Mohon tunggu...
Raina Widy
Raina Widy Mohon Tunggu... Guru -

Terbuka dengan perbedaan pendapat rainawidy@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Jangan Panik Jika Ada Temanmu yang Belum Menikah

14 Desember 2017   19:11 Diperbarui: 14 Desember 2017   21:11 2052
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jangan Panik Jika Ada Temanmu yang Belum Menikah

Noleh kanan, kiri

Dua ribu tujuh belas segera berlalu 

Eh sini, masih ada aja yang sendiri

Di pojok situ...

Judul di atas sebenarnya saya temukan di salah satu media online dengan judul asli: Jangan Panik Ketika Satu Per Satu Temanmu sudah menikah. Tapi saya membuatnya terbalik.

Pada umumnya terlebih lagi wanita, ketika melihat teman seusia, satu per satu mulai ke jenjang pernikahan sedangkan diri ini masih saja sendiri, maka satu perasaan yang mau tidak mau menyeruak adalah panik! Kapan ya giliran saya?

Namun, bagi saya yang memang belum pernah menikah dan Alhamdulillah masih berkeinginan kuat untuk menikah, yang justru panik adalah orang-orang di sekitar saya terutama sahabat-sahabat terdekat yang kebetulan baru menikah dari hasil perjodohan orang tua atau guru ngajinya hehee...

Kenapa kamu belum menikah? Ya karena belum bertemu jodoh. Kalau dipertemukan Tuhan, masa' iya masih ingin terus sendiri. Saya sendiri pun tidak punya alasan lain untuk menunda pernikahan. Sederet prasangka mulai dilontarkan, 'Ah kamu sih suka pilih-pilih', 'kriteria kamu muluk-muluk sih','apa mungkin jodoh kamu sudah meninggal?', 'ih kesian ya belum laku-laku',atau 'kamu diganggu jin kali', 'mungkin dia kelainan', dan titik-titik .... Suka-sukalah yang komentar.

Jawaban saya masih saja sama, "Insyaallah, doain ya." Jawaban yang tidak memberikan kepuasan bagi si penanya. Pertanyaan lain menyusul aku kenal ga dengan calon kamu, pekerjaannya, dan seterusnya membuat saya mual sendiri. Bertahun-tahun setelahnya, saya jadi malas berbicara dengan seorang sahabat hanya gara-gara pertanyaan pembukaan yang berulang-ulang: kapan ngundang?

Saya pikir pertanyaan begitu adalah bentuk lain dari perhatian. Walaupun ketika teman-teman saya yang sudah menikah itu mengeluhkan suami, mertua, ipar atau tentang lelahnya harus juga ikut banting tulang dan mengurus anak sampai badan sendiri menjadi kurus, saya menyimak saja. Kadang-kadang kena juga giliran meminjamkan uang ketika curhat tersebut berakhir dengan uang belanja yang tak cukup.

Saya pikir mengapa mendesak orang lain menikah jika hidup sesudah menikah ternyata tak seindah drama Korea minimal seindah buku-buku indahnya menikah dini?Apa jadinya juga jika saya bertanya balik kenapa kamu masih bertahan dalam pernikahan kamu? Kenapa tidak disudahi saja? Tidak etis kan?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun