Mohon tunggu...
Raina Widy
Raina Widy Mohon Tunggu... Guru -

Terbuka dengan perbedaan pendapat rainawidy@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Tak Hanya Siswa, Guru Pun Harus Introspeksi Diri

2 Februari 2018   17:43 Diperbarui: 3 Februari 2018   14:11 3234
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Suatu hari di sebuah kelas, saya mendengar seorang siswa bertanya istilah yang tidak dia mengerti dengan gurunya. Dengan spontan Bu Guru menjawab,

"aduh kamu ga usah nyusahin diri sendiri deh. Jawab aja yang kamu tahu."

Siswa tersebut langsung tertunduk malu. Tak berani bertanya lagi.

Di lain kesempatan ketika ujian sedang berlangsung, saya mendengar lagi Bu Guru yang lain mengatakan:

Kumpul cepet, jawab ga jawab jawaban kalian pasti salah. Percuma aja bla...bla...

Tak terhitung lagi respon guru-guru yang sering kali membuat kuping panas mendengarnya, halah kamu itu, belum lagi panggilan buruk seperti eh item, si ompong, dasar gendut pemales, dst. 'Kata-kata mutiara' ini juga diikuti dengan ancaman dan kekerasan fisik oleh guru terhadap siswanya. 

Menurut Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) setidaknya ada empat jenis kasus kekerasan di sekolah terhadap anak yakni; kekerasan fisik, seksual verbal, psikis dan cyber bullying. Kekerasan yang paling banyak dilaporkan adalah kekerasan fisik berupa dipukul, ditempeleng, ditendang, dijewer, dicubit, dilempar dengan benda-benda keras, dan dijemur di bawah terik sinar matahari dan kekerasan psikis atau emosional meliputi mengancam, merendahkan martabat, memaki, mempermalukan dan seterusnya.

Sepertinya pelanggaran yang banyak dilaporkan tersebut bukanlah jenis pelanggaran berat, kita malah seringkali mengomentarinya, 'masa' gitu aja lapor sih, dasar cemen!' Kami dulu ditendang, ditabok guru, ga papa. Ga dendam'. Mungkin karena sering kali diperlakukan seperti itulah maka generasi yang dihasilkan ya gitu deh. Lebih dari sekedar efek samping makan micin.

Namun bila dilaporkan ke pihak yang berwajib kekerasan di atas akan diproses secara hukum. Apa jadinya jika jenis kekerasan tersebut semuanya dibuat menjadi aduan ke pihak kepolisian? Tentu pihak kepolisian akan juga kewalahan. Faktanya, itulah kasus yang banyak terjadi di lapangan ketika guru dilaporkan ke polisi.

Apa jadinya juga dampak pada anak yang bersangkutan? Mereka yang tidak berani melapor, hanya diam saja. Tidak sedikit yang menjadi trauma, ada pula yang melapor pada orang tua dan polisi, dan yang paling buruk adalah dendam yang membuatnya melakukan kekerasan pada guru. 

Dalam kasus kekerasan antara guru dan siswa, guru pun harus introspeksi diri karena pada dasarnya anak-anak yang 'bermasalah' ini juga terlahir sebagai anak-anak yang baik, lembut dan perasa. Mereka tidak serta merta begitu saja menjadi anak-anak yang suka membantah, melawan, berbicara kasar bahkan berani bertindak emosional dan brutal. Ada penyebab mengapa mereka sampai berbuat nekat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun