[caption id="attachment_295709" align="aligncenter" width="516" caption="Perbincangan yang santai bermakna (dok WCD)"][/caption]
“Manfaat menjadi anggota Menwa, salah satunya, adalah memupuk keberanian...” Tutur Bob Nainggolan, SH, MH; salah seorang anggota senior dari Menwa Mahawarman Batalyon III Universitas Katolik Parahyangan (Unpar) Bandung, dalam sebuah obrolan santai di rumah peristirahatannya yang nyaman di kawasan Lembang nan sejuk.
Pengacara kawakan, yang sering dipercayai untuk mengemban posisi terhormat di organisasi advokat nasional, tersebut lantas mengisahkan pengalamannya di era pergolakan tahun 1966 saat dia, seperti umumnya mahasiswa perantau dengan kondisi keuangan yang mepet lainnya, memanfaatkan Posko sebagai ‘rumah’, “Waktu itu sudah tersebar berita bahwa massa ‘merah’ (para pengikut/simpatisan Partai Komunis Indonesia, -pen.) akan menyerbu kampus Unpad dan ITB, namun kita sih tenang-tenang saja karena Unpar tidak disebut-sebut.”
[caption id="attachment_295710" align="aligncenter" width="504" caption="Keberanian mengambil keputusan ...(dok WCD)"]
Namun skenario sejarah ternyata menggariskan fakta yang berbeda. Saat Danyon sudah pulang dan di Posko hanya tertinggal segelintir anggota Menwa, tiba-tiba mereka dikejutkan dengan keriuhan di kejauhan. Ternyata, entah kenapa, rombongan berbaju hitam-hitam dengan atribut bergambar palu arit itu berbelok ke arah kampus Unpar. Kepanikan tentu saja langsung menyergap para anggota Menwa Unpar, apalagi peralatan komunikasi di masa itu belum secanggih sekarang hingga sangat sulit mendatangkan balabantuan.
“Sudah kepepet begitu, akhirnya jadi nekad.” Tutur Bob, yang mengaku doyan berantem saat jadi mahasiswa itu,”Di Posko tuh kan ada beberapa pucuk bedil, kalau tidak salah jenis Garrand, tapi tidak ada pelurunya...”
Begitulah senapan dibagikan dan Bob memimpin teman-temannya untuk menghadapi massa beringas yang berniat merusak kampus mereka. Tubuh tinggi besar dan wajah sangar Bob muda kala itu didukung gestur berani mati saudara-saudara sekorps-nya ternyata sukses membuat gentar gerombolan anarkis itu,”Saya bilang ‘pergi atau kami tembak!’ sambil mengokang senapan...eh, mereka ketakutan!” Bob tertawa. Pasukan Kujang/Siliwangi yang datang belakangan memastikan Kampus Unpar betul-betul bersih dari para perusuh.
“Nah, kalau kamu tanya apa manfaat jadi Menwa, salah satunya itu...” Ujar Bob sambil tersenyum,” Coba waktu itu yang menghadapi bukan Menwa, pasti sudah terbirit-birit!”
Sebenarnya bukan hanya keberanian yang diperlihatkan oleh para anggota Yon III/Unpar dalam kejadian menegangkan yang tak terduga itu. Kemampuan berpikir cepat dan keberanian mengambil keputusan penting di bawah tekanan psikologis yang sedemikian rupa juga tercermin di sana, sebuah kualifikasi yang dibentuk, salah satunya, melalui Pendidikan dan Latihan Dasar Kemiliteran yang mesti dijalani siapa saja yang bertekad menjadi bagian dalam Resimen Baret Ungu Indonesia. Kualifikasi yang sangat dibutuhkan dalam segala bidang kehidupan, termasuk profesi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H