Mohon tunggu...
Mahendra Sihombing
Mahendra Sihombing Mohon Tunggu... -

Independent - freelance writer

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Jakarta dan Para "Angels". Dulu dan Sekarang

20 April 2015   10:44 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:53 146
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Angel, dalam bahasa Inggeris, artinya bisa dua, malaikat atau bidadari. Bidadari itu seperti apa? Yakin tidak pernah ada manusia yang melihat. Dalam mimpi mungkin. Yang pasti, menggambarkan "angel" dalam pengertian bidadari hanya satu makna : maha cantik. Jadi, kalau ada mahluk yang maha rupawan (biasanya perempuan) maka kata yang paling pas untuk membahasakannya cuma satu : bak bidadari.

Dalam terminologi agama, baik agama Samawi maupun agama Timur, Angel, kalau diartikan sebagai malaikat maka ia adalah mahluk suci. Suruhan Tuhan untuk menyampaikan komunikasi ke dunia. Dia mahluk tak berdosa, tak berfisik, tak bercita, pun tak berasa. Kalau diartikan sebagai bidadari maka, ya itu tadi, mahluk cantik penghuni surga yang, salah satunya, menurut keyakinan agama tertentu, diperuntukkan para umat pria yang beruntung kelimpahan keberkahan sebagai imbalan atas ketaatan si umat pria terhadap asas dan titah yang digariskan oleh Tuhan selama umat pria dimaksud berada di dunia.

Sampai di sini, jelas apa itu Angel: makluk suci tanpa cacat tanpa cemar.

Namun dalam perkembangannya, pemakaian sebutan "angel" menjadi melebar dan melenceng dari arti dan makna yang semula nirmala (tanpa cacat tanpa noda) menjadi berkonotasi hitam penuh cela, setidaknya di kawasan Tebet daerah khusus ibu kota Jakarta. Di kawasan yang ramai dilansir oleh berbagai media belakangan tersebut, "angel" adalah poyokan yang diberikan kepada perempuan yang dipelihara oleh para "mami" dan difungsikan sebagai pramunikmat.

Pramunikmat, bahasa populernya pelacur, konon, merupakan salah satu profesi tertua umat manusia. Di ibu kota Republik tercinta ini,  pernah terkenal satu kawasan di balahan Utara, bernama Kramat Tunggak. Menurut selentingań Kramat Tunggak merupakan satu-satunya kawasan  esek-esek di Indonesia dengan ijin resmi tertinggi hingga tingkat gubernur.

Dulu, di samping Kramtung (demikian bahasa prokemnya pada masa itu) banyak kawasan esek-esek bertebaran di Ibu Kota, antara lain Jembatan Merah, Gang Sadar, Boker, Ancol, PI (Pejompongan Indah).   Semua  beroperasi secara terbuka tanpa harus takut digrebek oleh siapapun. Dan jangan lupa,  FPI yang gemar menggerebek daerah-daerah hitam begituan memang belum lahir juga.

Di samping pusat esek-esek yang beroperasi secara resmi, dalam artian ada ijin walaupun mungkin cuma dari tingkat kecamatan atau bahkan hanya kelurahan, ada pusat esek-esek yang lain yang bertebaran di beberapa tempat, seperti di Jakarta Bypass (sekarang Jl. DI Panjaitan), Jl. Martadinata, dan di pinggiran rel-rel kereta api dalam kota. Yang terakhir ini, jelas tidak punya ijin dan komunikasi umumnya bersifat sesaat dan spontan.

Di lokalisasi golongan pertama, yang punya ijin operasi resmi, julukan para pramunikmat adalah "Ayam-Ayam". Sedangkan di kawasan yang kedua, yang di pinggir jalan, sebutannya adalah "Kue Baskom".  Disebut kue baskom karena mereka bertopengkan jualan makanan camilan yang disajikan di dalam baskom. Baskom dibawa mundar mandir atau mangkal duduk di satu titik, mengharapkan disinggahi dan disapa oleh para pengunjung iseng,

Transaksinya? Sangat mudah. Di lokalisasi yang ada ijinnya, seperti Kramtung cs, langsung saja datangi ke rumah yang disenangi, apalagi kalau sudah kenal dan langganan, tak perlu lewat "mami". Mulai dari seleksi, ke pedekate, hingga melunasi, lakukan sendiri langsung kepada "ayam" dimaksud. Tidak ada peran mami tidak ada mucikari.

Bagi yang malu-malu (karena belum pengalaman) atau bingung deg-degan  (karena baru pertama kali dan takut kepergok tetangga yang bisa jadi tanpa sengaja sama-sama iseng) maka orang-orang yang duduk-duduk di teras rumah lokalisasi (biasanya orang-orang muda) dengan akrab dan meyakinkan akan menyapa: Langsung ke dalam aja, Mas!

Sapaan tanpa basa-basi tanpa tanya ini itu akan membuat si pengunjung merasa aman, nyaman, dan mantap untuk... maju terus! Demikianpun saat mau pulang setelah hajat tuntas, tak perlu ada kata-kata permisi, tak ada lapor, dan tidak akan ditanyai, misalnya sudah bayar atau belum, pelayanannya memuaskan atau tidak. Itu urusan bilateral antara pemakai dan yang dipakai, sewaktu ngamar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun