[caption caption="Kuli Panggul Pasar (sumber: Flickr)"][/caption]Namanya Mas Murni, orang-orang pasar memanggilnya Mas Murni, ya.. hanya itu Mas Murni, nama lengkapnya tidak ada yang tahu. Bahkan aku tetangga dempet gubuknya pun tidak tahu siapa nama lengkapnya, sempat terbesit di benakku untuk bertanya padanya kenapa dipanggil Mas Murni, tapi selalu saja aku urungkan, akh.. ngapain aku merusak pertemanan ini pikirku, aku takut kawan baikku tersinggung, bahkan saat bersama-sama mabuk arak jowo pun, aku tidak berani mengusik hal itu.Â
Sedikit kisah yang aku kumpulkan dari orang yang dituakan di pasar tempat kami berpeluh tiap hari sedikit membuka tabir mengapa kawanku itu dipanggil Mas Murni. Mbah Bejo berkisah bahwa Mas Murni datang saat pasar Sambi Roto ini mulai dibuka 10 tahun yang lalu. Dahulu Mas Murni berjualan perhiasan emas katanya, akhirnya Mas Murni bangkrut karena tertipu kawan bisnisnya. Setengah percaya aku menelan mentah-mentah penjelasan kakek tua penghuni lapak 7A itu.Â
Memang nama Mas Murni mungkin ada hubungannya dengan perhiasan emas, tapi benarkah dia dulu jurangan emas? Beragam pikiran kembali mengusik ketenangan tidurku malam ini.
Saat pertama kali aku datang mengadu nasib di pasar ini, Mas Murni sudah menjadi tenaga andalan bagi para juragan pasar, pertama kali aku berkenalan dengan Mas Murni adalah saat aku menyewa romli di belakang pasar. Kebetulan saja romli yang bersisa adalah yang bersebelahan dengan romli sewaan Mas Murni.Â
Romli adalah istilah yang hanya dikenal di pasar ini. Entah siapa yang memulai, romli adalah singkatan dari room kuli alias kamar untuk para kuli pasar. Lumayan, dengan menyewa romli para kuli pasar yang tinggal jauh dari desa kelahirannya seperti aku ini dapat berhemat selagi mendapatkan tidur nyenyak yang pantas. Malam pertama di romli aku ngobrol panjang lebar dengan kawan baruku itu, Mas Murni.Â
Dia memperkenalkan namanya dengan nama Mas Murni, aku sempat tersentak dan heran sewaktu dia menyebutkan namanya, rasanya ganjil, bila namanya adalah Mas Ida mungkin aku maklum saja dan beranggapan mungkin saja kawan baruku ini berasal dari Bali, sempat pula aku bertanya dalam hati apa maksudnya menambahkan Mas didepan namanya, apakah dia merasa lebih tua dariku, pikirku waktu itu, atau memang nama yang diberikan ibu bapaknya berawalan Mas, tapi mengapa harus Murni di belakangnya? Seperti nama seorang wanita, ataukah dia adalah wanita yang berganti kelamin menjadi seorang pria, tapi suara dan perawakan kawan baruku itu seperti lelaki kebanyakan, apakah mungkin ganti kelamin dapat mengganti suara dan perawakan juga pikirku.
Lalu mengapa setelah berganti kelamin dia tidak mengganti namanya dengan nama seorang lelaki, seperti joko, suherman, sudirman, mahfud, atau apapun, mengapa harus tetap dipanggil murni? keherananku bertambah, saat aku bertanya dari kampung mana dia berasal, dia menjawab dengan tertawa lebar katanya, pokoknya jauh, sangat berbeda dengan kebanyakan orang yang kukenal, bila aku bertanya kepada orang lain mereka dengan sangat bangga akan menyebutkan daerah asalnya bahkan sampai disebutkan pula nama kampungnya sekaligus, tapi kawan baruku ini tidak mau kampungnya diketahui.Â
Entahlah... Kehangatan pribadinya membuat aku tidak memikirkan hal-hal itu lagi. Malam itu dia berbagi rokok, kopi, dan hongkong denganku, bahkan malam-malam selanjutnya juga, sering kali dia berbagi denganku. Hongkong adalah istilah orang di selatan pulau ini untuk menyebut gorengan, mungkin yang pertama kali berjualan gorengan di sini adalah orang yang berasal dari hongkong.
Mas Murni memang bukan orang yang sempurna tapi di pasar ini dia dikenal sebagai kuli yang penurut, bertenaga besar dan sangat jujur. Tidak pernah aku dengar Mas Murni bersitegang dengan juragan-juragan pasar yang menyewanya, semua yang diperintahkan oleh para juragan selalu dikerjakannya dengan sangat bersemangat, bahkan mungkin bila diperintahkan masuk sumur pun Mas Murni akan menurut juga! Untuk urusan tenaga, bila aku yang cukup berotot ini dapat memanggul 2 karung sekaligus, maka Mas Murni sanggup melahap 3 karung sekali jalan. Benar-benar edan kekuatan Mas Murni. Hebatnya lagi Mas Murni sanggup bekerja di atas rata-rata jam kerja para kuli pasar. Sering kali bila ada bongkaran barang di malam hari, Mas Murni siap dipanggil untuk mengerjakannya. Sampai sekarang aku sendiri tidak tahu dari mana Mas Murni mendapatkan tenaga dan stamina sebesar itu, apakah karena namanya? Banyak orang-orang pasar yang percaya, nama Mas Murni membuat dia bertenaga seperti itu.Â
Heem.. boleh percaya boleh tidak, tapi faktanya memang seperti itu, bukankah emas yang murni itu tidak lebur oleh api, tidak lekang oleh karat, tidak hancur oleh palu begitu kata orang-orang pasar. Soal kejujurannya tidak perlu diragukan lagi, pernah suatu kali Mas Murni menemukan dompet tercecer di pasar. Oleh Mas Murni dompet itu, yang sepertinya adalah dompet untuk wanita, diserahkan ke kantor petugas pasar. Saat itu banyak dari kami, para kuli kawan Mas Murni berkata supaya rejeki itu dipakai untuk pesta arak saja, lagipula tidak ada kartu identitas di dompet itu, hanya ada foto seorang anak perempuan kecil, mungkin sebaya anakku di kampung, aku taksir berusia kurang lebih lima tahunan. Sempat pula kami menghitung uang di dompet itu, lebih besar dari yang kami terima sebagai upah menjual tenaga selama satu bulan, jumlahnya pas, tujuh ratus lima puluh ribu rupiah.Â
Itulah Mas Murni, meski di didesak kami semua, kawanku itu tetap pada pendiriannya, diserahkannya dompet itu pada petugas berseragam biru berkumis tipis, harapannya petugas tersebut dapat membantu mengembalikan dompet itu kepada pemiliknya. Sehari setelah kejadian itu aku melihat petugas berseragam biru berkumis tipis itu menenteng ponsel keluaran terbaru yang dipamerkannya dengan bangga pada temannya sesama petugas pasar. Mungkinkah dia memakai uang di dompet itu ataukah hanya kebetulan saja? Hanya Tuhan yang tahu.