Mohon tunggu...
Muhamad Hamka
Muhamad Hamka Mohon Tunggu... -

"Yang tertulis akan abadi"

Selanjutnya

Tutup

Politik

Potret Partai-Partai Mabuk Kekuasaan Itu!

21 Mei 2014   17:17 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:16 397
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Joko Widodo dan HM Yusuf Kalla resmi menjadi capres-cawapresyang di usung oleh empat partai koalisi; PDIP, PKB, NASDEM dan HANURA. Empat partai pendukung Jokowi-JK ini memiliki motif tersendiri dalam memberikan dukungan politiknya. Jokowi yang sedang ‘mabuk’ dengan popularitasnya berhasil menarik ketiga partai tersebut (PKB, NASDEM, HANURA) untuk bergabung bersama PDIP.

Jokowi yang nampak kalem, terlihat santun, terkesan beradab, dan di pandang sebagai nabi oleh para pendukung fundamentalisnya ini berhasil mengecoh nalar dan ‘merampas’ nurani banyak orang baik tapi malas berfikir. Okelah, kita lupakan soal Joko Widodo yang Nampak merakyat itu, namun mari kita lihat potrettiga partai yang berkongsi dengan PDIP mendukung Jokowi-JK ini.

Pertama, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).

Partai yang di gawangi oleh politikus muda haus kekuasaan ini menjadi salah satu tandem koalisi PDIP. Cak Imin, demikian pria bernama lengkap Muhaimin Iskandar ini disapa. Kemampuanya membangun manuver, mengelaborasi wacana politik dan kepiawaian meliuk dalam melakukan gerilya politik, membuat keponakan Gus Dur ini layak di tasbihkan sebagai politikus muda paling licik dalam jagad politik tanah air.

Cak imin yang sudah menjadi Ketua Umum PKB selama sembilan tahun (2005-2014)--lima tahun kedua tanpa muktamar--punya pengalaman organisasi yang terbilang mumpuni untuk tidak di katakan sudah kenyang, maka tak heran kalau sang guru bangsa, Gus Dur berhasil ia pecundangi. Cak imin yang menyelesaiakan S1 di ilmu politik UGM dan S2 di FISIP UI ini memulai karir organisasinya di Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) rayon UGM. Setelah itu ia melesat menjadi Ketua Cabang PMII JOGJA dan setelah itu berhasil menjadi Ketua Umum PB PMII menggantikan Ali Maskur Musa yang di sebut-sebut sebagai anak ideologis Gus Dur.

Pengalaman organisasi inilah yang membuat Cak Imin lihai dan licik bermain dalam derasnya kompetensi di jagad politik tanah air. Setelah Gus Dur di keluarkan dari PKB, orang-orang yang kritisjuga di gusur, sebutlah Eman Hermawan, mantan Ketua Umum Garda Bangsa. Kawan dekat Lukman Edy, mantan Sekjen PKB dan bekas Menteri PDT ini di tuduh bersengkokol dengan Lukman Edy menggoyang kekuasaan Cak Imin di PKB. Sebelumnya Lukman Edy juga digantikan dari posisi Sekjen di gantikan oleh Imam Nahrawi yang loyal pada Muhaimin.

Setelah dikasih jabatan menteri oleh SBY (Cak Imin, Menakertrans dan Helmy Faisal Zaini, Menteri PDT) sebagai balas budi atas dukungan sebagai salah satu partai peserta koalisi dalam mengusung SBY-Boediono dalam pilpres 2009, Cak Imin termasuk salah satu pimpinan partai yang berkhidmat penuh takzim pada SBY. Sehingga sikap kritis kedua kadernya di parlemen berujung pada pemecatan. Efendi Choiry dan Lili Khodijah Wahid harus rela kursinya di ganti oleh orang lain di senayan karena melawan keputusan partai dalam kasus Century yang menggelinding di Senayan.

Kepiawaian Cak Imin dalam membangun tipu muslihat politik kian moncer ketika ia mampu mengkomoditaskan Rhoma Irama, Mahfud MD, Yusuf Kalla sebagai capres PKB. Muslihat potlitik yang di goring Cak Imin ini berhasil menuai berkah electoral yang besar dengan mengantarkan PKB pada posisi ke lima dalam pileg April lalu. Setelah tujuanya tersebut terwujud, Cak Imin dan PKB mencampakan Mahfud dan Rhoma Irama. Indah bukan buatan kan, tipu muslihat sang politikus muda paling licik ini!

Kedua, Partai Nasional Demokrat (NASDEM)

Partai yang di gawangi Suyah Palloh (SP) ini secara mengejutkan berhasil memperoleh suara yang signifikan sebagai partai pemula dengan memperoleh suara 6,72 % mengalahkan PPP, Hanura, PBB dan PKPI. Partai Nasdem merupakan embrio dari ormas Nasional Demokrat. Dalam pendeklarasian ormas Nasdem, SP secara tegas mengatakan bahwa ormas yang di dirikanya tersebut tidak akan berubah menjadi partai politik. Namun, syahwat politik SP mengharuskanya untuk mendirikan parpol. SP pun mendirikan Partai Nasdem.

‘Agar tak kelihatan peran SP sebagai tulang punggung dan menghindari sorotan publik, SP tak menahkodai sendiri partai tersebut. Ia mendapuk dua orang politikus muda handal untuk menahkodai Partai Nasdem, Patrice Rio Capella sebagai Ketua Umum dan Ahmad Rofik memegang posisi Sekretaris Jenderal. Namun, muslihat politik Surya Paloh tak berjalan mulus. Sejumlah koleganya yang ikut mendeklarasikan Ormas Nasdem mengundurkan diri dari Ormas Nasdem, salah satunya adalah Sri Sultan HB X. Sultan Jogja ini rupanya tak apresiatif lagi dengan langkah inkonsistensi SP yang membawa Ormas Nasdem berlaga dalam gelanggang politik’ (Muhamad Hamka, The Globe Journal,1/2/2013).

Namun, muslihat politik SP tak berhenti sampai di situ saja. Agar akses ke kekuasaan bisa di kanalisasi dalam remot SP, maka ia mendepak Patrice Rio Capela di posisi Sekjen dan SP sendiri turun menjadi Ketua Umum, sementara Ahmad Rofiq ikut hengkang bersama Bosnya,Hary Tanoe ke Hanura. Dan syahwat kekuasaan SP terbukti hadir dan berlabuh bersama PDIP mendukung Jokowi-JK.

Ketiga, Partai Hati Nurani Rakyat (HANURA).

Mantan Panglima ABRI, Jenderal (purn) Wiranto boleh di bilang sebagai petualang politik sejati. Setelah memangkan konvensi Partai Golkar tahun 2004, Wiranto resmi menjadi capres Partai Golkar di damping oleh KH. Sholahudin Wahid di posisi cawapres. Namun Wiranto-Sholahudi kalah bersaing dengan SBY-JK yang memenangkan Pilpres setelah mengalahkan Mega-Hasyim di putaran ke dua.

Setelah kalah dalam pilpres 2004, pamor politik Wiranto tidak redup. Bersama beberapa rekanya, ia mendirikan Partai Hanura dan mengikuti pemilu 2009. Partai besutanya tersebut memperoleh 18 kursi di Senayan. Wiranto pun kembali bertarung dalam pilpres 2009 mendampingi capres Golkar, HM Yusuf Kalla, namun lagi-lagi Wiranto kembali menerima kenyataan pahit kalah telak dari duet SBY-Boediono.

Petualangan politik Wiranto untuk mendapatkan kursi kekuasaan sepertinya belum padam, yang walaupun kali ini hanya sebagai partai pengusung. Wiranto sepertinya harus belajar melupakan mimpi untuk menjadi capres ataupun cawapres.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun