Partai Demokrat merupakan fenomena yang tidak umum dalam jagad politik tanah air. Betapa tidak, tanpa memerlukan waktu lama partai berlogo bintang mercy ini menjadi partai besar dan berhasil mengantarkan Susilo Bambang Yudoyono (SBY) menjadi presiden untuk dua periode. Dalam pemilu legislative 2004, Demokrat masih berada pada papan tengah, namun dalam pemilu 2009 melesat menjadi partai pemenang pemilu.
Namun kisah kesuksesan Demokrat diatas boleh jadi tak bakal berjalan lama. Hal ini tidak terlepas dari banyaknya elit partai demokrat yang terjungkal dalam kasus korupsi. Sebutlah Muhammad Nazaruddin, bekas Bendahara Umum DPP, Angelina Sondakh, bekas Wakil Sekjen DPP, Hartati Murdaya, bekas anggota Dewan Pembina, hingga Andi Alfian Malarangeng, bekas Sekretaris Dewan Pembina.
Persoalan Demokrat semakin kompleks dengan rapuhnya hubungan internal Demokrat. Melebarnya faksi politik yang menggerogoti tubuh Demokrat membuat partai ini kian limbung. Pemecatan Ruhut Sitompul dari pengurus teras Dewan Pimpinan Pusat (DPP) adalah sinyal bahwa internal Demokrat sedang rapuh.
Memang dalam konteks membangun trust publik, pemecatan Ruhut “Poltak” Sitompul boleh jadi merupakan langkah tepat dan rasional. Mengingat Ruhut adalah salah satu politikus Demokrat disamping Sutan Bhatoegana yang gemar mengacaukan rasionalitas publik dengan pernyataan-pernyataan yang kerap kali tidak etis dan membingungkan masyarakat. Ruhut adalah tipikal politikus hedonis yang hanya memikirkan kesenanganya sendiri dan kelompok politiknya dengan “memperkosa” kemaslahatan publik.
Namun dalam hubungan internal Demokrat, pemecatan Ruhut merupakan sinyal terbuka yang di tabuh Anas terhadap otoritas Susilo Bambang Yudoyono (SBY) di Demokrat. Ruhut Sitompul dikenal luas sebagai loyalis/pembela setia SBY dan juga menjadi salah satu pentolan dari faksi Cikeas. Sebelumnya, Ruhut adalah salah satu pendukung utama Anas Urbaningrum dalam kongres partai Demokrat di Bandung dua tahun yang lalu, bahkan ia pernah mengidolakan tokoh muda ini. Namun dengan munculnya kasus korupsi Nazaruddin dan menyeret nama Anas, Ruhut Sitompul berbalik arah menyerang Anas untuk mundur dari kursi ketua umum.
Langkah Berani
Pemecatan Ruhut dari pengurus elit DPP merupakan langkah berani Anas. Karena ia telah memosisikan diri vis a vis dengan SBY yang notabene merupakan figure sentral Demokrat. Pemecatan Ruhut ini merupakan ajang uji coba kekuatan politik Anas terhadap Yudoyono. Pada tahun 2010 silam sikap melawan Anas terhadap titah Cikeas (SBY) untuk tak maju dalam bursa ketua umum berhasil. Kali ini Anas sepertinya ingin mengulangi kesuksesannya tersebut.
Keberanian Anas ini merupakan bunuh diri politik, dan ia sepertinya menyadari betul hal ini. Penetapan Andi sebagai tersangka oleh KPK dalam kasus Hambalang adalah kunci yang bisa menyeret Anas dalam kursi pesakitan. Seperti diketahui, penetapan Andi Alfian Malarangeng sebagai tersangka dalam kasus Hambalang berdasarkan kicauan Nazaruddin. Dalam kicauannya tersebut, Nazaruddin juga menyebut nama Anas.
Sehingga bagi Anas tidak ada jalan lain selain memperkuat barisan di internal Demokrat. Pengurus teras di DPP yang tidak sejalan disingkirkan. Dengan soliditas pengurus DPP ini posisi tawar Anas selaku ketua umum partai Demokrat menjadi semakin kuat dan tentunya menjadi pertimbangan bagi KPK. Bayangkan, kalau Anas bukan lagi duduk sebagai ketua umum partai Demokrat, maka bisa dipastikan KPK tak akan membutuhkan waktu lama untuk menjadikan Anas sebagai tersangka.
Memang setiap pilihan politik pasti menimbulkan sejumlah kosekwensi. Dan keberanian Anas memecat Ruhut Sitompul jelas akan membuat Demokrat semakin terpuruk, karena konflik internal kian menganga. Upaya Anas Urbaningrum untuk membangun hegemoni di Demokrat pasti akan ditentang oleh SBY yang kharismanya mulai memudar di partai. Tapi Anas tak boleh lupa, faksi ketua DPR, Marzuki Ali relatif solid dan sangat mungkin sedang mempersiapkan amunisi untuk menggusur dominasi Anas.
Problema yang terjadi di partai Demokrat ini jelas akan membuat partai kian terperosok dari popularitas. Ini merupakan kosekwensi dari kemenangan Demokrat yang dibangun diatas politik pencitraan figur SBY. Bukan pada kekuatan program partai, bukan pada kualitas kader, dan bukan pula oleh progresifitas ideologis dan kohesitas jaringan partai dengan akar rumput. Egoisme individu dan arogansi faksi yang sedang melilit Demokrat saat ini cepat atau lambat akan menjadi “kiamat” bagi partai Demokrat.
Political Sacrifice
Untuk itu, harus ada semangat pengorbanan politik (political sacrifice) dari elit Demokrat untuk menyelamatkan partai dari kehancuran. Dari semua elit partai yang paling bertanggung-jawab untuk melakukan semangat pengorbanan politik ini adalah Anas Urbaningrum. Karena pusaran persoalan yang menerpa Demokrat saat ini ada pada diri Anas.
Sikap ksatria Anas Urbaningrum sangat dibutuhkan oleh partai Demokrat sebagai kunci untuk menyelamatkan Demokrat dari kehancuran. Olehnya itu, Anas harus berjiwa besar untuk mengundurkan diri dari posisi ketua umum, kalau tidak mau partai Demokrat tinggal menunggu kehancuran.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H