Mohon tunggu...
Fatur Samherlis Giwe
Fatur Samherlis Giwe Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa

mencobalah sebelum menyesal.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Adakah Kesejahteraan di Balik Kemerdekaan?

27 Agustus 2020   19:53 Diperbarui: 27 Agustus 2020   19:42 85
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Selama 74 tahun merdeka, Indonesia masih jauh dari kata sejahtra dan kesejahtraan terasa hanya milik segelintir orang. Masih banyak orang yang tidak mampu memenuhi kebutuhan sehari-hari, dikarenakan kurangnya pendapatan. Sehingga, berakibat terhadap kenaikan kemiskinan dalam negara. 

Untuk itu, peningkatan pendapatan menjadi faktor yang paling penting. Baik itu dengan menciptakan lapangan pekerjaan atau bantuan dari pemerintah. Dengan adanya pendapatan juga akan berfungsi sebagai biaya Pendidikan. Yang dimana, ini menjadi satu jalan utama untuk menaikan tingkat kesejahtraan dalam masyarakat. 

Menurut undang-undang No. 11 Tahun 2009, tentang kesejahteraan masyarakat, kesejahteraan masyarakat adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spiritual, dan sosial warga negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya. 

Sejauh ini, menurut data Badan Pusat Statistika pada bulan Maret 2018 mencatat bahwa jumlah kemiskinan di Indonesai sebanyak 25,95 juta orang, sedangkan pada Maret 2019 mencatat bahwa jumlah masyarakat miskin di Indonesia sebanyak 25,14 juta orang. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa ada penurunan penduduk miskin dari tahun 2018-2019. 

Walaupun ada penurunan, tapi jika dilihat dari sumber daya alam yang sangat berlimpah di Indonesia seharunya suda banyak warga masyarakat yang ada didalam negara merasakan kesejahtraan yang semestinya didapatkan. 

Pengaruh ketidak sejahtraan juga, mempengaruhi banyak anak Indonesia yang putus sekolah dan banyak yang harus menyimpan keinginan untuk tidak bersekolah padahal sekolah menjadi sarana untuk kemajuan negara dan penunjang kesejahtraan dimasa depan. 

Menurut data Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) mencatat bahwa sebanyak 4.586.332 anak yang putus sekolah atau tidak bersekolah (Tempo.co, 28/07/2020). Jika dilihat dari jumlah yang ada sangat di sayangkan para penerus bangsa yang seharusnya jadi garda terdepan suatu saat nanti harus tidak merasakan Pendidikan 

Menurut studi yang dilakukan Yayasan Sayangi Tunas Cilik (STC), salah satu alasan para anak Indonesia tidak sekolah dan putus sekolah adalah karena penyebab kemiskinan (Tempo.co, 28/07/2020). 

Sejauh ini kesejahtraan belum sepenuhnya dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat selama kemerdekaan. Sehinga, berakibat terhadap kemiskinan dan Pendidikan anak. Pemerintah sebagi pengelola negara harus memanfaatkan SDA dengan baik agar berdampak terhadap peluang kerja yang dimana dapat menghasilkan pendapatan bagi masyarakat.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun