Mohon tunggu...
Resky Mustofa
Resky Mustofa Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Islam Indonesia

Saya adalah sebuah Aktivis dalam jurusan Hubungan Internasional di Universitas Islam Indonesia. Lalu saya selalu berkembang dan meningkatkan value dalam dunia internasional. Saya memiliki keterampilan dalam menulis artikel dan membuat desain grafis yang mencakup dunia internasional.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pendekatan Teori Realisme dalam Invasi Irak - AS 2003

21 Desember 2023   21:50 Diperbarui: 21 Desember 2023   22:44 99
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pendahuluan 

Konflik peperangan di seluruh dunia sudah sangat tidak bisa dihindari, terjadinya perang antara Irak dan Amerika Serikat memberikan sebuah variasi dalam pergolakan antarnegara. Penyerbuan militer yang dilakukan oleh Amerika Serikat dibawah kepemimpinan George W. Bush menyerang Irak dengan alasan untuk memerangi terorisme. Sejak tragedi 11 September 2001 yang meluluhlantakkan gedung world trade center (WTC), pemerintah Amerika Serikat menyatakan perang terhadap terorisme. Banyak pihak berani mengambil sikap untuk berburu para pelaku dan pendukungnya dengan berbagai cara karena diperkirakan bahwa negara-negara di wilayah Timur Tengah mendukung aksi terorisme. 

Negara barat mengklaim bahwa Irak memiliki senjata yang mampu membinasakan manusia dengan kekuatan besar dan pendukung kelompok teroris. Penyerangan Amerika ke Irak ini adalah sebuah bentuk prakteknya untuk membuktikan keseriusan dan kapabilitas mereka dalam menciptakan perdamaian dunia. Secara umum, konflik manusia sering terjadi karena dorongan untuk menguasai dan memperoleh keuntungan ekonomi. Sering sekali mereka yang melakukan peperangan dengan dalih rasa kemanusiaan. (MIlls, 2002). Amerika sendiri menyatakan penyerangan terhadap Irak dan Amerika sama sekali tidak peduli jika melanggar hukum internasional, sekali pun sudah mendapat peringatan dari Perserikatan Bangsa Bangsa, Amerika menghiraukannya (Zae, 2003). Bagaimana invasi Amerika Serikat ke Irak pada tahun 2003 dapat dijelaskan dalam teori realisme di hubungan internasional? Saya akan berusaha menjelaskan dalam bentuk essay dibawah ini. 

Tinjauan Teoritis 

Intervensi kemanusiaan adalah upaya untuk mencegah atau mengakhiri serangan yang serius terhadap hak asasi manusia dengan menggunakan kekuatan diplomatik dan militer di suatu negara, baik dengan atau tanpa persetujuan dari pemerintah negara yang mengalami konflik internal (Setiono, 2019). Adapun keadaan yang menimbulkan terjadinya intervensi kemanusiaan ialah suatu tindak kejahatan pada kemanusiaan, peperangan, genosida, dan penindasan karena hancurnya sistem sosial (Holzgrefe & Keohane, 2003). Intervensi yang direncanakan akan mengganggu berbagai kegiatan negara yang diintervensi dan mengganggu wilayah sekitarnya. Intervensi biasa dilakukan oleh negara yang melebih-lebihkan kekuatan dan dengan alih menegakkan nilai-nilai keadilan. Sebenarnya, intervensi kemanusiaan biasanya dilakukan karena ketidaksetujuan seorang penguasa terhadap negara lain. Kasus invasi Amerika Serikat, George W. bush memperhatikan aktivitas terorisme dan cara balasan terhadap peristiwa 11 September 2001, menuding Al-Qaeda sebagai dalangnya. (Hotel, 2006)

Pembahasan 

Perdamaian dunia adalah sebuah mimpi bagi seluruh negara, tetapi untuk mencapai perdamaian itu pasti akan terjadi peperangan untuk menyudahi suatu konflik. Invasi Amerika Serikat ke Irak pada 20 Maret 2003 adalah masalah serius. Perang antara AS dan Irak adalah perang yang sulit dan tidak seimbang dari segi kekuatan militer. Tanggal 19 Maret 2003 menjadi hari pertama Amerika Serikat menginvasi Irak dengan kode "Operation Iraqi Freedom". Dengan dukungan dari Inggris dan Australia, Amerika Serikat mulai meluncurkan invasinya ke Irak dengan kekuatan penuh. Persiapan pertama Amerika adalah mengirim 100.000 tentaranya untuk berkumpul di kuwait. Dengan dukungan koalisi lebih dari 20 negara, Amerika Serikat sengaja menyiapkan sebagian besar tentara untuk serangan itu. Irak dikuasai sepenuhnya oleh Amerika Serikat dan mahkamah internasional pun menghukum mati saddam (Kusumo, 2023). 

Amerika Serikat siap memulai perang melawan Irak, meskipun tidak ada penjelasan yang meyakinkan tentang alasan perang yang diperlukan. Selain itu, masyarakat internasional tidak setuju dengan serangan AS ke Irak. Amerika Serikat berdalih bahwa mereka melakukan peperangan sebagai bagian dari upaya mereka untuk memerangi terorisme global. Amerika Serikat berfokus pada upaya agresi ini karena tuduhannya terhadap Irak bahwa negara itu bekerja sama dengan Osama bin Laden dan kelompok jaringan teroris al-Qaeda, pemimpinnya yang otoriter, dan pelanggaran hak asasi manusia. Irak juga memiliki senjata berbahaya dan alat pemusnah massal (Hotel, 2006). Amerika Serikat sebenarnya bermaksud menunjukkan kekuatannya sebagai sebuah negara yang dominan (penuh kekuatan) dan mengurangi potensi-potensi yang dapat menandinginya sebelum mereka dapat berkembang menjadi kekuatan besar. Negara-negara yang mayoritas penduduknya beragama islam, terutama di Timur Tengah, menghadapi bahaya akibat AS sudah buta terhadap Islam. 

Melihat dari sudut pandang ekonomi, Irak adalah salah satu yang memiliki cadangan minyak di kawasan Timur Tengah (Pranowo, 2010). Awal abad kedua puluh, hubungan antara minyak dan kekuatan militer muncul lagi. Dorongan kebijakan Amerika sebagian besar disebabkan oleh tujuan memastikan kontrol tidak langsung atas pasar minyak global guna menjamin pasokan energi di masa mendatang. Mendapatkan kendali atas pasokan minyak Irak menjadi suatu kebutuhan agar Amerika Serikat dapat mengurangi ketergantungan pada negara-negara di Eropa dan Asia Timur. Perampasan kendali kontrol minyak di Irak ini terjadi setelah AS menginvasi hampir seluruh wilayah Irak. Selain alasan ekonomi, Amerika Serikat juga ingin membantu Irak keluar dari pemerintahan Saddam Husein yang kejam dan tidak manusiawi. Dampak penggulingan kekuasaan tersebut telah memantik kelompok-kelompok di negara Irak. Kelompok Syiah, Sunni, dan Kurdi bertikai dan memunculkan perang saudara (Al Mudarris, 2004). 

Setelah mengamati berbagai alasan dan tindakan, peristiwa invasi Amerika Serikat ke Irak pada tahun 2003 menjelaskan sebagai upaya negara-negara besar untuk mempertahankan kepentingan dan kekuasaan mereka di tingkat internasional. Menurut realisme dalam hubungan internasional, negara bertindak berdasarkan kepentingan nasional dan keamanan sendiri, dengan kekuatan militer dan kekuatan politik sebagai pertimbangan utama. Menurut Morgenthau, manusia pada prinsipnya akan berusaha mewujudkan kepentingannya dan meraih supremasi yang dalam prosesnya akan berakibat pada timbulnya agresi (George Sorensen, 2009). Setiap negara di dunia biasanya mengambil keputusan antara bekerja sama atau berkonflik. Dari sudut pandang lain, Morgenthau menyatakan bahwa terciptanya perdamaian terjadi ketika para pemimpin negara menggunakan pertimbangan rasional dalam mencapai kepentingan kekuasaan mereka. Manusia sendiri pada dasarnya akan selalu mengejar eksistensinya melalui supremasi kekuasaan (Algosaibi, 1965). 

Pokok dari realisme sendiri bisa diuraikan melalui lima poin, diantaranya:

  1. HALAMAN :
    1. 1
    2. 2
    3. 3
    Mohon tunggu...

    Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
    Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
    Beri Komentar
    Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

    Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun