Minggu pertama : terinspirasi puisi.
Â
Juni masih juga belum tampak. Belum sanggup kubaui. Entahlah, seperti begitu jauh jarak yang membentang, masih berhari lamanya. Aku masih di sini, perlahan menuju. Seperti roda roda yang perlahan bergulir. Di sini, Maret yang basah, disini di tepian ini. Oleh gerimis yang tak henti hentinya bertamu. Lalu menjadi dingin.Â
Membayangkanmu, gelora ini membuncah di dada. Dada yang selalu terbelenggu. Dada yang seolah berhamba. Pada gelap. Pada hitam. Pada larut. Pada iblis dan suara-suara mengaum yang aneh. Hingar bingar dan hiruk pikuk, seperti hari ini. Waktu yang egois.
Tak tertahan ingin menemuimu. Hujan. Kaukah yang bersembunyi pada sajak sajak yang tak bisa mati?
Telah kudengar kabar yang dibawa pipit kuning bersama angin senja. Mereka sedang mampir pada dahan jambu di depan senja. Betapa berbahagianya kekasih-kekasihmu, yang kau doai sepanjang waktu fana. Kutahu, itu selalu dalam diammu. Betapa mereka seharusnya.Â
Aku menjadi iri padamu, pada cinta yang sebegitunya di dada. Hingga kau rahasiakan dalam tabah. Kau senyapkan dalam arif. Sehening itu rindumu.Â
Aku tahu, bersama akar pohon yangberbunga, itu. Dan kau tahu, aku telah benar benar ingin mencintaimu. Ya, benar benar mencintaimu dan menjadimu. Tidak seperti.Â
Aku menjadimu.
*Terinspirasi Puisi Sapardi Djoko Damono
Â