Dalam dunia online ada istilah yang semakin hari semakin terkenal, yakni "copas" alias copy-paste. Istilah ini digunakan untuk menunjuk pada perilaku meng-copy karya orang lain lalu memindahkan ke dalam karya miliknya tanpa menunjukkan sumber, lalu mengakuinya sebagai milik sendiri.
Copas memberikan dampak buruk bagi citra sebuah karya di dunia maya. Sebagian masyarakat, misalnya, selalu agak meragukan karya-karya yang ada di internet karena maraknya pembajakan intelektual tersebut. Pada dasarnya, karya yang muncul mungkin saja bagus, valid dan secara teoritik bisa dipertanggungjawabkan. Namun karena seringkali sumbernya tidak jelas, maka karya tersebut diragukan atau tidak bisa digunakan sebagai referensi karya ilmiah.
Jika Anda sedang mencari materi tentang "komunikasi politik" lalu Anda googling, kemudian menemukan sebuah artikel bagus mengenai komunikasi politik dari sebuah situs blog bernama "bangsat.com", "ingusan.wordpress.com," atau "bisulpecah.blogspot.com" apakah Anda kemudian akan menggunakan nama situs itu dalam referensi karya ilmiah Anda? Apakah Anda meyakini si pemilik blog yang membuat karya ilmiah mengenai komunikasi politik itu?
Sebetulnya boleh jadi si pengelola blog itu yang benar-benar membuatnya. Namun titel blog-nya sangat meragukan untuk dijadikan referensi dalam daftar pustaka akademis, terutama untuk skripsi, tesis, apalagi disertasi.
Itu hal pertama. Selain sulitnya menjadikan "pembajakan" sebagai referensi, pembajakan juga memberi dampak "menggampangkan" pembuatan sebuah karya ilmiah. Suatu ketika kami mendapat tugas dari seorang dosen. Tugas tersebut memang tergolong sulit dan ketat aturannya. Namun saya merasa beberapa teman saya tenang-tenang saja. Ketika saya pancing mengenai betapa sulitnya tugas semester ini, mereka jawab dengan ringan, "Alaaah...copas aja." Kalimat ini saya curigai merupakan wujud dari sebuah "budaya" belajar teman-teman itu.
Dan memang, yang memprihatinkan adalah, para pelaku pembajakan atau copas ini sepertinya lebih banyak datang dari "masyarakat akademis." Karena merekalah yang membutuhkan bahan-bahan ilmiah tersebut. Bagi masyarakat umum, misalnya pelajar SMA, tidak terlalu membutuhkan bahan-bahan itu. Bahkan mungkin 10 jam dalam sehari mereka menggunakan internet belum tentu 5 menit saja mereka mau membaca-baca karya ilmiah (ini baru "mungkin" loh).
Seharusnya perlu ada peraturan mengenai copas demi melindungi hak intelektual secara konkret, bukan sekedar aturan yang "loyo" dan normatif.
Saya rasa memang para akademisi dan masyarakat umum harus berani juga menyatakan "Stop Pembajakan Intelektual." Jangan copas. Jika mau berkarya, bikin dengan usaha sendiri. Walau mungkin lebih sulit, tapi memuaskan. Karya sendiri gitu loh!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H