Mohon tunggu...
Robby Milana
Robby Milana Mohon Tunggu... -

Pihak kelurahan mencetak KTP saya dengan nama lengkap Robby Milana. Saya benar2 cuma orang biasa aja. Orang bilang, akar rumput. Saya gemar membaca, menulis, mendengar, dikritik dan menelaah apa saja yg singgah di indera-indera tubuh saya. Tidak ada hal yg istimewa dlm diri saya, kecuali saya selalu merasa gelisah menjadi warga Indonesia yg ingin negerinya selalu dihargai negara lain karena kualitas, bukan karena "gaya"-nya.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Mak Nyak dan Uli Serondeng

20 April 2012   20:17 Diperbarui: 25 Juni 2015   06:21 162
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Konon dulu namanya adalah Lapangan Gambir. Kemudian diganti menjadi Taman Monas setelah tugu berujung emas ditancapkan di tengahnya. Pada zaman Belanda, di Pasar Gambirsering diadakan pasar malam, tempat untuk berbagai kelas sosial bertemu dan bersuka cita mencari hiburan. Dugaan sebagian orang, tradisi pasar malam itulah yang kemudian ditiru oleh Pekan Raya Jakarta (PRJ).

Pada awal-awal digelarnya PRJ, biasanya para penjual makanan tradisional tumpah ruah, terutama para pedagang makanan khas Jakarta. Ada kerak telor, uli bakar serondeng, toge goreng, gado-gado lontong atau ada juga kue kembang goyang.

Makanan-makanan tradisional itu kita anggap saja “makanan khas rakyat kecil.” Karena memang yang membuat dan mengkonsumsi biasanya datang dari akar rumput. Dan makanan-makanan itu sudah hampir punah di zaman serba canggih sekarang ini; makanan-makanan itu tak berdaya menghadapiMcDonald, KFC, Pizza Hut, Bread Talk, atau Dunkin. Terlebih di Jakarta.

Tapi Mak Nyak tetap berjualan uli bakar serondeng di sekitar Kebayoran Lama. Dulu dia berjualan di Stasiun Gambir. Tapi karena semakin tidak laku, dia pindah ke Kebayoran. Lagi pula rumahnya lumayan jauh di Lebak Bulus.

Dia berangkat sejak pagi dengan berkendara bus umum membawa baskom bercorak bunga yang berisi uli dagangannya. Pulang biasanya menjelang malam. Terkadang ia pulang dengan dagangan yang masih tersisa banyak. Maklum lidah orang sekarang sudah kurang sreg dengan uli. Kalo sedang tidak laku, terpaksa Mak Nyak harus pulang berjalan kaki dari Kebayoran Lama menuju rumahnya di Lebak Bulus. Sangat jauh. Terlebih untuk perempuan berusia lebih dari setengah abad seperti dia.

Menurut Khadijah, cucunya, Mak Nyak tidak pernah mengeluh. Entahlah kalo ternyata semua nestapanya dia sembunyikan sendiri. Yang jelas, apakah dagangannya sedang laku atau tidak, dia selalu memberikan senyum saat Khadijah membukakannya pintu.

“Mak, Dijah udah masakin aer untuk emak mandi.” Kata Khadijah saat Mak Nyak pulang. Khadijah melirik dagangan Mak Nyak. Masih penuh. Khadijah seperti ingin menjerit; Mak Nyak pasti berjalan kaki lagi dari Kebayoran.

Mendengar ucapan Khadijah, Mak Nyak tersenyum. “Emak mau makan dulu, neng. Elu udah makan?”

Khadijah mengangguk. Air mukanya mendadak pilu. Kemudian diikutinya Mak Nyak menuju dapur. Saat Mak Nyak menaruh barang dagangannya, Khadijah menyiapkan makan untuk Mak Nyak; nasi putih yang masih mengepul, sambal terasi dan….kerupuk. Lalu menyajikannya di atas meja kayu pohon nangka. Konon meja itu usianya lebih tua dari usia Mak Nyak.

Mak Nyak kemudian memakan menu malam itu dengan lahap. Keringat sampai bercucuran di keningnya. Khadijah menemani dan duduk di depan Mak Nyak. Setelah habis, diteguknya segelas besar air putih. Sendawa besar terdengar memenuhi ruangan itu. Mak Nyak tersenyum.

“Alhamdulillah.” Kata Mak Nyak. Lalu dia menatap cucu semata wayangnya, “Elu tadi makan banyak, neng?”

Khadijah mengangguk. Mak Nyak berucap lagi, “Neng, jangan ngeluh soal lauk ya. Apapun yang kita punya harus kita syukurin. Karena emang kita ga bisa berharap lebih.” Khadijah mengangguk mendengar ucapan Mak Nyak.

Sejak menjadi yatim-piatu, Khadijah memang sangat patuh pada Mak Nyak. Dan cuma Mak Nyak satu2nya keluarga dia di kolong langit ini. Siapa bilang orang Betawi keluarganya selalu banyak? Mak Nyak sendiri sudah ditinggal mati suaminya sejak 30 tahun lalu.

Sehari-hari Khadijah membantu Mak Nyak menyiapkan uli dan membuat serondeng sebagai bumbunya. Hal itu biasanya dilakukan menjelang subuh. Khadijah tidak sekolah. Usianya kini 12 tahun. Pernah dia merasakan bangku sekolah selama satu tahun ketika SD kelas satu, lalu setelah itu dia cuma mengaji saja di rumah Cak Rohim bersama anak-anak lain setiap ba’da Ashar. Khadijah tidak mengeluh soal itu. Dia juga tidak minder sama dunia karena dia tidak sekolah. Dunialah yang seharusnya minder karena tak berdaya menyekolahkan dia.

Mak Nyak kemudian mandi. Sementara Khadijah membereskan dapur. Setelah Mak Nyak selesai, keduanya masuk kamar untuk istirahat. Khadijah tidur bersama Mak Nyak, karena memang rumah berdinding triplek itu cuma punya satu kamar.

Saat Mak Nyak rebahan, Khadijah berinisiatif memijit kaki neneknya itu. “Capek banget ya, mak?”

“Ehem.” Sahut Mak Nyak sambil tengkurep. Khadijah menelusuri setiap senti kaki Mak Nyak. Dia berharap rasa lelah Mak Nyak bisa berkurang setelah dia pijit. Dari betis turun ke tumit. Tangan mungil Khadijah gemetar: kaki Mak Nyak pecah-pecah. Sekali ini air mata tak kuasa lagi dia tahan.

Merasa pijitan di kakinya berhenti, Mak Nyak melek lagi dan menoleh. “Elu kenapa nangis, neng?” Tanya Mak Nyak. “Sini rebahan…” Khadijah menghampiri Mak Nyak. Mak Nyak langsung mengusap-usap kepalanya.

“Neng, idup sering ga kayak yang kita mao. Idup bisa jadi sangat kejem. Tapi itu bukan berarti kita harus menyesalinya dan menyerah. Waktu lu masih panjang. Elu harus yakin bahwa suatu saat gelap akan habis dan terang akan datang…” Khadijah menatap perempuan tua itu dengan haru. Dipeluknya si nenek erat2, seakan dia tidak mau ditinggal olehnya. Lalu Mak Nyak tertidur. Khadijah menatap perempuan tua itu. Betapa sangat renta. Wajahnya tampak sangat lelah menghadapi hidup ini.

“Dijah sayang emak…”

***

Malam memang gelap. Tp itu bkn berarti hilangnya cahaya. Cahaya akan tetap ada, hanya saja di bagian yg berbeda. Dan esok, ia akan muncul lg dlm jubah keemasannya.

Selamat hari Kartini, fellas.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun