Mohon tunggu...
Reski Suci Utami
Reski Suci Utami Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Magister

Hobi: Menyanyi, Masak, Membaca

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Stop Bullying! Mari Berani Berkata "Tidak"

3 November 2024   13:47 Diperbarui: 3 November 2024   13:58 180
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://images.app.goo.gl/hBTadsYstMtwMkZv9

Apasih yang dimaksud dengan bullying?

Bullying adalah perilaku agresif yang dilakukan secara sengaja dan berulang kali oleh seseorang atau sekelompok orang terhadap individu lain. Tujuannya adalah untuk menyakiti, merendahkan, atau mengintimidasi korban. Bullying sering terjadi dimanapun seperti di sekolah, di tempat kerja, maupun di dalam masyarakat. Masalah bullying ini sudah sering terjadi, namun masalah ini masih kurang mendapatkan perhatian. Korban yang di bully biasanya anak yang pendiam dan anak yang susah bergaul dengan teman di sekitarnya. Bullying terjadi karena adanya beberapa faktor penyebab yaitu, perbedaan ekonomi, agama, gender, tradisi dan kebiasan senior untuk menghukum juniornya. Adanya perasaan dendam atau iri hati, adanya semangat untuk menguasai korban dengan mengolok-olok maupun kekuatan fisik. Selain itu, pelaku melakukan bullying untuk meningkatkan popularitasnya dikalangan teman-temannya.

Perundungan merupakan perilaku tidak menyenangkan baik secara verbal, fisik, maupun sosial yang dapat terjadi di dunia nyata maupun dunia maya, yang dapat membuat seseorang merasa tidak nyaman, sakit hati, dan tertekan. Fenomena ini membuat pemerintah berupaya dalam memberlakukan kebijakan perlindungan anak, di antaranya Undang-Undang No. 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak yang mengatur sanksi bagi pelaku perundungan.

Kebijakan tersebut memberikan landasan hukum yang jelas terkait larangan melakukan kekerasan terhadap anak. Pasal 76 C dan Pasal 9 Ayat (1a) Undang-Undang No. 35 tahun 2014 memberikan perlindungan bagi anak dari kekerasan, termasuk kekerasan di lingkungan pendidikan. Sanksi yang diatur dalam Pasal 80 ayat (1), (2), dan (3) mencakup pidana penjara dan denda bagi pelaku perundungan, dengan penambahan sepertiga pidana jika pelaku adalah orang tua korban.

Bullying bukan hanya sekedar ejekan atau fisik saja, masih banyak bentuk-bentuk bullying yang harus dipahami seperti pada penjelasan dibawah ini.

  • Bullying verbal, bullying verbal merupakan bentuk kekerasan yang dilakukan dalam bentuk kata-kata, sebutan, atau panggilan yang menghina dengan tujuan untuk mempermalukan korban. Verbal bullying juga merupakan jenis perundungan yang berupa kalimat kasar ataupun beberapa candaan yang terlewat batas.
  • Bullying fisik, adalah jenis kekerasan yang mudah diidentifikasi dikarenakan pada kekerasan ini dapat meninggalkan jejak pada tubuh korban. Yang termasuk jenis ini ialah memukuli, mencekik, menyikut, meninju, menendang, menggigit, mencakar, serta meludahi anak yang ditindas hingga ke posisi yang menyakitkan, merusak serta menghancurkan barang- barang milik anak yang tertindas. Anak yang secara teratur melakukan bullying dalam bentuk ini kerap merupakan anak yang paling bermasalah dan cenderung beralih pada tindakan-tindakan kriminal yang lebih lanjut.
  • Bullying Cyber, yaitu pembullyiang yang menggunakan teknologi. Seperti media sosial (Intagram, TikTok, Twitter,Telegram) atau pesan teks, untuk mengintimidasi atau mengganggu seseorang secara online.
  • Bullying sosial, dikenal juga sebagai bullying emosional atau relational bullying, adalah bentuk intimidasi yang berfokus pada merusak hubungan sosial atau reputasi seseorang. Ini dapat melibatkan tindakan-tindakan seperti pengucilan, penyebaran rumor, maupun manipulasi sosial.

Biasanya pelaku bullying memiliki ketidakamanan atau masalah pribadi yang membuat mereka merasa perlu untuk merendahkan orang lain atau untuk menyalurkan emsoi mereka. Jadi orang yang menjadi pelaku bullying cenderung memiliki permasalahan dengan keluarganya, misalnya orangtua yang sering menghukum anaknya secara berlebihan dan anak tersebut akan mempelajari dan meniru perilaku bullying ketika mengamati konflik-konflik yang terjadi pada orangtua mereka, kemudian menirukannya kepada teman-teman sekolah, teman lingkungan, maupun teman kerja.

Sedangkan korban yang di bully biasanya korban yang memiliki sikap pendiam, mudah ditaklukkan, perbedaan ekonomi, bahkan budaya antara senior dan junior. Dan di Indonesia ini budaya senior dan junior sudah merupakan hal yang biasa terjadi, maka dari itu korban harus berani untuk menolak atau mengatakan tidak jika itu sudah merugikan dirinya sendiri. Namun kenyatannya masih banyak korban bully yang hanya bisa diam dan tidak melawan dikarenakan. Berikut asalan mengapa korban tidak berani melawan.

  • Ketakutan akan Balas Dendam, korban sering kali khawatir bahwa jika mereka melaporkan bullying, pelaku akan membalas dengan tindakan yang lebih agresif atau memperburuk situasi.
  • Rasa Malu atau Stigma, banyak korban merasa malu atau berpikir bahwa mereka akan dianggap lemah jika mengungkapkan bahwa mereka menjadi korban bullying. Stigma sosial terkait bullying juga dapat membuat mereka enggan berbicara.
  • Kurangnya Dukungan, beberapa korban mungkin tidak percaya bahwa ada orang yang akan mendukung mereka. Jika mereka merasa tidak ada yang peduli atau memahami, mereka mungkin merasa tidak ada gunanya berbicara.
  • Rasa Putus Asa, korban yang sudah lama mengalami bullying mungkin merasa putus asa dan percaya bahwa berbicara tidak akan mengubah apa pun. Mereka mungkin merasa bahwa tidak ada solusi yang dapat membantu. 
  • Persepsi tentang "Kekuatan" Pelaku, jika pelaku bullying memiliki posisi kekuasaan atau pengaruh (seperti teman sebaya yang populer atau senior), korban mungkin merasa bahwa berbicara akan sia-sia.  

Korban yang mengalami bully harus menumbuhkan rasa berani dalam dirinya sendiri, hal ini agar masalah bully ini dapat berkurang. Karena pada hakikatnya kita sama di pandangan Tuhan Yang Maha Esa, korban bullying harus bisa menemukan keberanian untuk mengatakan "tidak" saat dibully karena itu adalah salah satu langkah penting untuk melindungi diri sendiri. Ini bisa terasa sulit, terutama jika kamu merasa takut atau khawatir akan konsekuensinya. Berikut beberapa strateg yang bisa membangun rasa percaya diri dan kemampuan untuk membela diri.

  • Belajar mengenali diri sendiri, yaitu dengan cara memahami kelebihan dan kekuatan yang dimiliki karena hal ini mampu untuk menimbulkan rasa percaya diri.
  • Melatih kepercayaan diri, yaitu dengan cara membayangkan dirimu dengan percaya diri mengatakan "tidak" kepada pelaku bullying. Visualisasi ini dapat membantumu merasa lebih siap saat menghadapi masalah bully. Dan jangan lupa memberi afirmasi positif kepada diri sendiri, misalnya "aku kuat" atau "aku berhak diperlakukan dengan baik".
  • Mencari bantuan, laporkan masalah ini pada orang yang terpercaya karena mereka bisa memberi solusi terkait masalah ini. Namun jika masalah ini sudah keterlaluan atau melewati batas, selaku korban harus berani melaporkan kepada pihak berwajib.

Ingat, kamu tidak sendirian dalam menghadapi situasi ini. Banyak orang siap membantu dan mendukungmu. Mari stop bullying!! untuk Indonesia yang lebih sehat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun