Kekuatan ekonomi bagi suatu negara merupakan salah satu senjata penting untuk menopang kehidupan bernegara tersebut. Harga barang, jasa, nilai mata uang, merupakan hal-hal yang sangat dijaga bagi suatu negara. Jika membahas mengenai harga barang, jasa, dan nilai mata uang, erat kaitannya dengan salah satu masalah perekonomian yaitu inflasi.Â
Inflasi dapat digambarkan dengan suatu kondisi negara yang nilai atau harga barang dan jasanya mengalami lonjakan dalam skala waktu lama. Namun tidak hanya itu, disamping harga barang jasa tersebut, juga terdapat nilai mata uang yang turun bahkan tidak berharga lagi, akibat jumlah edar uang yang tidak terkontrol dan menghasilkan peredaran yang tinggi.
Kondisi yang cukup memprihatinkan tersebut juga dirasakan oleh negara di benua Afrika bagian selatan yaitu Zimbabwe. Inflasi yang dirasakan Zimbabwe ini bukanlah kejadian pertama kali. Pada tahun 2008, Zimbabwe juga pernah mengalami inflasi dengan total 231 juta persen. Hal ini dikarenakan adanya tingkat suplai yang melewati batas.Â
Pada saat itu presiden Zimbabwe melakukan pencetakan uang dengan jumlah yang besar untuk pendanaan kampanye pemilu. Angka inflasi yang sangat tinggi tersebut juga menyebabkan Zimbabwe melakukan redenominasi mata uang. Hal tersebut dilakukan dengan cara penyederhanaan uang senilai 10 milliar dolar Zimbabwe menjadi nilai 1 dolar Zimbabwe. Inflasi 2008 ini pun menghasilkan kondisi perekonomian yang tidak terkendali, masyarakat sendiri pun kesusahan untuk mendapatkan bahan pokok mereka untuk sehari-hari.
Kondisi inflasi pada tahun 2008 ternyata masih berbuntut pada tahun 2022. Hal tersebut dapat dilihat berdasarkan data dibawah ini.
Menurut data persentase inflasi Zimbabwe diatas, pada tahun 2022 zimbabwe kembali digulung oleh hiperinflasi. Dapat dilihat per bulan Agustus 2022 presentase inflasi Zimbabwe menyentuh angka 285%. Inflasi Zimbabwe pada tahun 2022 ini dimulai pada bulan April yang menyentuh angka 96,4%, bulan Mei naik menjadi 131,7%, dan terus naik pada bulan Agustus.Â
Per bulan September tingkat inflasi Zimbabwe mulai mengalami penurunan yaitu 280,4%, bulan Oktober 268,8%, hingga bulan Desember 2022 mencapai 243,8%. Meskipun mengalami penurunan, tingkat inflasi tersebut masih tergolong sangat tinggi.
Adanya hiperinflasi ini kembali salah satunya karena kebijakan peredaran uang yang melebihi batas, upaya redenominasi yang gagal, dan juga dampak dari perang Ukraina dan Rusia yang berimbas kepada Zimbabwe.Â
Pencetakan dan pengedaran uang yang melebihi batas guna untuk membiayai pemerintahan Zimbabwe, menyebabkan harga barang melonjak tinggi. Lalu usaha redenominasi yang dilakukan oleh Zimbabwe pada tahun 2006, 2008, dan 2009 tidak kunjung membuat perekonomian negara tersebut membaik. Selain itu, masyarakat Zimbabwe pada saat itu juga lebih memilih untuk menggunakan dollar AS sebagai alat pembayaran, sehingga redenominasi tersebut dianggap gagal.Â