Dunia perpolitikan di Indonesia kembali dikejutkan dengan sebuah pernyataan politik. Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dalam konferensi pers menyatakan telah mengirim surat kepada presiden Joko Widodo mempertanyakan terkait pejabat disekitarnya yang dia (AHY) duga sedang merencanakan kudeta di partai Demokrat.
Sontak hal ini menjadi kehebohan dan menjadi perhatian masyarakat karena munculnya isu ini secara tiba-tiba disampaikan oleh AHY tanpa sempat ada tanda-tanda atau kisi-kisi permasalahan serius yang sedang melanda partai bintang mersi. Lalu bagaimana penulis melihat masalah ini?
Penulis mulai dari pengertian kudeta. Kudeta sendiri merupakan sebuah tindakan perebutan kekuasaan secara paksa yang bahkan dengan menggunakan kekerasan.
Sebenarnya penggunaan kata kudeta lebih tepat digunakan dalam konteks pemerintahan, karena biasanya sebuah tindakan dikatakan kudeta disertai dengan penguasaan terhadap kekuatan negara seperti militer dan kepolisian.
Dalam hal yang dimaksud AHY, diduga ada pihak-pihak yang berusaha ingin menjatuhkan AHY dari kursi pimpinan partai dan mengambil alih partai. Sebenarnya penulis melihat kurang cocok memakai kata "kudeta" pada kasus ini selain hanya memberikan dramatisasi lebih kepada isu yang sedang muncul.
Tidak adanya tanda-tanda keretakan atau masalah serius di partai demokrat akhir-akhir ini membuat pernyataan AHY menjadi heboh di masyarakat, apalagi ketika dia mengikutsertakan presiden Jokowi dalam isu ini meski bukan sebagai diduga pelaku.
Jika penulis melihat kembali bagaimana perjalanan partai Demokrat selama ini, partai ini lebih berbasis kepada ketokohan. Artinya ada satu tokoh inti yang membuat partai ini bisa menjadi cukup besar dan dalam hal ini adalah nama besar Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Atau malah terasa lebih pas jika penulis melihat partai demokrat ini sebagai "partai keluarga", sama juga dengan PDIP dengan Megawati maupun Gerindra dengan Prabowo misalnya. Maksudnya, pucuk kepemimpinan partai-partai ini akan didominasi atau dikuasai seputaran keluarga tokoh pendiri.
Sebenarnya dan seharusnya, partai dengan "saham" kuat dimiliki oleh seorang tokoh maupun keluarganya seperti Demokrat ini hanya memiliki kemungkinan kecil diterpa masalah-masalah perebutan kekuasaan. Berbeda cerita dengan partai yang ketokohannya lebih tersebar merata.
Hal itu karena kecil kemungkinan ada tokoh lain yang merasa mampu untuk mengambil alih "saham" kuat yang dimiliki tokoh inti. Berbeda ketika ketokohan partai merata, setiap tokoh mungkin menganggap dirinya sendiri layak memimpin sehingga dari titik itulah biasanya muncul perebutan kekuasaan.
Lalu kenapa muncul isu kudeta di partai Demokrat? Penulis sendiri sebenarnya juga tak paham karena balik lagi, tak ada tanda-tanda masalah serius pada partai Demokrat akhir-akhir ini. Apalagi ketika isu itu langsung disampaikan oleh sang ketum.