Mohon tunggu...
WAHYUNI SU
WAHYUNI SU Mohon Tunggu... Penulis - Penulis buku, jurnalis web, penerjemah ('translator'), editor ... masih terus belajar tentang segala sesuatu

'... memegang teguh disiplin lahir dan batin,percaya pada diri sendiri, dan mengutamakan kepentingan nasional di atas kepentingan pribadi maupun golongan'

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kegagalan Israel Membungkam Pers Dunia

18 Mei 2021   11:04 Diperbarui: 18 Mei 2021   11:41 169
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Demo pro pembebasan Palestina di London (dok.The Straits Times/ed.WSu)

Serangan udara Israel Sabtu (15/5) lalu, sebagaimana dirilis ekonomictimes.indiatimes.com,  ke sebuah gedung di kamp pengungsi Shati di Gaza telah menewaskan 10 orang bersaudara dari sebuah keluarga besar Palestina. Ironisnya beberapa jam kemudian serangan udara itu diulangi lagi beberapa jam kemudian yang kali ini menyapu sampai rata sebuah gedung 13 lantai di Kota Gaza yang merupakan kantor televisi Al Jazeera yang berbasis di Qatar dan kantor berita AS Associated Press (AP).

Serangan kedua tersebut seolah memperjelas niat pemerintahan Israel untuk menghentikan semua pemberitaan yang meliput agresi militer membabibuta mereka terhadap Palestina, apalagi kedua media yang kantornya mereka hantam tersebut memang terbilang getol untuk urusan itu.

Israel secara sistematis memang berusaha mengendalikan para pemilik media massa untuk berhenti merilis berbagai berita negatif tentang negara yang kini dikomandani Presiden Reuven Rivlin dan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu tersebut. Hasilnya?

Jaringan media Agence France Presse (AFP) asal Perancis, misalnya, pada hari pemboman kantor Al Jazeera dan AP tanpa gentar memberitakan reli demonstran di berbagai kota besar di dunia seperti di London, Madrid, Berlin, Paris, Washington, Boston, Michigan, New York, Montreal, Athena, Roma, dan Tunisia yang keseluruhannya diikuti ratusan ribu pengunjuk rasa. Bendera Palestina berkibar di jalan-jalan yang mereka lalui. AFP terus memperbaharui liputan mereka atas tindakan agresi Israel tersebut.

Reuters, BBC, New York Times, dan berbagai jaringan media besar lainnya di seantero dunia pun tetap dengan tekun mengikuti serta memberitakan perkembangan konflik bersenjata Israel dan Palestina.

Hal serupa dilakukan juga oleh jaringan media di kawasan Asia Selatan seperti Anadolu Agency, Geo TV, India Times, dan banyak lagi memberitakan kabar serupa yang berlangsung di Pakistan dan India. Bahkan agensi berita ANI juga menurunkan liputan tentang demo anti agresi Israel yang diikuti ratusan orang dari berbagai negara di sekitar masjid warga Turki di Tokyo (Jepang) selepas sholat Jumat (14/5) lalu.

Ulah biadab Israel menyerbu masjid Al-Aqsa hanya sehari berselang setelah Inggris, Prancis, Jerman, Italia, dan Spanyol pada Kamis (6/5) mendesak negara itu untuk mengakhiri kebijakan pemukimannya di wilayah Palestina yang diduduki dan pengusiran dari Yerusalem timur; menunjukkan bahwa ambisi mereka memusnahkan bangsa Palestina sepertinya takkan bisa diredam.

Al Jazeera pada laporannya per Sabtu (16/5) yang kemudian diperbaharui pada Minggu (17/5) menyebutkan bahwa setidaknya 192 warga Palestina terbunuh, termasuk di antaranya 58 anak-anak dan 34 perempuan, dalam kurun waktu seminggu berlangsungnya aksi kekerasan di Jalur Gaza tersebut. Sementara Israel menyebutkan 10 orang tewas, dua di antaranya anak-anak. BBC (17/5) mengutip keterangan kementerian kesehatan pergerakan Palestina menyebutkan 197 tewas dan 1235 lainnya luka-luka.

BBC juga mengutip pernyataan Netanyahu bahwa serangan Israel atas Palestina akan terus berlangsung dengan 'kekuatan penuh' dan 'butuh waktu (untuk sampai titik akhir)'. Serangan yang selalu digembar-gemborkan Israel sebagai upaya untuk menekan kiprah gerombolan teroris itu nyatanya, sebagaimana diungkap Jason Lee yang merupakan direktur Save the Children di Palestina pada Al Jazeera, telah mencederai tiga anak Palestina setiap jam sejak agresi berlangsung mulai pekan lalu.

Fakta tersebut rupanya salah satu hal yang membuat setiap orang, termasuk para jurnalis, menyadari bahwa 'kita memang hanya perlu menjadi manusia untuk menolong Palestina'.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun