baru sekitar 25.702,06 Ha yang dimanfaatkan. Lemahnya para petani garam dalam upaya menghasilkan garam kualitas unggul seperti yang dihasilkan oleh PT Garam (persero) Indonesia. Disamping itu, harga garam impor yang relatif murah menimbulkan garam lokal terpaksa mengikuti harga garam impor. Berikut merupakan impor garam menurut negara asal (Januari-Juli 2011) yang disajikan dalam Tabel 1.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun