Beberapa waktu setelah berbagai kegiatan Habib Rizieq yang menghadirkan kumpulan massa, pemerintah dan aparat rupanya mulai melakukan penyelidikan dan penindakan terkait ada tidaknya pelanggaran protokol kesehatan.
Rupanya pemerintah mulai terusik dengan polah tingkah Habib Rizieq setelah pulang kembali ke Indonesia. Atau bisa jadi pemerintah mulai bergerak karena tekanan terus menerus dari kalangan masyarakat yang terusik oleh berbagai kegiatan Habib Rizieq.
Dengan mudah penulis dapat menemukan keresahan masyarakat itu melalui komentar dan respon-respon yang disampaikan masyarakat di berbagai media yang sedang merilis pemberitaan mengenai kegiatan Habib Rizieq. Kebanyakan respon itu bernada keresahan meskipun ada beberapa yang mencoba mengimbangi dengan dukungan.
Munculnya banyak sesi perdebatan di ruang publik yang disiarkan oleh media juga menjadi satu gambaran yang menguatkan keyakinan bahwa kegiatan itu telah membuat keresahan masyarakat.
Akhirnya pemerintah dari pejabat, menteri, bahkan hingga presiden menyuarakan keresahan dan penyesalan. Ditindaklanjuti dengan respon kepolisian yang melakukan penyelidikan, melakukan pemanggilan kepada pejabat-pejabat yang seharusnya bertanggung jawab, bahkan hingga melakukan mutasi pimpinan kepolisian di daerah yang menjadi basis kegiatan Habib Rizieq.
Bahkan kepolisian sudah menjadwalkan pemanggilan dan pemeriksaan kepada penyelenggara acara yang notabenya adalah anak buah Habib Rizieq. Apakah dengan segala tindakan pemerintahan ini akan mempersempit gerak Habib Rizieq? Akankah Habib Rizieq melunak dengan tekanan-tekanan ini?
Jika kita merunut sejarah pergerakan Habib Rizieq beserta ormasnya FPI dan kelompok-kelompok pendukungnya. Rasa-rasanya sulit untuk melunakkan Habib Rizieq, apalagi dengan kasus-kasus yang tidak terlalu melibatkan beliau secara personal.
Setidaknya penulis menemukan dua alasan kenapa tekanan kali ini masih sulit untuk melunakkan Habib Rizieq dan pengikutnya.
Pertama. Entah banyak yang sadar atau tidak, cara Habib Rizieq menyikapi tekanan hampir sama seperti sindiran yang sering ditujukan kepada SBY. Ketika berbicara tentang SBY, dikenal istilah "saya prihatin" yang katanya jadi jurus beliau dalam menghadapi tekanan lawan politik.
Habib Rizieq dan pengikutnya ternyata juga sering menggunakan strategi untuk merasa dipojokkan, atau yang mungkin lebih dikenal dengan istilah "playing victim".
Silahkan dicari sendiri seberapa sering mereka (HRS dan pengikut) menggunakan istilah "Kriminalisasi ulama", "Dizalimi", "tidak adil" untuk melawan tekanan yang datang baik dari pemerintah maupun kelompok lain.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!